NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Khadijah Pingsan.

Mira memeluk wanita itu dan ikut merasakan apa yang wanita itu rasakan, hati yang dikecewakan oleh seseorang yang menjadi tumpuan harapan. Putra satu-satunya.

Ijah berdiri, ingin ikut serta dengan Tanan, tapi kini tubuhnya melemah dan hanya bisa menyeret langkah kakinya saja.

“Kak, aku antar ke rumah ya?” tanya Mira, tapi Ijah menggelengkan kepala dan hanya ingin bersama dengan putranya saja. Ijah tidak kuat jika berpisah lagi dengan Tanan.

“Mas!” Tangis Ijah kembali pecah, sepanjang waktu saat menunggu putusan pengadilan tadi, air matanya tak berhenti mengalir. Bahkan sedari kemarin, saat dia mengetahui ulah sang anak dan akhirnya dibawa ke kantor polisi, tangis Ijah sangat sulit untuk dihentikan. Ijah merasa bersalah karena tidak bisa menjadikan Tanan menjadi pribadi yang baik.

Entah karena dia terlalu memanjakan anak itu karena saking sayangnya, atau bagaimana, tapi sekarang ini, Khadijah benar-benar merasa merasa telah gagal menjadi seorang ibu yang mendidik sang putra.

“Mas!” panggil Ijah merasakan sesak di dalam dada, ingin rasanya ada yang menguatkan dirinya. Andai saja masih ada suaminya, tentu Tanan tidak akan menjadi pribadi yang nakal seperti sekarang ini. Biasanya, sang suami akan menenangkannya atau menghiburnya di kala hati sedang resah, tapi sekarang siapa yang akan melakukan itu jika yang lain saja menyalahkannya?

Mira dan Bagas melihat Ijah dengan iba, tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena keputusan hakim sudah mutlak untuk Tanan, tidak bisa diganggu gugat.

Tubuh Ijah lemah akibat beberapa hari ini dia tidak bisa makan dengan baik, juga dengan tangis yang tidak bisa dia hentikan. Doa dalam sujud dia lakukan, meminta pengampunan dari yang maha kuasa untuk dirinya dan sang putra. Pandangan Ijah kali ini berkunang-kunang, cahaya perlahan menyusut, dan akhirnya Ijah tumbang tak sadarkan diri.

Hingga, saat Ijah terbangun, dia sudah berada di sebuah ruangan lain, beberapa orang ada di sana berlalu lalang.

“Bu, Ibu baik-baik saja?” Seorang wanita muda tersenyum ke arahnya, di tangannya terdapat minyak angin guna membantu untuk menyadarkan Ijah tadi. Kepala Ijah pusing, tapi dia ingin pergi dan menemui anaknya.

“Hati-hati,” ucap wanita berseragam coklat itu membantu Ijah untuk duduk. Diberikannya air minum dalam gelas tinggi kepada Ijah dan membantunya untuk minum.

“Anak saya di mana? Saya mau ketemu anak saya,” ucap wanita paruh baya itu dengan tatapan yang sedih. Wanita muda itu mengelus lengan Ijah dan menyuruhnya untuk tenang terlebih dahulu.

Ijah menangis tersedu, kembali menutupi wajahnya dan mengusap air mata dengan ujung kerudungnya. Baru kali ini ada seseorang yang menenangkannya.

Wanita muda yang ada di hadapan Ijah merasa iba, hati siapa yang tak akan luka dengan apa yang menimpa sang anak. Meski benar jika anak itu telah salah, tapi sang ibu lah yang akan lebih menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik.

Setelah beberapa menit lamanya, Ijah pergi ke kantor polisi di mana Tanan berada. Dia ingin bertemu dengan Tanan sebelum dirinya pulang ke rumah. Langkah kakinya lemah, tapi dia mencoba untuk menguatkan dirinya demi menemui sang anak.

Tanan belum dipindahkan ke penjara, masih berada dalam sel tahanan, setelah ini akan dipindahkan ke penjara.

“Tanan!” Ijah berseru saat melihat Tanan dari balik jeruji. Tanan enggan untuk bertemu dengan sang ibu, malu. Namun, melihat wajah ibunya yang sembab dan menangis membuatnya tidak tega juga.

“Ibu lebih baik pulang,” ucap Tanan, wajah ibu yang sembab, juga semakin tirus dan dengan lingkaran hitam di bawah matanya menandakan jika wanita ini sangat terpukul dengan kejadian yang menimpanya.

“Kamu baik-baik di sini, Nak. Ibu akan berdoa untuk kebaikan kamu. Maaf, ibu belum bisa jaga kamu dengan baik. Ibu belum bisa menjadikan kamu sebagai anak yang soleh,” ucap Ijah yang membuat tangis Tanan tiba-tiba pecah seketika.

Melihat ibu, hati yang begitu membangkang dan melawan sejak dulu, tersentak dan tersentuh.

“Maafkan Tanan, Bu. Maaf,” ucap Tanan bersimpuh di lantai. Ijah merendahkan tubuhnya dan memeluk Tanan erat, mencium anaknya dari sela jeruji besi yang menghalangi keduanya. Kedua ibu dan anak itu menangis, membuat beberapa penjaga meliriknya, sudah biasa bagi mereka yang ada di sana melihat pemandangan yang seperti itu.

Mira kembali ke tempat di mana Ijah tadi dibawa saat pingsan, dia bertanya pada seseorang karena tidak melihat wanita itu di sana.

"Permisi mbak, apakah Wanita yang tadi bersama dengan mbak sudah pergi, soalnya saya tadi ada kepentingan, makanya pergi sebentar?" kata Mira.

"Iya Bu, sepertinya beliau hendak ke kantor polisi," jawab wanita itu.

“Ke kantor polisi? Dengan siapa?” tanya Mira kepada wanita yang tadi bersama dengan Ijah, dia titipkan.

“Sepertinya sendiri saja, Bu,” jawab wanita itu.

Mira mengucapkan kata terima kasih kepada wanita tersebut dan meminta suaminya untuk mengantarkannya ke kantor polisi.

Tadi ada pekerjaan mendesak, makanya Mira menitipkan Ijah, dia tidak menyangka Ijah akan pergi dengan secepat itu, padahal kondisi tubuh wanita itu memprihatinkan.

“Sudah, tenang ya. Kak Ijah nggak akan apa-apa,” ucap sang suami dengan menenangkan istrinya sambil mengusap punggung tangan Mira.

"Iya Mas, hanya saja ... Mbak Ijah sedang dalam suasana hati yang tidak baik, Tanan adalah Harta satu-satunya," ucap Mira.

"Iya, tapi Mas yakin, mba Ijah bisa melewati semua ini, dia wanita yang hebat dan kuat, percayalah Mir," balas suaminya.

Sebelah tangan sang suami, menyentuh punggung tangan Mira, sebelah lagi menyetir, dan mereka pun saling berpegangan tangan.

"Makasih ya Mas, sudah menjadi suami yang selalu ada untukku, menjadi ayah yang baik untuk Khanza." Mira menatap suaminya penuh cinta

"Iya Sayang. *I love you*." Bagas tersenyum manis pada istrinya. Mira pun juga tersenyum.

"*I love you too*, Mas," jawab Mira.

Mobil melaju di jalanan yang sepi, siang semakin panas dengan udara yang sangat cerah, tapi berbeda dengan hati Mira yang tidak seperti langit di luaran sana. Dia memang tersenyum, tetapi di dalamnya penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.

Dia hanya tak ingin membuat suaminya juga kepikiran akan dirinya. Apalagi, masalah ini cukup pelik.

Putrinya Khanza menjadi korban, seharusnya dia marah dan benci, tapi tak bisa, perlakuan Khadijah sangat baik padanya. Dulu, Tanan adalah anak yang baik, entah apa penyebab anak itu memiliki pergaulan buruk seperti ini. Padahal, Mira sempat ingin menjodohkan mereka dalam hati, mencari-cari tahu keberadaan Khadijah dan Tanan, malah pertemuan pertama mereka setelah lama berpisah, menjadi seperti ini.

Mira nampak menghela nafas panjang.

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!