Seharusnya Aluna tahu kalau semesta tak akan sudi membiarkan kebahagiaan singgah bahkan jika kebahagiaan terakhirnya adalah m*ti di bawah derasnya air hujan. la malah diberikan kesempatan untuk hidup kembali sebagai seorang gadis bangsawan yang akan di pe*ggal kep*lanya esok hari.
Sungguh lelucon konyol yang sangat ia benci.
Aluna sudah terbiasa dibenci. Sudah kesehariannya dimaki-maki. la sudah terlanjur m*ti rasa. Tapi, jika dipermainkan seperti ini untuk kesekian kali, memang manusia mana yang akan tahan?!
Lepaskan kemanusiaan dan akal sehat yang tersisa. Ini saatnya kita hancurkan para manusia kurang ajar dan takdir memuakkan yang tertoreh untuknya. Sudikah kamu mengikuti kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Aku bodoh pernah jatuh cinta padanya."
"Aku juga." Mereka saling bertatapan sebelum tawa keluar dari bibir keduanya. Lucu sekali. Mereka menertawakan sosoknya di masa lalu yang telah menjatuhkan hati pada orang yang tidak pantas mereka cintai.
"Padahal penampilannya biasa saja, sifatnya terlalu menyebalkan, dan dia terlalu lemah untuk membela dirinya sendiri. Emily hanya bisa mengandalkan orang lain. Entah apa yang membuatku pernah mencintainya," gerutu Eugene. Berkat Emily, dia mempertanyakan seleranya sendiri.
Aluna tidak menyangka protagonis pria kedua ini bisa mengutarakan ketidaksukaan pada tokoh utama wanita. Orang orang yang memiliki takdir seperti Eugene biasanya akan terus mencintai tokoh utama wanita atau memilih bunuh diri setelah tokoh utama mendapat akhir bahagia. Terdengar ironis, tapi itulah yang sering terjadi.
[Dia itu tokoh utama wanita! Sudah takdirmu untuk mencintainya, Eugene! Sialan, kenapa malah jadi seperti ini?!]
Di banding Aluna, Sistem lebih tidak menyangka. Jika dia punya mata, Sistem pasti akan melotot terkejut hingga bola matanya menggelinding keluar.
"Seseorang yang bersedia menjadi selingkuhan sudah pasti bukan orang yang baik, Eugene. Dia senang mempermainkan perasaan orang lain. Terutama pria sepertimu." Aluna melirik Eugene sekilas sebelum kembali menatap langit yang menampakkan cahaya senja. Langit di sini tanpa polusi. Sehingga pesonanya sungguh memanjakan mata bagi siapapun yang bersedia menyaksikan matahari tenggelam di pelukannya.
"Pria seperti ku? Apa maksudmu Aluna?" tanya Eugene penasaran.
"Pria tampan," kata Aluna dengan enteng tanpa beban.
Eugene bisa merasakan wajahnya memanas dalam hitungan detik. Debaran jantungnya terasa lebih cepat. Dia segera memalingkan wajah. Berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya dari Aluna.
Perkataan gadis itu sukses membuatnya menggila. Sudah banyak yang mengakui ketampanannya. Eugene sering dipuji di manapun dia berada. Tapi, saat pujian itu datang dari bibir Aluna, rasanya begitu berbeda.
"Eugene, kau sakit?" Aluna bukanlah gadis yang peka. Tidak ada kisah romansa dalam kehidupan pertamanya.
Gadis itu mendekat lalu mengulurkan telapak tangannya ke dahi Eugene. Mengecek suhu badan pemuda yang seluruh wajahnya bertambah panas akibat perlakuannya itu.
"Tidak!" Eugene menyingkirkan tangan Aluna dari dahinya. Dia menjauh satu langkah agar Aluna tidak membuatnya terkejut lagi.
"Aku akan menggunakan kekuatan suci untuk menyembuhkan mu jika perlu, Eugene." Sistem tidak akan membiarkan salah satu karakter favoritnya sakit. Aluna bisa memanfaatkan itu untuk mendapatkan bantuan dari Sistem dengan lebih mudah.
"Kau tidak boleh menggunakan kekuatan suci mu itu, Aluna." Tatapan tajam Eugene berikan pada Aluna. Dia tidak ingin melihat Aluna terluka lagi.
"Tidak masalah kalau aku menggunakannya. Toh, aku kan sebentar lagi ma-ti," balas Aluna acuh.
Eugene menatapnya tidak suka. Darimana Aluna yakin dia akan ma-ti? Apa sebegitu tidak inginnya ka dia tinggal di dunia?
"Berhenti mengatakan hal seperti itu, Aluna. Aku tidak suka mendengarnya." Eugene meraih tangan Aluna lalu mendekatkan tangan indah itu ke bibirnya.
Kecupan singkat, ia berikan itu. "Jika aku bisa membantu mu menemukan tujuan hidup baru, apa kau mau tetap hidup di dunia ini bersama ku?"
Aluna menarik telapak tangannya. Dia mulai tidak nyaman dengan netra indah Eugene yang menatapnya begitu terlalu intens.
"Aku tidak tahu." Aluna ingin mengatakan itu tidak mungkin. Dia tidak bisa hidup lama sebab Sistem telah menorehkan tanggal kematiannya di hari pertama dia datang ke dunia ini. Tapi, Aluna tidak bisa. Perkataan itu tersangkut di tenggorokannya.
"Apa kau tidak membenci mereka, Aluna? Alexander telah mengecewakanmu dan Emily telah menghancurkan hidupmu. Selain mereka berdua, Duke Blanche juga telah membuang mu seenaknya."
Eugene menyeringai. Jika bahagia tidak bisa menjadi alasan untuk hidup, biar hal lain menggantikannya.
"Mengapa tidak balas dendam kepada orang-orang itu? Buat mereka menyesal dan hancur. Seperti yang sudah mereka lakukan padamu."
[Apa-apaan?! Kenapa protagonis pria kedua malah merencanakan hal gelap seperti ini? Jangan terpengaruh, manusia! Aku tidak bisa membiarkan alurnya lebih kacau dari ini!]
[Aku harus melapor! Aku harus mencari tahu kenapa keberuntungan khusus tokoh utama mulai menipis dan berhenti mempengaruhi orang di sekitar mereka! Tapi, aku harus mulai memperbaiki darimana?!]
Sistem berteriak frustasi. Dia tidak berhenti mengoceh dan panik menyaksikan alur yang semakin berantakan.
Aluna mengakui dia membenci tiga orang itu. Perlakuan mereka kepada Agatha tidak layak mendapatkan ampunan. Agatha sudah tersiksa sedemikian hebatnya hingga entah bagaimana menghilang dan digantikan oleh Aluna di sini.
Duke Blanche menyiksa Agatha dari kecil. Alexander terlalu menjijikan untuk disebut sebagai laki-laki. Emily menghancurkan hidupnya tanpa alasan yang jelas.
Setelah mendapatkan ingatan Agatha, Aluna bisa memahami rasa sakit yang dia rasakan. Hanya saja, mereka sedari awal berbeda. Memang benar Aluna sudah menempati tubuh Agatha, namun bukan berarti mereka menyatu menjadi satu individu.
Sifat mereka dalam menghadapi masalah berbeda. Mereka punya cara pandang masing-masing. Oleh karena itu, dibanding ketiga orang yang menyakiti Agatha, ada sosok lain yang lebih Aluna benci.
Itu tidak lain adalah sosok yang seenaknya mempermainkan takdirnya. Mengharuskannya bertahan meski mati telah menjadi keinginannya sejak lama. Dia benci terus dipermainkan. Sangat benci saat tidak berdaya melawan.
"Kedengarannya menyenangkan. Menghancurkan hidup seseorang, aku mulai penasaran bagaimana rasanya." Aluna hanya pernah merasakan hidupnya dihancurkan dan bukan sebaliknya.
[ Apa yang kau lakukan?! Beraninya kau berniat balas dendam manusia!! Hentikan! Aku bilang berhenti melawan takdir dunia ini!]
[Kau harusnya sudah mati! Jangan membuat masalah untukku!]
Benar, Aluna lebih membenci Sistem yang telah mempermainkan kehidupannya. Gadis itu menerbitkan seringai kejam. Dia bahagia mendengar kemarahan Sistem. Lain kali akan lebih dari ini. Aluna dapat yakin ini bukan sekedar rencana belaka.
"Kau cantik saat tersenyum seperti itu, Lady." Seperti mawar merah berduri yang siap menyerang siapa saja yang berani membuatnya marah.
Eugene menyukainya. Aluna Capella terlalu sempurna untuk tidak menarik perhatiannya.
"Apa sekarang aku akan menjadi penjahat di kisah bahagia para tokoh utama?" Penjahat ya. Peran itu lebih cocok untuknya daripada menjadi seorang protagonis.
"Bukan penjahat, Aluna. Mereka yang lebih dulu melukaimu," kata Eugene.
"Tapi, bukankah kisah mereka berdua terlalu ajaib untuk terjadi? Itu seperti cerita yang dimiliki oleh seorang tokoh utama."
Seorang rakyat biasa dan Putra Mahkota. Kalau bukan keajaiban, apalagi?
"Ah, benar juga." Eugene terkekeh pelan.
"Sesuatu yang ajaib seperti itu, harus dihancurkan agar terus menjadi kemustahilan."
Aluna akan menghancurkan alur yang hampir selesai ini. Dia akan merusak takdir yang telah digoreskan oleh dunia. Sebelum dia mati, Aluna berjanji akan lebih dulu menghancurkan kehidupan bahagia tokoh utama.
"Pergunakan aku sesuka hatimu, Lady. Aku siap melakukan apapun untukmu."