Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Ketemu mantan!
Tok tok tok
Kembali pintu itu diketuk, Azmi tak mau ketahuan sekarang ia melirik sana sini mencari tempat untuk bersembunyi. Diantara tempat hanya kolong meja kerja suaminya yang dikira paling aman.
"Pak Athar, anda didalam?" suara wanita yang asing bagi Azmi.
Tak ada waktu lagi, ia buru-buru masuk kedalam kolong meja kerja saminya, mana dia tak sengaja menyenggol Athar yang masih duduk dikursinya.
"Eh, kamu ngapain disitu?" Athar mengerutkan dahinya.
"Diem lah," ujar Azmi menempelkan telunjuknya dibibir pinknya.
"Pak Athar," suara dari luar yang terus memanggil pemilik ruangan tersebut.
"Iya, masuklah," sahut Athar akhirnya.
Klek
Pintu terbuka menampakkan seorang wanita yang cantik dan anggun, ia berambut panjang bergelombang dengan postur badan yang tinggi bagaikan model. Ia tersenyum pada Athar, lelaki yang pernah ia tinggalkan karena masalah keluarganya. Kini mereka bertemu kembali setelah sekian tahun berlalu.
Sementara Athar tertegun, tidak terpesona tidak pula membencinya. Lelaki itu paham ia sudah beristri, jangankan untuk menyentuh mantannya bertemu saja sebenarnya enggan.
"Klara, ngapain kamu kesini?" tanya Athar, ia sudah tahu wanita itu ingin bertemu saat ia masih dirumah dan menghubunginya lebih dahulu, tetapi Athar sudah menolaknya.
"Klara," gumam Azmi, sangat pelan sampai tak terdengar oleh mantan sepasang kekasih yang sudah duduk saling berhadapan.
"Gimana kabar kamu, mas Athar?" tanya wanita itu.
Athar menundukan pandangannya, "Baik." ia menautkan jemarinya yang kedua tangannya bersandar pada meja dan ia duduk dengan posisi tegak.
Azmi yang berada dikolong menatap Athar, ia bertanya tanpa suara "Siapa?" saking penasarannya akan tetapi lelaki itu tak menjawabnya, malah mengabaikannya.
Haruskah Athar katakan, dia mantan aku. Rasanya gak semudah itu mengingat masa lalu yang membuatnya vakum soal wanita, dia sendiri pun sudah memutuskan memilih Azmi setelah ikatan sakral yang ia ucapkan dua hari lalu.
"Lama gak jumpa, katanya kamu masih belum menikah. Aku juga," ujar Klara tanpa tahu malu, apa salahnya mengharapkan pria yang belum terikat pernikahan? Begitulah pikirannya.
Namun Athar tak ingin membohongi wanita itu, ia menatap Klara dan menunjukan cincin pernikahannya dijari manis tangan kanannya.
"Sebenarnya aku sudah menikah, dua hari yang lalu," tegas Athar memberitahukan.
Duar
Bagaikan petir disiang bolong, berita tersebut mengejutkan Klara yang masih berharap pada mantan dosennya. Ia sudah salah duga, sudah berani melawan rasa malunya untuk bisa kembali pada cinta pertamanya. Namun semua sirna mendengar kabar yang masih hangat tersebut.
Rasanya tak mungkin dan ia tak percaya soal berita itu, karena ia sudah bertanya pada dosen lain sebelum mendekatkan diri pada lelaki yang membuatnya jungkir balik.
"Tapi, para dosen lain bilang," Klara merasa dibohongi.
"Itu karena aku belum mengadakan resepsi, aku mau menikmati masa pengantin dulu, kalau bisa aku mau secepatnya hamili istriku. Teman-temanku saja sudah pada punya anak dua atau tiga, aku ingin mengejar ketertinggalan waktu," ujar Athar secepatnya, suaranya tidak dingin tapi cukup tegas untuk membungkam mantan kekasihnya.
"Oh, selamat kalau begitu. Aku pamit," ucap Klara, merasakan aura mantan kekasihnya yang sudah berubah tak hanya sikap tapi juga status.
Wanita itu pergi tanpa menoleh lagi meski sempat berhanti sejenak, ia merasa malu untuk melirik lelaki itu karena sudah jadi milik wanita lain.
Setelah terdengar suara pintu tertutup, Azmi keluar dari kolong meja itu. Wajahnya siap menyembur api amarah ketika ia mendengar obrolan dua manusia tadi. Apalagi soal secepanya menghamili istri, dirinya kah yang dimaksud.
"Bapak tuh, apa-apaan sih. Bilang mau menghamili istri secepatnya, aku belum siap punya anak," bibir Azmi menggerutu.
Athar diam tak menyahut, moodnya mendadak buruk setelah bertemu Klara. Ia tak ingin melawan amarah istrinya karena takut amarahnya akan ikut keluar, ditambah suasana dan tempat tidaklah mendukung untuk berdebat hebat dengan istrinya.
"Kenapa diam? Wanita tadi itu, kalian akrab banget, siapa? Mantan bapak?" tanya Azmi kepo.
Athar mengalihkan pandangannya, makin lama ia diam istrinya makin kepo saja. Lagi pula istrinya itu mendengar sendiri isi obrolan mereka, lantas kenapa masih tanya.
"Kamu itu, bisa gak jangaan panggil aku bapak kalau kita lagi berdua. Aku ini suami kamu, panggil aku mas," titah Athar.
"Anda kan sudah jadi bapak-bapak, wajar kalo saya panggilnya bapak," bungkam Azmi membuat mata Athar membola menatapnya.
Sumpah demi apapun, Athar tak mengira istrinya akan menjawabnya dengan begitu pedas.
"Lagi pula saya masih muda, kita nikah saja jaraknya," Azmi meregangkan lima jari kananya, "lima belas tahun, jauh banget tau, gak."
Athar menghela nafas berat, seberat beban yang dipikulnya. Punya istri pinter ngomong ia harus lebih cerdas membungkamnya, tapi kali ini moodnya benar-benar buruk dan butuh booster untuk menghilangkannya.
"Saya ada kuliah lagi, saya pamit dulu. Terima kasih makanannya bapak Athar yang terhormat." Azmi tersenyum manis.
Ia berbalik hendak pergi namun karena ruangan ini cukup sempit oleh penempatan rak buku, kakinya sampai tak sengaja terantuk meja.
duk
Begitulah yang Athar dengar.
"Aduh," Azmi meringis kesakitan, menyentuh lututnya yang terasa ngilu.
"Kualat kamu, itu karma buat istri durhaka sama suaminya," tutur Athar sembari tersenyum, moodnya mendadak ceria melihat si Azmi mendapat karma.
"Istri dapat musibah malah ketawa," Azmi merenggut kesal melihat suaminya menertawakannya. Ia melangkah pergi dengan berjinjit pelan sambil masih mengelus lututnya.
Sedangkan Athar menggelengkan kepalanya dengan bibir yang masih tersenyum, ia merasa bersyukur juga punya istri yang cerewetnya na'udzubillah.
Musibah tadi serasa rahmat baginya, karena sudah dibayar tuntas dan cepat tanpa harus mengeluarkan kata atau kalimat yang tajam.
"Dasar Azmi," gumamnya masih dengan senyum.
...----------------...
Pulang kuliah Azmi langsung pulang, berbeda dengan Athar yang masih ada kerjaan dikampus. Jadi Azmi punya waktu santai dirumah sebelum suaminya pulang, tapi perutnya lama-lama lapar juga. waktu pun sudah menjelang maghrib tapi suaminya belum pulang, biasanya bapak Athar yang masakin karena Azmi gak pinter-pinter amat soal per-wajanan.
Ia memegang perutnya, turun dari lantai atas berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas, didalam ada beberapa lauk mentah dan sayuran. Azmi menutupnya kembali karena ia tak tahu mau masak apa.
"Pengen makan yang gurih-gurih, tapi apa ya?" ucapnya bermonolog.
Ia mencari sesuatu yang bisa ia masak dengan mudah, mie instan misalnya. Tangannya membuka rak-rak atas dan bawah, sayangnya tak menemukan satu pun makanan instan dirumah tersebut.
"Rumahnya aja gede, mie instan aja kagak ada," gerutunya.
Ia pun berkacak pinggang, memikirkan apa yang harus ia masak dan makan dengan cepat.
Namun ditengah gelutan pikirannya suara pintu terbuka terdengar, ia yakin itu suaminya maka ia melangkah untuk menyambutnya, siapa tahu suaminya bawa makanan yang siap dikunyah.
"Bapak baru pulang?" tanya Azmi yang mendekati suaminya.
Athar menghela nafas kasar, "Bapak lagi, bapak lagi."
"Iya, iya, mas Athar," panggil Azmi dengan malas.
Athar tersenyum walau melihat bibir istrinya yang manyun dan bergerak sinis.
"Kenapa telat pulangnya? Aku udah laper," ucap Azmi mengusap perut langsingnya.
"Kalau habis ketemu mantan, emangnya kenapa?" Athar melengos pergi tanpa menghiraukan si Azmi.
Gadis itu terperangah, mata dan mulutnya terbuka lebar. Ia merasa kesal sendiri mendengarnya, ia menunggu suaminya sejak sore tetapi suaminya malah ketemu mantannya. Kurang ajar banget, kan!
"Pak Athar, anda jahat benget!" teriak si Azmi, menghentakkan kakinya.
Athar yang sudah berada ditangga merasa terhibur, ia tersenyum mendengar ocehan istrinya.