CAMARADERIE : Alesha & Airlangga

"Siang nanti, tunggu mama di sekolah kalian. Mama mau minta tolong ditemani untuk belanja bulanan. Bisa?" tanya Ara kepada ketiga anaknya.

"Bisa, mama." jawab ketiganya dengan serentak.

"Kak, rambutnya mau dikepang gak?" Ara menawarkan.

"Nggak, ma. Hari ini mau diikat ekor kuda saja. Ada jam olahraga juga soalnya." jawab Ale.

Setelah usai sarapan, Ale dan kedua adiknya berjalan ke gapura batalyon. Sebenarnya Altair sudah menawarkan ketiga anaknya agar diantar jemput saja dan meminta tolong kepada ajudan Altair, namun ketiganya kompak menolak. Lagian transportasi disini sangat lancar jika dibandingkan dengan di kota Eagle kemarin.

"Kakak duluan yah. Bye-bye" pamit Ale saat angkot yang ia naiki sudah berhenti di halte depan sekolahnya.

"Hati-hati kak." pesan Aldric.

Ale mengangguk. Ia menunggu hingga angkot yang ditumpangi kedua adiknya kembali melaju.

"Aleee!" Liona baru turun dari mobil.

Ale tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Kok kemarin gak masuk? Kamu gak sakit kan? Aku kirim pesan tapi kamu gak balas." tanya Liona beruntun.

"Aku baik-baik saja, Na. Jangan khawatir okay?"

"Habisnya kamu juga gak ngabarin sih. Salwa juga cari-cari kamu, teman-teman yang lain juga pada khawatir."

"Maafkan temanmu ini yah." ringis Ale.

Tiba di kelas, Ale diserang banyak pertanyaan.

"Aku gak masuk, karena mesti lihat papa berangkat tugas. Aku paling gak bisa gak lihat papa pergi, apalagi dalam waktu yang lama. Sejak dulu sih, jadi kalau papa mau berangkat tugas, aku pasti absen sekolah." Ale menjelaskan dengan penuh kelembutan.

"Gue kira lo masih galau." ujar Wana.

"Jangan deh, Le. Cowok kayak dia bikin lo galau? Yang benar aja-" ucapan Johan berhenti, lalu....

"RUGI DONG!" kompak yang lain.

Ale terkekeh mendengar seruan teman-temannya.

"Siap-siap, ganti baju sana. Hari ini kita olahraga bareng kelas 12 IPA 4." Gema mengumumkan.

"Serius?" tanya Wana.

"Iya. Karena salah satu guru olahraga kita ada yang melanjutkan studinya, makanya pak Jalaluddin merangkap sebagian kelas 3 dan roster mereka juga ikut diubah. Syukur syukur bukan jadwal mata pelajaran kita yang berubah." Jawab Gema, ia bahkan menjelaskan dengan sangat rinci.

"Eh, lo nggak apa-apa kan Le? Jangan sedih lah, nanti gue dan yang lain pasang badan." Abi rupanya cukup peka terhadap perubahan ekspresi Ale.

Semua mata kini memandang Ale.

"Santai lah. Kenapa juga mesti gak apa-apa? Ada kalian kan?" Ale menaik turunkan alisnya.

"Aman shay"

"Siap bestie"

Ale berjalan bersama teman-temannya menuju lapangan voli, dimana pak Jalaluddin berada dan beberapa anak kelas 12 IPA 4.

"Wuih, datangnya lama, tapi sekalinya datang langsung satu kelas." ucap Aidil. Ia terpana melihat kekompakan juniornya.

Ucapan Aidil tadi hanya ditanggapi dengan senyuman sebagai bentuk formalitas oleh teman-teman Ale.

"Le, kakak ganteng lo bentar lagi datang. Udah nyiapin makanannya belom?" tanya Dadang.

"Wah, nggak kak" jawab Ale singkat.

"Tumben lo? Apa karena hal kemarin yah?" tanya Randi.

"Gak sih kak. Udah capek main-main akunya, udah gak gabut lagi." ungkap Ale.

"Wah, teman gue cuma dijadikan bahan penghilang gabut aja? Dasar lo, Le." ujar Aidil.

Teman-teman Ale sebisa mungkin menahan tawa mereka mendengar ungkapan polos Ale. Bisa-bisanya bocil itu membalikkan keadaan dengan mulutnya.

Berselang beberapa menit kemudian, anggota kelas IPA 4 juga sudah lengkap.

"Pekan lalu bapak berjanji untuk mengadakan pengambilan nilai hari ini ke kelas 10 A, tapi sepertinya akan cukup sulit, menghitung hari ini ada dua kelas yang bapak ajarkan sekaligus. Namun karena sudah berjanji dan guru yang bapak gantikan juga menyerahkan kelasnya kepada bapak, jadi sekalian saja kita pengambilan nilai. Kelas IPA 4 materinya sudah sampai voli kan?" tanya pak Jalaluddin.

"Iya, pak. Kebetulan rencananya hari ini juga akan diadakan pengambilan nilai untuk materi voli." jawab Dadang.

"Wah, bagus. Jadi, bapak akan menggunakan sistem saling percaya kepada teman kelas. Kalian akan diberikan waktu 10 menit untuk diskusi dan menunjuk 8 orang teman yang kalian percayai untuk bermain voli. Tim yang menang akan mendapatkan nilai 90 sementara yang kalah akan diberikan nilai 85 ."

Dua kelas itu sibuk berdiskusi, nilai mereka bergantung pada usaha teman yang mereka percayai.

"Jangan tegang. Ini hanya permainan biasa, angka 85 sudah sangat baik. Janji yah, kita gak akan saling menuntut? Cukup berikan dukungan kepada teman-teman yang akan berjuang. Sepakat?" Johan memberikan siraman rohani kepada teman kelasnya.

"SEPAKAT!" seru yang lain.

Yang main pertama adalah regu laki-laki. Ale duduk dipinggir lapangan bersama teman-teman kelasnya yang lain, sesekali bertepuk tangan dan juga berteriak.

Set pertama dimenangkan oleh kelas 12 IPA 4, sementara set kedua dimenangkan oleh kelas Ale.

"Santai lah." ucap Gema saat mereka diberikan waktu untuk istirahat selama 2 menit

"Iya" ujar yang lain.

Pada akhirnya, set ketiga dimenangkan oleh kelas Ale.

"YEAYY!" seru Ale dan teman-temannya.

"Sekarang giliran kalian. Yang main dibelakang siapa?" tanya Abi.

"Aku" jawab Ale.

"Okay. Kalau ada yang kelelahan, bilang yah." pesan Johan kepada teman perempuannya yang akan memasuki lapangan.

"SEMANGAT! SEMANGAT!" Ale mengajak teman-temannya yang lain untuk bersorak-sorai.

"Gak yakin bakalan menang, soalnya kak Nadya dan kak Sinta tuh atlet sekolah." ucap salah satu teman kelas Ale.

"Kan gak mesti menang, yang penting sudah berusaha " Ale menimpali. Ia bisa melihat jika Nadya dan Sinta memang sangat pandai bermain voli.

Bruuk!

"Wanaaa" Ale berlari memasuki lapangan dan memeriksa temannya yang terjatuh karena tidak bisa menahan bola lawan.

"Masih bisa main?" tanya Gema.

"Sepertinya gak bisa. Le, tolong gantiin gue."

Ale mengangguk. Namun sebelum itu, ia membantu Wana keluar dari lapangan.

Set pertama tadi kelas Ale kalah. Di set kedua pun, poinnya berada di bawah.

"15-8"

Kelas lawan lalu service, yang bisa ditahan baik oleh Ale. Hingga perlawanan terus dilakukan oleh kelas Ale hingga berhasil memenangkan set ke dua.

"Le, tangan lo baik-baik aja kan? Gue lihat smash nya kak Nadya gak main-main." tanya Johan.

"Aman, Jo." jawab Ale.

"Iya, sejak lo masuk, lo selalu jadi sasaran mereka." khawatir yang lain.

"Bisa kok ini." Ale tersenyum menenangkan.

Set terakhir kembali dimulai.

"Keren gila cara mainnya Ale" ucap Randi.

"Cara mukul bolanya kayak gak ada tenaga, tapi Sinta terlihat kewalahan." ujar Dadang.

Papan skor sudah menunjukkan angka 23-14, kelas Ale yang memimpin.

Bruk!

Gantian Nadya yang terjengkang ke belakang karena tidak bisa menahan bola hasil smash Ale.

"HIYAAA!" teman-teman kelas Ale memasuki lapangan dan bersorak senang, mereka bahkan lompat-lompat.