Menjadi istri kedua hanya untuk melahirkan seorang penerus tidak pernah ada dalam daftar hidup Sheana, tapi karena utang budi orang tuanya, ia terpaksa menerima kontrak pernikahan itu.
Hidup di balik layar, dengan kebebasan yang terbatas. Hingga sosok baru hadir dalam ruang sunyinya. Menciptakan skandal demi menuai kepuasan diri.
Bagaimana kehidupan Sheana berjalan setelah ini? Akankah ia bahagia dengan kubangan terlarang yang ia ciptakan? Atau justru semakin merana, karena seperti apa kata pepatah, sebaik apapun menyimpan bangkai, maka akan tercium juga.
"Tidak ada keraguan yang membuatku ingin terus jatuh padamu, sebab jiwa dan ragaku terpenjara di tempat ini. Jika bukan kamu, lantas siapa yang bisa mengisi sunyi dan senyapnya duniaku? Di sisimu, bersama hangat dan harumnya aroma tubuh, kita jatuh bersama dalam jurang yang tak tahu seberapa jauh kedalamannya." —Sheana Ludwiq
Jangan lupa follow akun ngothor yak ...
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
Tiktok @Ratu Anu👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Merasa Terkhianati
(Pukul 18.35 WIB)
Saat tiba di rumah utama, Ruben langsung disambut oleh wajah tak ramah Felicia. Wanita yang sedari tadi sudah menunggunya itu menjalankan kursi roda untuk menghampirinya.
Felicia menyilangkan tangan di depan dada, siap memberondongi sang suami dengan berbagai macam pertanyaan.
"Katanya hari ini kamu pulang lebih cepat, tapi kenapa bisa terlambat?" tanya wanita itu seraya menyipitkan kedua matanya, mengetes kejujuran Ruben.
"Aku pulang ke rumah Sheana dulu," jawab Ruben apa adanya. Dia melepas jas dan mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Dia berharap dengan berkata jujur, rasa penasaran Felicia berhenti cukup sampai di sana. Nyatanya tidak, wanita itu malah semakin ingin mengorek lebih dalam.
Mata Felicia menungkik mendengar itu semua. Pulang ke rumah Sheana? Tanpa seizin dan sepengetahuannya, untuk apa? Bukankah sudah tertulis di dalam perjanjian bahwa hubungan mereka hanya sebatas pernikahan kontrak.
"Untuk apa kamu pergi ke sana? Apalagi tanpa sepengatahuanku!" cetus Felicia berteriak tak terima. Dia mengikuti langkah Ruben yang hendak pergi ke kamar mandi, tapi langkah pria itu terhenti karena pertanyaannya.
Ruben menatap mata Felicia. Dia terlihat lelah karena seharian bekerja, ditambah emosi yang melonjak akibat sikap pembangkang istri keduanya. Kini Felicia malah ikut-ikutan.
"Aku memberinya peringatan karena dia pergi ke rumah keluarganya secara sembarangan. Tidak ada yang aku lakukan selain itu, Feli. Jadi, cukup ya ... Jangan bertanya lebih jauh, aku ingin mandi," jawab Ruben masih dengan intonasi suara yang normal. Karena dia tidak ingin memicu perdebatan di antara mereka.
Felicia menghela nafas kasar. Masih tidak terima jika Ruben diam-diam menemui Sheana. Dia merasa terkhianati, padahal yang menginginkan Ruben menikah lagi juga dirinya.
"Jangan lakukan itu lagi di belakangku. Selain karena program kehamilan yang akan dia lakukan, kamu tidak boleh datang tanpa seizinku! Ingat, Ben, hubungan kalian bukan benar-benar pernikahan sejati. Istrimu—tetap hanya aku!" ucap Felicia dengan penuh penekanan, agar Ruben mengingat kata-katanya.
Ruben mencoba menekan egonya. Dia mendekati Felicia dan mengangkup kedua pipi wanita itu. "Fel, kita sudah hidup bersama selama ini. Tentu saja aku mengerti batasanku. Jangan khawatir ya, Sayang. Percayakan semua padaku. Setelah anak kita lahir, aku akan langsung menceraikannya. Bahkan bila perlu di depanmu. Lagi pula aku menikah lagi juga karena siapa? Karena kamu yang memaksaku 'kan?"
"Tapi, Ben!" Felicia sudah ingin berontak dan memarahi suaminya. Tapi Ruben langsung membungkukkan badan untuk memeluk tubuh Felicia, karena sepengalamannya menenangkan Felicia itu cukup mudah.
"Jangan sampai orang-orang di rumah utama curiga dengan rencana kita. Kamu harus pandai memahami situasi, Sayang," ucap Ruben seraya mengelus-elus rambut Felicia. Sehingga wanita itu pun kembali luluh. Hatinya berangsur tenang, dan dia membalas pelukan Ruben.
"Oke, aku hanya takut kehilangan kamu," ujar Felicia.
*
*
*
Sebagai pimpinan tertinggi di perusahaan, Tuan Tares terkadang masih harus bergadang untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sama seperti malam ini, pria paruh baya itu tampak serius dia ruang kerjanya. Dan secara tiba-tiba Sandra—sang istri masuk setelah mengetuk pintu beberapa kali.
"Sudah malam, kenapa masih saja duduk di sana? Apakah kamu tidak berniat untuk beristirahat?" tanya Sandra seraya melangkah menuju kursi yang ada di depan Tuan Tares. Wanita itu menariknya dan melandaskan pantattnya di sana.
"Sedikit lagi. Lagi pula tumben sekali kamu perhatian begini," jawab Tuan Tares tanpa mengalihkan tatapannya. Dia terbiasa tanpa perhatian sang istri, untuk itu dia merasa heran kenapa tiba-tiba Sandra mendatanginya seperti ini.
Sandra berdecih kecil dan memutar bola matanya.
"Kamu sudah terlalu lama memimpin perusahaan, Sayang. Apakah kamu tidak lelah jika hari-harimu terus diisi oleh proyek-proyek dan tulisan-tulisan itu. Kapan kita akan refreshing?" ujar wanita itu lagi, yang akhirnya membuat Tuan Tares meletakkan pulpen yang ada di tangannya dan mengalihkan perhatian kepada sang istri.
"Sejak dulu kamu sangat suka menghambur-hamburkan uang, San. Lantas bagaimana bisa kamu melakukan hobimj jika aku berhenti bekerja?" balas Tuan Tares secara menohok, membuat Sandra mengerucutkan bibirnya.
"Kamu ini tidak bisa diajak bercanda ya!" cetus Sandra sambil mendengus.
"Katakan saja apa maumu. Setelah itu pergilah ke kamar untuk istirahat lebih dulu," pungkas Tuan Tares, supaya Sandra tidak mengganggu waktunya.
"Baiklah kalau memang itu maumu. Jadi kapan Ruben diangkat untuk menggantikanmu?" Sandra langsung to the point. Karena suaminya tak suka dengan basa-basi, yang ada di akan kena semprot jika terus mengulur-ulur waktu.
Tuan Tares terdiam sejenak untuk menerka apa tujuan istrinya bertanya demikian. Tidak mungkin Sandra hanya iseng kan?
"Katamu Ruben dan Felicia sedang program untuk memiliki bayi. Kalau begitu aku akan menghadiahkan ini saat cucuku lahir nanti," jawab Tuan Tares dengan lugas.
Mulut Sandra langsung menganga. Namun, dia tak ingin berlarut dalam keterkejutan ini. Jadi dia kembali mengajukan pertanyaan untuk suaminya. "Lalu bagaimana dengan Charlie? Dia dan Luna kan memberi kita cucu lebih dulu. Kenapa kamu tidak memberi mereka hadiah yang besar juga?"
Tuan Tares menatap istrinya dengan intens. Mereka jelas tahu bagaimana Charlie dan Luna bisa melahirkan penerus lebih dulu. Ya, karena mereka memakai jalur instan, yakni buat dulu baru menikah.
"Itu konsekuensi dari perbuatan mereka. Lagi pula Charlie masih sangat muda, biarkan dia belajar dari bawah, supaya nanti saat dia memimpin perusahaan dia bisa menjadi pemimpin yang bijak dalam mengambil segala keputusan!" balas Tuan Tares yang tak pernah pilih kasih terhadap kedua putranya. Dia hanya mendidik sesuai usia masing-masing. Toh, nanti Charlie akan mendapat bagiannya tersendiri.
Sandra tak bisa menimpali ucapan suaminya. Karena putra bungsunya itu memang belum terlalu piawai dalam mengelola perusahaan. Jadi, mana mungkin bisa langsung setara dengan Ruben.
*
*
*
Sejak sore itu Sheana tidak keluar dari kamarnya sama sekali. Makan dan minum semua disediakan oleh Batari yang merupakan kepala pelayan di rumah itu.
Sheana tak bisa memprotes, karena yang ada hukuman dia akan semakin bertambah. Sekarang Sheana telah menanamkan sikap patuh, supaya bisa menyenangkan hati Ruben, siapa tahu dengan begitu Ruben bisa sedikit berbaik hati padanya.
"Nyonya, setelah sarapan Anda diminta untuk bersiap-siap. Karena supir akan mengantar Anda ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Tuan Ruben dan Nyonya Felicia akan menunggu di sana," ujar Batari setelah mengantar sarapan ke kamar Sheana. Dia menyampaikan pesan yang baru saja Ruben kirim padanya.
Sheana langsung mengangguk paham.
"Iya, Bi, terimakasih ya," jawabnya segera turun dari ranjang. Dia akan menikmati sarapan di sofa sambil menikmati pemandangan pagi yang terlihat dari jendela kamarnya.
Tak butuh waktu lama Sheana sudah tampak rapih. Dia keluar dan menuju mobil yang sudah disiapkan. Namun, sebelum masuk ke kendaraan roda empat itu, dia sempat beradu pandang dengan Luan yang ada di pos security, dan Sheana langsung memutusnya lebih dulu.
Luan mengangkat tangannya begitu mobil yang membawa Sheana melewati gerbang. Bibirnya tersenyum tipis, tapi otaknya berpikir bagaimana caranya untuk bisa berada di sisi wanita itu lebih lama.
"Apa aku harus jadi supir ya?" gumam Luan.
****
jadi ketagihan sma yg baru kan .... wah ternyata