Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 10
“Serius motornya buat Saka, Ma?!” Saka tidak percaya saat pulang sudah disambut Aryani dengan sebuah sepeda motor asing di depan rumah, sedang motor ibunya terparkir di sisi lain.
“Iya!” jawab Aryani dengan ekspresi seperti biasa, ketus namun tidak menjengkelkan, di mata Saka.
“Waaa!” Senyuman Saka mengembang lebar. “Makasih, Mamaku Sayang!" Aryani dipeluknya, mengecup pipi wanita itu dengan kegirangan berlipat. “Akhirnya Saka gak perlu ngetem angkot lagi pulang sekolah.”
Wajah Aryani yang ketus meluruh. Sudut bibirnya melebar sedikit. Diusapnya kepala Saka dari posisi anak itu masih memeluknya. “Kamu udah gede. Temen-temen kamu pasti semua bawa motor. Mama gak mau anak Mama beda sendiri.” Bayangan bagaimana sesaknya parkiran di sekolah Saka oleh kendaraan membuat hati Aryani mencelus. Sebagai ibu, tentu saja itu adalah PR.
Saka mengetatkan pelukannya. “Makasih, Ma. Saka janji gak akan ugal-ugalan.”
“Bukan cuma gak boleh ugal-ugalan!” sambar Aryani, pelukan dilerai olehnya. “Jangan langgar peraturan lalu lintas, jangan lupa bawa kartu pelajar, kamu belum ada SIM, harus hati-hati biar gak dicomot di jalan.”
“Siap!” Saka berlaga hormat. “Saka lewat jalan belakang aja. Gak akan ketemu tukang tilang! Dijamin aman!”
“Terserah, pokoknya jaga baek-baek ni kendaraan. Susah-susah Mama nyarinya!”
“Janji!”
Aryani mendelik, kemudian berlalu. Tapi itu hanya di depan Saka.
Dia tidak boleh memperlihatkan sisi lemah sebagai ibu yang begitu mencintai buah hatinya.
Wajah Saka yang senang karena mendapat motor tak lantas membuat hatinya puas.
“Cuma motor bekas, dia segirang itu." Setitik air mata jatuh langsung diusap. “Maafin Mama, Saka. Mama janji bakal usaha lebih keras buat bahagiain kamu. Nanti kita beli motor baru yang lebih bagus.”
...----------------...
Esok hari.
Wajah Saka beda ceria. Jalanan pagi melewati rumah-rumah padat penduduk dibelah roda motor seken yang dikendarainya dengan kecepatan ringan.
Headset terpasang di kedua telinga. 'Tentang Cinta', tajuk lagu milik Ipang Lazuardi mengalun merdu di pendengaran.
“Ini pasti gegara gua kenalan sama Gendhis kemaren. Hokinya jadi laen,” gumamnya, cengar-cengir sendiri mengingat senyuman Gendhis yang manisnya habis sendiri. “Ah, kudu gua ajak ketemuan lagi nih.”
Dia pun merasa lucu, tiba-tiba tertarik pada seorang gadis, padahal banyak cewek yang dia tolak saat dulu masih sekolah di Depok.
Lupakan itu, bahas nanti lagi.
Tak lama motor Saka pun sampai di gerbang sekolah.
“Pagi, Pak!”
Satpam gerbang diberinya lagak hormat ala aparat.
“Pagi, Saka!”
Anak itu sudah dikenal. Gaulnya tidak memandang usia. Satpam pun sering diajak ngobrol, membicarakan pancingan belut atau sekedar membahas kelakuan murid-murid random milik Arjuna Palas.
“Tumben gak dianterin Mama?” tanya Satpam bernama Pak Muis Jauhari itu.
“Kasian Mama, Pak. Kejar-kejaran sama waktu kerjanya,” jawab Saka.
“Ohh. Bagus itu.”
“Saya ke parkiran ya, Pak. Jangan lupa ngopi biar matanya belo!"
“Bedul!”
“Hahaha! Kidding, Pak.”
Sipit mata Pak Muis emang gak kaleng-kaleng. Senyum dikit langsung merem.
Sampai di kelas, Saka merasakan aura gelap menguar di sekitaran.
Seraya mengamati setiap gelagat, dia berjalan santai ke arah ke bangku miliknya yang Ibrahim pun sudah ada di sana.
Namun sebelum sampai, Andi Wiguna menjegal cepat di tepi meja guru, berdiri tepat di hadapan Saka.
“Jam istirahat, gua tunggu di belakang sekolah. Kalo lu gak dateng ....” Mata Andi melirik ke arah Ibrahim. “Dia gak akan pernah lu liat lagi, di sekolah ini ... atau di mana pun.” Kemudian melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Saka.
Suara Andi yang sangat pelan membuat penasaran semua orang termasuk Ibrahim yang menatap dengan kekhawatiran.
Kini mereka mengamati eskpresi Saka sebagai tanggapan.
Sekian detik Saka menatap gerak Andi hingga anak itu berakhir duduk di bangku paling belakang seperti biasa, lalu meneruskan langkah.
“Apa katanya?” desis tanya Ibrahim saat Saka sudah duduk di sebelahnya, tanpa mendekatkan mulut ke telinga teman sebangkunya itu.
“Cuma makian kecil,” jawab Saka, ringan sambil senyum sekilas.
Tatapan Ibrahim skeptis, tapi tak mengatakan apa pun lagi. Semacam Saka, anak berkepribadian tenang yang apa pun tak pernah dianggap beban meski dalam posisi tercekik, tidak perlu ada yang dirisau, bukan?
Ya! Ibrahim meyakinkan diri.
Dua mata pelajaran berlalu damai untuk sebagian anak termasuk Saka Aksara dan si pendiam Ibrahim.
Tapi tidak bagi Andi Wiguna, matanya yang tajam berulang kali menyorot Saka dengan aroma geram yang sepertinya sudah berkumpul di ubun-ubun.
Bel jam istirahat berbunyi juga. Semua anak berhambur lekas ke luar kelas untuk menikmati kebebasan singkat sebelum pelajaran dimulai kembali.
Saat Saka sibuk merapikan buku-bukunya, ponsel di dalam tas bergetar. Segera diresponnya dengan mengambil lalu membaca isian yang ternyata sebuah pesan singkat dari nomor tidak dikenal.
👽; 𝙶𝚊𝚔 𝚞𝚜𝚊𝚑 𝚜𝚘𝚔 𝚐𝚊𝚔 𝚙𝚎𝚍𝚞𝚕𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚞 𝚙𝚞𝚛𝚊2 𝙶𝚘𝚋𝚕𝚘𝚔. 𝚐𝚊𝚔 𝚍𝚊𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚐𝚞𝚊 𝚊𝚗𝚌𝚞𝚛𝚒𝚗 𝚖𝚘𝚝𝚘𝚛 𝚛𝚘𝚗𝚐𝚜𝚘𝚔 𝚕𝚞!
Mata Saka melebar, sontak menoleh ke arah bangku milik Andi Wiguna.
Anak itu sudah keluar, lengkap hilang bersama para anteknya. Baru muncul sehari sudah bertingkah anak-anak itu, pikir dongkol Saka.
“Shit! Dari mana dia tau nomor hp gua?!” Tapi poin krusial-nya bukan itu, melainkan .... “Motor gua!” Gegas dia berdiri. “Baru juga sehari gua pake!” Ponsel dimasukkan lagi ke dalam tas bagian dalam. “Titip, Im!”
Ibrahim terkejut.
“Lu mau kemana?!”
“Ada urusan!” Suara jawaban Saka di jarak berangsur jauh.
“Kemana sih dia?” gumam Ibrahim, lalu merapikan tasnya Saka yang masih berantakan itu. “Nyapu halaman juga gak perlu sesemangat itu, 'kan?” Sampai .... “Kalajengking!”
...----------------...
Belakang sekolah itu bukan bagian rumah kosong yang menahan Ibrahim tempo lalu, rumah itu ada di sini lain.
Yang ini sebentuk lahan lapang milik sipil yang sepertinya akan dibangun rumah, terlihat dari tumpukan batu material dan besi yang terpisah di satu sudut. Sebuah pohon rambutan berdiri tinggi dengan buah jarang, kecil dan mentah namun daunnya lebat.
Saka sampai di sana dengan langkah cepatnya. Sejurus pandang menangkap Andi Wiguna yang sudah duduk di atas tumpukan batu bahan bangunan tadi. Di sisi kanan kiri ada dua pengawalnya seperti biasaーMoncos dan Piang. Beberapa lain menemani dan tersebar di beberapa titik.
Dilihat sekilas, kepercayaan diri mereka sudah pulih kembali.
“Secinta itu lu sama si Cupu!” celetuk Piang dengan senyum penuh ejekan, yang dimaksudnya Ibrahim si pendiam itu.
“Bukan si Cupu!” sanggah Moncos sambil mengunyah permen karet yang sudah keras. “Tapi motor barunya!”
“Oiya! Hahaha!" Piang tergelak, lalu merubah rautnya dalam sekejap menjadi penuh kernyitan. “Tapi yakin lu itu motor baru?”
“Kagak lah!”
Mereka semua tertawa lagi, kecuali Andi Wiguna yang sepertinya memikirkan yang lebih penting dibanding ocehan teman-temannya.
Saka memerhatikan mereka dengan raut datar. Kemudian, sejurus tanya ditujukan untuk Andi Wiguna, “Jadi tujuan lu panggil gua kemari apa? Bukan buat suru makan batu sama besi, kan?”
Semua tergelak, kecuali satu. Andi tersenyum kecut lalu berdiri.
Tawa renyah teman-temannya langsung memudar.
“Show time ...,” desis salah satu anak buah Andi. Tampangnya anak les, manja dan bersih. Tapi entah malah rela jadi berandal mengikuti geng yang konyol itu.
Saka dan Andi sudah berdiri hadap-hadapan.
“Demi harga diri gua sebagai ketua Kalajengking ... gua mau kita duel,” ungkap Andi. “Kemaren lu udah abisin hajar anak buah gua. Sekarang gua pengen liat apa lu bisa ngalahin gua?”
“Yeah!” Piang dan Moncos adu tos telapak tangan.
“Abisin dia, Aw!”
Sebentar Saka beraut datar menatap wajah anak sebaya di hadapannya itu, lalu bertanya, “Lu yakin mau lawan gua?”
Senyum di wajah Andi lenyap dalam sekejap. “Maksud lu apa, Set?! Lu remehin gua?!”
“Bukannya kemaren pas gua hajar anak-anak buah lu di kelas, lu malah kabur ke pojok kek orang bego?”
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏