Rere seorang Gadis yang berasal dari keluarga Sederhana dan cukup tapi takdir berpihak kepadanya, dia Yang anak kandung diperlakukan seolah dirinya orang lain, sedangkan orang yang seharusnya tidak menggantikan tempatnya menjadi kesayangan semua keluarganya.
Bagaimanakah kisah hidupnya, akankah dia mendapatkan kebahagian yang dia cari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
Bu Lastri termenung duduk di teras rumah sendirian, hari sudah gelap gulita tapi tak menyurutkan lamunannya tentang anak kandung yang tak pernah dia anggap selama ini padahal Rere selalu bersikap baik padanya bahkan tak pernah perhitungan.
tidak pernah membantahnya dan selalu siap membantunya dalam hal apapun termasuk urusan mengurus rumah tanpa disuruh tapi
tidak pernah ada kasih sayang seperti Marsya yang dia dapatkan
"Aku yang membuat semua ini seperti ini, andai aku bisa mengulang waktu, aku akan bersikap adil agar anak-anak mencontoh ku dan bisa menyayangi Rere". Ucapnya dalam hati.
Dia berusaha terlihat baik-baik saja, tapi biar bagaimanapun dia seorang ibu, dia berusaha menepis rasa sayang pada sang anak selama ini agar anaknya menjadi anak yang kuat entah apa yang dia pikul selama ini sampai tak ada yang tahu isi hatinya dan alasan kenapa dia melakukan ini.
Aska yang baru turun dari kamarnya menuju dapur pun melihat ibunya duduk termenung di teras taman rumah mereka, entah apa yang dipikirkan sang ibu sampai melamun seperti itu.
"Ibu kenapa yah??, kenapa dia duduk disana tengah malam begini??, nanti dia sakit". Aska menghampiri sang ibu yang sedang asyik termenung dengan pemikirannya sendiri.
"Ada apa bu??, kok ibu duduk disini??, ini sudah malam". Aska mendekati sang ibu kemudian duduk di samping nya.
Bu Lastri tersentak kaget dan menoleh pada sang anak begitu mendengar perkataannya. Dia tidak sadar jika sang anak sudah berada di sebelahnya.
"Tidak apa-apa nak, ibu hanya ingin duduk disini, mengistirahatkan sejenak pikiran ibu ". Bu Lastri mengulas senyum sendu pada sang anak.
Anak lelakinya yang satu ini memang sangat perhatian padanya sama seperti Rere tapi mungkin Rere sudah menyerah padanya makanya dia memilih pergi dari sini.
"Maaf bu, apa ibu kepikiran atas sikapku tadi??, jika iya maafkan aku yah bu, aku tidak bermaksud membuat ibu khawatir". Aska mengelus pundak sang ibu dengan sayang.
Dia tidak mau jika ibunya sakit karena memikirkan dirinya yang tiba-tiba berprilaku seperti itu apalagi dia memang marah dan setengah mengamuk tadi sampai memarahi ibunya.
"Tidak apa-apa nak, ibu berusaha mengerti, mungkin kamu lagi capek aja dan tidak tega melihat ibu mengerjakan semuanya sendiri, makanya marah seperti itu". Bu Lastri memegang tangan anaknya untuk menenangkan.
Dia tidak mau anaknya kembali emosi karena mengingat dirinya yang lelah dalam melakukan pekerjaan rumah tanpa ada yang membantunya padahal dia sudah tua.
"Aku hanya tidak habis pikir dengan tingkah Marsya bu, dulu ada Rere yang bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah dan membantu ibu walau dia bekerja, jadi ibu hanya fokus memasak, apa salahnya dia membantu ibu, toh dia juga tidak bekerja". Aska menghela nafas mengingat bagaimana wajah ibunya tadi.
Dia kasihan kepada ibunya karena sudah tua dan harus mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri padahal ada anak perempuan dirumah menganggur. Andai ada Rere dia tidak akan marah dan khawatir seperti tadi.
"Iya nak, jangan paksa Marsya melakukannya, selama ini dia memang tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah seperti Rere, itu sebabnya dia tidak tahu apapun tentang pekerjaan rumah, jadi wajar jika seperti itu". Bu Lastri berusaha membela Marsya padahal dia tahu jika itu adalah salah.
Biar bagaimanapun dia menyayangi Marsya juga seperti anaknya sampai melupakan Rere.
"Tapi bu, dia harusnya belajar, dia itu perempuan, kelak dia menikah, bagaimana cara dia mengurus anak dan suaminya, jika seperti itu, kita akan disalahkan karena tak bisa mengajari anak perempuan dirumah ini". Aska menatap sang ibu dengan kesal karena selalu membela Marsya.
Padahal jelas-jelas Marsya itu harus bisa melakukan pekerjaan rumah karena biar bagaimanapun dia seorang perempuan dan ibunya selalu membelanya tanpa tahu jika perbuatannya membuat marsya menjadi orang yang tidak bisa apa-apa.
"Iya nak, kita ajari dia pelan-pelan, apalagi dia akan bekerja katanya, dia mengusulkan kita mengambil pembantu agar ibu hanya memasak dan mengerjakan pekerjaan ringan saja". Bu Lastri menatap sang anak tertuanya itu dengan sendu.
"Pembantu bu?? ". Aska menatap ibunya dengan tidak percaya.
Apa ibunya itu tidak berpikir jika mereka mengambil pembantu itu artinya uang belanja akan dipangkas, mereka semua akan menikah, jika ibunya mengambil pembantu, darimana dia akan membayarnya.
"Iya nak, katanya Marsya akan bekerja mulai besok di bank, jadi dia ingin kita semua patungan membayar pembantu, karena pekerjaannya pasti sangat sibuk, itu sebabnya dia tidak akan bisa membantu ibu, dia kasihan jika ibu sendiri bekerja". Bu Lastri berusaha membuat Marsya kembali menjadi kesayangan keluarga .
"Tapi bu, Rere juga bekerja, tapi selalu menyempatkan diri membantu ibu, ibu yakin jika nanti kami patungan masalah pembantu itu, apa tidak akan mengurangi jatah bulanan ibu?? ".
Bu Lastri menghela nafas, dulu Rere selalu memberi bantuan setengah gajinya yang sangat lumayan, dia bahkan bisa berbelanja dan masak makanan enak setiap hari, tapi kini Rere sudah tidak ada dan otomatis jatah bulanan itu sangat kurang apalagi jika ditambah pembantu.
"Ibu tidak tahu nak, dulu jatah bulanan dari Rere yang ibu pegang sangat lumayan nak, gaji Rere setengahnya selalu dikasih ke ibu tapi bagaimana dengan bulanan itu apalagi kita akan bayar pembantu". Bu Lastri menghela nafasnya kasar baru menyadari jika selama ini Rere menopang besar di keluarganya.
Dia baru menyadari saat ini, Hari ini adalah gajian Rere dan dia tidak mendapatkan jatah bulanannya, dia ingin menelpon sang anak tapi dia malu.
"Nanti telpon Rere bu, sapa tau dia masih mau mengirimkan bulanan untuk ibu seperti biasa, biar bagaimanapun dia juga anak ibu". Ucap Aska dengan gamang dan tidak yakin.
Dia tahu adiknya itu memutuskan keluar dari rumah dan akan memutuskan tidak perduli kepada keluarga, tapi baginya dia tidak peduli yang penting adiknya harus tetap menopang keluarga karena sempat dibiayai oleh orangtuanya.
"Iya nak, nanti itu tanya dia, dia harus tetap memberikan ibu jatah bulanan itu, dia masih anak dari keluarga ini, dia harus tetap berbakti pada ibu". Sungut Bu Lastri dengan kesal.
Dia seakan lupa bagaimana perlakuannya pada sang anak, baginya anak-anak itu harus berbakti pada orangtua yang telah membesarkan mereka tanpa mereka peduli perasaan Rere.
Mereka saling memandang seakan berusaha mencari jalan tengah agar Rere masih tetap membantu keuangan keluarga. Gaya hidup mereka memang cukup boros, mereka bahkan sangat mengutamakan makanan yang enak setiap hari terutama Bu lastri yang hobby mengoleksi perhiasan.
"Bu aku ingin menikah, bagaimana menurut ibu?? ". Tanya Aska dengan pelan.