Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlihat Makin Cantik
Sejak hari itu, rumah terasa begitu sunyi, tapi bagi Citra, kesunyian justru menakutkan. Setiap suara kecil dari arah pintu atau jendela membuatnya tersentak. Tangannya gemetar saat menyentuh gelas di meja, dan pandangannya terus mengarah ke pintu pagar, seolah ada seseorang yang mengintainya.
Sudah beberapa hari berlalu sejak insiden di pusat perbelanjaan itu. Ketika emosinya memuncak dan ia tanpa sadar mendorong Bunga, mantan menantunya yang tengah hamil. Sejak saat itu, Citra tak bisa tidur nyenyak. Bayangan tubuh Bunga yang terjatuh dan suara teriakan orang-orang di sekitar terus menghantui pikirannya.
Di ruang tamu, televisi menyala tanpa suara. Citra duduk termenung, menggenggam tas kecilnya erat-erat, seperti orang yang siap melarikan diri kapan saja. Ia tahu perbuatannya bukan hal sepele. Dan sejak mendengar kabar bahwa suami Bunga, Arlan, sudah melapor ke polisi, rasa takut itu makin menjadi-jadi.
"Bagaimana kalau polisi datang malam ini?" pikirnya, napasnya tersengal. Ia bahkan tak berani membuka gorden. Hatinya diliputi penyesalan dan ketakutan yang terus membesar antara takut ditangkap dan rasa bersalah pada anak yang dikandung Bunga.
Di tengah ketakutannya, hanya satu yang ia tahu, penyesalan datang terlalu terlambat.
Dan bagaimana Citra tahu tentang kasusnya sudah dilapor. Karena setelah dari kantor polisi tempo hari. Arlan sengaja datang ke rumahnya, dan mengatakan jika ia tak tinggak diam, kala istrinya disakiti.
Bahkan, Arlan juga mengatakan tak ada kata damai, walaupun bu Citra mati sekalipun.
Beruntung hari itu, suaminya tak ada dirumah. Ya, belakangan, Surya bekerja sebagai pengangkut sampah di lingkungan mereka.
Sedangkan anak-anaknya yang lain, sudah mempunyai rumah sendiri, yang tak jauh dari rumahnya.
"Assalamualaikum," terdengar ucapan salam diluar sana.
Tubuh Citra langsung menegang. Dia menelan saliva dengan susah payah.
Dengan langkah gemetar, dia menyibak gorden, guna melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya.
Begitu melihat suaminya yang pulang, Citra langsung bernapas lega. Setidaknya, malam ini dia kembali aman.
Keesokan harinya. Ketika Surya berangkat mencari nafkah. Kembali Citra di liputi rasa ketakutan.
Dia berencana, hendak ke rumah anaknya yang pertama. Namun, baru melangkah di teras, sebuah mobil polisi parkir di halamannya.
Dadanya langsung mencelos. Tubuhnya bergetar hebat, bahkan keringat dingin, mulai membasahi dahi serta telapak tangannya.
"Dengan bu Citra?" seorang polisi berbadan tegap, bertanya dengan nada tegas.
"B-bu, bukan ..." bohong Citra terbata-bata.
"Ibu ikut kami ke kantor polisi, atas tindakan kekerasan pada saudari Bunga, yang sedang hamil," kata polisi, mengabaikan ketakutan Citra.
"A-aku gak sengaja. A-aku gak sengaja," Citra langsung menjatuhkan tubuhnya. Dia berlutut di depan polisi, seraya menangkup kedua tangannya.
"Tolong, jangan tangkap saya," isak Citra dengan tubuh bergetar.
Tak lama, tiga anak perempuan yang rumahnya masih berdekatan dengan Citra menghampiri. Mereka shock, saat tahu, rumah orang tuanya di datangi polisi.
Apalagi, menurut warga yang melapor. Ibu mereka sampai memohon-mohon minta ampun.
"Apa yang kalian lakukan pada ibu kami?" teriak anak pertama Citra.
Dia bernama Kasmi.
"Ibu anda melakukan tindakan kekerasan pada ibu hamil. Dan suami dari korban, melaporkannya," sahut polisi satunya lagi menjelaskan.
"Tolong, tolong datang ke rumah Bunga. Dan minta maaf padanya," ucap Citra, sebelum di boyong masuk ke mobil.
Kasmi dan kedua adiknya tercengang. Namun, satu nama yang disebutkan ibunya. Bisa dengan mudah, melepaskan ibunya.
Di mobil, Citra diapit oleh dua polwan. Dia tak berhenti menangis. Bukan karena menyesali perbuatannya. Melainkan, takut tentang apa yang namanya penjara.
Apalagi, saat dia menonton film di sinetron ikan terbang. Siapapun penjahat yang masuk ke sana, pasti akan di hukum oleh senior.
Bahkan, mereka tidak peduli, jika itu muda ataupun tua.
Kasmi menghubungi Rangga. Dia menjelaskan tentang apa yang di katakan oleh polisi. Tak lupa, Kasmi juga menyebut tentang Bunga.
...****************...
Rangga meremas ujung bajunya. Dia menatap nanar ke arah Risa yang bahkan tidak terganggu dengan kehadirannya.
"Risa," panggil Rangga mendekati istrinya, yang masih belum memakai atasan apapun, setelah olahraga di pagi hari.
"Apa?" cetusnya, tanpa memindahkan pandangannya dari layar ponsel.
"Ibu, di tangkap polisi," ujar Rangga ragu.
"Kenapa?" pernyataan Rangga, sedikit mengganggunya.
"Aku belum tahu, tapi bolehkan aku ke kantor polisi untuk mengurusnya?" pinta Rangga.
"Keluargamu memang menyusahkan ya bang. Gak ada satupun yang benar. Pergilah, dan jangan libatkan aku. Apalagi, papa," cetus Risa menatap sinis kearah Rangga.
"I-itu, uangnya!" seru Rangga. Karena Risa memang telah mengosongkan rekeningnya.
"Cih," desis Risa. "Udah aku kirim," lanjutnya, memperlihatkan buktinya pada Rangga.
Rangga mengangguk, dan dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menemui ibunya.
Tiba disana. Citra langsung histeris kala melihat Rangga menjenguknya.
Tak hanya Rangga. Disana sudah ada Surya dan ketiga anak perempuannya. Sedangkan, anak perempuannya yang nomor tiga tinggal di luar pulau bersama suaminya.
"Tolong bujuk Bunga untuk mencabut tuntutannya," mohon Citra pada Rangga, ketika Kasmi menceritakan apa yang telah terjadi, sampai ibu mereka berakhir di kantor polisi.
"Astaga bu, bagaimana jika dia kenapa-napa? Lagian, kenapa harus menyibak bajunya sih," Rangga terlihat frustasi dengan alasan kenapa ibunya di tangkap.
Namun di balik itu, rasa khawatir jika Bunga kenapa-napa lebih mendominasi.
"I-ibu hanya penasaran. Kenapa dia bisa hamil secepat itu. Padahal, kalian udah menikah lama," lirih Citra.
"Sebaiknya, kita kesana aja. Tadi ayah udah menghubungi pak Andrian." ujar Surya menengahi.
Singkat cerita, Rangga, pak Surya serta Kasmi datang ke kediaman Andrian.
Andrian, seperti biasa menyambut Surya dengan senyuman ramah. Namun, berubah dingin kala bersitatap dengan Rangga. Dia bahkan, tidak menerima uluran tangan dari lelaki yang pernah menjadi menantunya itu.
"Kami kesini, ingin membicarakan tentang masalah yang menimpa nak Bunga, yang disebabkan oleh istri saya," ungkap Surya, membuka obrolan.
"Karena pak Surya sudah menjelaskan sebelumnya. Maka, aku juga telah memanggil Bunga, sebagai korbannya," ungkap Andrian.
Mendengar nama Bunga. Jantung Rangga langsung memompa lebih cepat.
Ini pertama kalinya dia melihat Bunga, setelah beberapa bulan lalu. Dimana, saat mengetahui kabar kehamilan Bunga di rumah sakit.
"Masuk lah, Bunga sudah menunggu," ajak Andiran.
Deg ...
Rangga meremas hatinya. Disana, terlihat Bunga bersama suaminya dengan posisi Arlan yang memijit pinggang Bunga.
Begitu melihat orang yang ditunggu-tunggu telah tiba. Arlan menyudahi pekerjaannya yang menjadi tukan urut dadakan.
"Kenapa kamu makin cantik?" batin Rangga, kala bersitatap dengan mantan istrinya.