NovelToon NovelToon
Langit Bumi

Langit Bumi

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Perubahan Hidup / Identitas Tersembunyi
Popularitas:488k
Nilai: 4.7
Nama Author: Abil Rahma

Hafidz tak pernah menyangka jika dirinya ternyata tak terlahir dari rahim ibu yang selama ini mengasuhnya. Dia hanya bayi yang ditemukan di semak dan di selamatkan oleh sepasang suami istri yang dia kira orang tua kandungnya, membuatnya syok dengan kenyataan itu.

Sebenarnya dia tak ingin mengetahui siapa orang tua kandungnya, karena dia merasa sudah bahagia hidup bersama orang tua angkatnya saat ini, tapi desakan sang Ibu membuatnya mencari keberadaan keluarga kandungnya.

Mampukah dia menemukan keluarganya?
Bagaimana saat dia tahu jika ternyata keluarganya adalah orang terkaya di ibu kota? Apakah dia berbangga hati atau justru menghindari keluarga tersebut?


"Perbedaan kita terlalu jauh bagikan langit dan bumi," Muhammad Hafidz.


"Maafin gue, gue sebenarnya juga sakit mengatakan itu. Tapi enggak ada pilihan lain, supaya Lo jauhin gue dan enggak peduli sama gue lagi," Sagita Atmawijaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9

Hafidz mencoba menormalkan detak jantungnya, dia bersikap seolah tak mengetahui dua gadis itu. "Iya, ada apa ya?" tanyanya.

"Emm, enggak, cuma penasaran aja. Kata Pak Budi, kamu mirip sama temanku, ternyata benar," ucap Karin tanpa basa-basi.

Sedangkan Gita memilih untuk diam, bahkan tak berani menatap Hafidz. Memilih menatap hal lain disekelilingnya.

"Mungkin kalian jodoh," ucapan Karin membuat dua orang yang sejak tadi terdiam itu menatap kearahnya dengan tatapan berbeda.

Gita langsung menarik tangan Karin menjauh dari Hafidz, cukup malu dengan ucapan sahabatnya itu. Apalagi mereka belum saling mengenal bahkan baru pertama kali bertemu.

"Lo apaan sih!" protes Gita.

"Beneran mirip banget sama Lo Git, kaya pinang dibelah dua, cuma bedanya dia ada tahilalat di dagunya, kalo Lo enggak ada," sedetail itu Karin memperhatikan wajah Hafidz.

Gita menganga tak percaya dengan ucapan sahabatnya, bisa-bisanya dia benar-benar memperhatikan wajah Hafidz, pantas saja dia tadi sempat melihat jika Hafidz terlihat gugup saat berbicara.

"Jangan-jangan dia kembaran Lo lagi, bisa jadi, kan?" tebak Karin.

"Ngaco, kembaran gue udah enggak ada. Dia udah tenang di sana," sangkal Gita, meskipun dia sedikit percaya dengan ucapan Karin, tapi apa mungkin dia memiliki dua kembaran? Lalu kenapa mereka berpisah? Ah, mustahil.

"Siapa tahu aslinya kalian kembar tiga," ucap Karin sama persis seperti yang ada dalam pikirannya.

"Coba kita cari aja profilnya. Gue penasaran," ternyata Karin sama penasarannya dengan Gita.

"Buat apa?" tanya Gita.

"Buat buktiin omongan gue," jawab Karin.

Gita hanya bisa menghela nafas, dia tak mau berfikiran yang tidak-tidak, terutama tentang ucapan Karin tadi. Karena selama delapan belas tahun hidup, yang dia tahu jika saudara kembarnya sudah meninggal.

"Ck, gue jadi kangen Gifa, setelah ini kita mampir ke makam ya," entah kenapa dia ingin sekali mendatangi makam saudara kembarnya yang sudah lama tak dia kunjungi.

"Siap!"

Tanpa sepengetahuan keduanya, sejak tadi Hafidz mengikuti dua gadis itu. Dia penasaran ingin mengetahui seperti apa Sagita yang dia yakini sebagai saudara kembarnya. Dia juga berfikiran sama seperti Karin, mungkin mereka kembar tiga dan yang satu meninggal, tapi apa mungkin? Entahlah.

"Ndra, Lo sibuk enggak?" Hafidz langsung menelfon Indra, dia ingin mengikuti dua gadis itu ke makam, karena tak memiliki kendaraan sendiri, dia pun memutuskan untuk meminta bantuan Indra.

"Gue mau ngikutin dia ke makam yang kemarin gue ceritain, gue mau minta tolong Lo--" belum juga dia menyelesaikan ucapannya, Indra sudah menyetujui permintaanya itu.

Kini mereka berdua benar-benar mengikuti kemana mobil Sagita melaju. Dan untuk pertama kalinya Hafidz memilih bolos kuliah di jam terakhir, tentu saja bersama Indra. Menurutnya kali ini adalah kesempatan yang langka, tak mungkin ada kesempatan kedua lagi.

"Pinjem jaketnya Ndra, mereka udah tahu gue pake baju ini," ucap Hafidz. Keduanya kini sudah sampai di pemakaman.

Indra menyerahkan jaket kulit miliknya pada Hafidz. Kedua pemuda itu terus mengikuti Sagita dan Karin yang sudah memasuki pemakaman. Tak lupa mengenakan masker dan juga topi, berharap dia gadis itu tak mengenalinya.

Ternyata dua gadis itu tak begitu lama berada di makam, hanya beberapa menit saja, setelah itu keduanya pergi. Kini giliran Hafidz dan Indra yang mendekati makam tersebut.

Hafidz menatap makam itu penuh arti, entah apa yang ada dalam pikirannya. Tak lama dia pun mendoakan seseorang yang ada di dalam sana, entah itu saudaranya atau bukan. Hanya butuh beberapa menit saja, dan selanjutnya mereka memilih pergi meninggalkan makam tersebut.

"Bisa jadi kalian aslinya kembar tiga," celetuk Indra tiba-tiba, membuat Hafidz terpaksa menghentikan langkahnya.

Hafidz menghela nafas sebelum akhirnya berbicara, "Sempat berfikir seperti itu juga, tapi entahlah Ndra, bisa jadi aku memang bukan kembarannya, hanya kebetulan saja," ucapnya pesimis.

Hafidz tak mengharapkan lebih selain bisa menemukan orang tua kandungnya. Dia juga tak berobsesi untuk menjadi keluarga sultan itu. Justru dia berharap jika keluarga Atmawijaya bukanlah keluarga kandungnya.

"Mereka masih di sini Fidz." Indra menghentikan langkahnya saat mengetahui kedua gadis itu masih di samping mobilnya, entah sedang apa.

"Kayak terjadi sesuatu, kita samperin apa enggak?" tanya Indra.

Hafidz terdiam, dia juga bingung harus berbuat apa. Jika mendekat takut ketahuan kalau mereka mengikuti dua gadis itu, tapi kalau tidak mendekat bisa jadi mereka akan lama disana.

"Tunggulah, nanti dia curiga lagi," usul Hafidz.

Indra pun menurut, mereka memilih duduk di tepi jalan yang ada di tengah makam, sambil sesekali melihat ke arah dua gadis itu. Lima menit berlalu, terlihat dua gadis itu masih mondar-mandir sambil menghubungi seseorang, mungkin benar mobilnya bermasalah. Hafidz kembali fokus ke ponselnya, setelah memastikan mereka belum juga pergi. Tapi teriakan seseorang membuatnya reflek melihat ke arah dua gadis itu.

"Tolong!" teriak Gita dengan suara tercekat.

Hafidz langsung berlari ke arah mereka di ikuti oleh Indra, saat melihat dua preman mengganggu mereka. Jika kalian membayangkan dua preman itu bertubuh tinggi dan perut buncit, kalian salah. Karena preman itu bertubuh kurus, bahkan tingginya hanya sekitar seratus enam puluh centimeter, bahkan mereka berdua terlihat masih remaja.

"Lepaskan mereka, atau kami akan teriak!" ancam Hafidz saat sudah berada dihadapan preman itu.

"Sial! Lo bilang mereka cuma berdua, ternyata punya bodyguard," celetuk salah satu preman yang tadi berusaha merebut ponsel Gita.

Indra memincingkan matanya saat mendengar ucapan preman tersebut. Dia meneliti penampilannya sendiri dan juga Hafidz. Tak seperti bodyguard yang mereka bilang, bahkan keduanya terlihat lebih keren.

"Enak aja bodyguard, keren gini dibilang bodyguard. Enggak terima gue!" seru Indra.

Sudah bagus mereka dibilang bodyguard, supaya dua preman itu kabur. Eh, malah Indra tak terima, alhasil dua preman itu menyerang Hafidz dan Indra. Terjadilah aksi tonjok menonjok yang tentu saja dimenangkan oleh dua pemuda yang tadi dibilang bodyguard itu. Kemenangan mereka bukan karena mereka hebat, tapi karena banyak warga yang datang dan membuat dua preman itu kabur.

"Kalian enggak apa-apa?" tanya Hafidz pada dua gadis itu. Padahal dirinya terlihat lebih parah dari dua gadis itu yang sama sekali tak ada yang terluka.

"Ck, harusnya yang Lo tanya itu gue Fidz. Mereka mah bersih, enggak ada yang luka. Nah gue, muka gue pasti ancur, gantengnya ilang," entah becanda atau serius, tapi ucapan Indra itu membuat Hafidz geleng kepala dan dua gadis itu tersenyum.

"Makasih udah nolongin kita, kalau enggak ada kalian barang-barang kita pasti habis dibawa mereka berdua," ucap Gita.

"Iya sama-sama, itu sudah kewajiban kita untuk saling menolong," sambung Hafidz.

Dia bersyukur, membolos kuliah kali ini ternyata ada hikmahnya, karena dia bisa menyelamatkan saudara kembarnya, tapi tetap saja tak boleh ditiru atau di ulang kejadian membolos itu.

Hafidz dan Indra memutuskan untuk menunggu dua gadis itu dijemput, karena mereka bilang jika sudah menghubungi orang rumah untuk menipunya.

Selama menunggu mereka berempat menyelam dalam pikiran masing-masing, bahkan tak ada seorang pun yang berniat membuka pembicaraan. Sedangkan Hafidz, sedang menormalkan detak jantungnya yang sejak tadi berdetak tak menentu. Ternyata bukan hanya saat jatuh cinta saja jantung kita berdetak lebih cepat, seperti saat ini yang dirasakan Hafidz, dia tak sedang jatuh cinta, tapi jantungnya berdetak tak menentu karena merasa dekat dengan saudara yang selama delapan belas tahun tak dia ketahui.

"Papa!" seru Gita saat mengetahui jika Papanya yang datang.

Hafidz dengan cepat memasang maskernya, dia tak mau Papanya curiga. Padahal sebenarnya ingin sekali memeluk lelaki itu, tapi dia harus sabar sebelum semuanya terbukti.

"Terimakasih sudah menolong anak saya, kalian harus ke rumah sakit supaya lukanya di obati. Ini sedikit buat berobat ke rumah sakit." Renaldi Atmawijaya, itulah orang yang menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah ke hadapan Hafidz dan Indra.

"Terimakasih Pak, kami menolong putri anda ikhlas, lagian luka kami tidak seberapa dan tidak perlu dibawa ke rumah sakit," tolak Hafidz.

"Tapi--"

"Serius enggak apa-apa Om, kami ikhlas. Lagian mereka juga teman kuliah kami," kini Indra yang menolaknya dengan alasan seperti itu berharap Papanya Gita tak jadi memberi mereka uang.

"Terimakasih banyak kalau begitu, kalian mampir dulu ke rumah biar lukanya di obati," ucap Pak Renaldi.

Indra memandang Hafidz, tapi pemuda itu menggeleng.

"Terimakasih Pak, tidak perlu. Kami masih ada urusan setelah ini," ucap Indra beralasan.

"Baiklah, lain kali mampirlah ke rumah Gita, saya tunggu," ucap lelaki itu lalu berpamitan lebih dulu.

Setelah mereka pergi, Hafidz dan Indra pun memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut, hanya tinggal tiga lelaki yang sedang memperbaiki mobil Sagita.

Bersambung....

🍁🍁🍁

1
Reksa Nanta
sebenarnya ini sekolahnya Ziva atau Revan ?
Reksa Nanta
BUMN tidak menjual saham
Reksa Nanta
tunggu sampai Ziva dewasa
Reksa Nanta
KKN dan Praktek Kerja Lapangan itu dua hal yang berbeda.
Reksa Nanta
anak yang merundung anak lain kebanyakan adalah anak yang sering dirundung oleh orang tuanya sendiri.
Reksa Nanta
Adrian masih bebas berkeliaran padahal Sita sudah mendekam di penjara .
Reksa Nanta
apartemen atau kost elite ?
Reksa Nanta
sebenarnya nama sopir yang mengantar Sita membuang bayi itu namanya Karno atau Tio ?

karena di bab awal seingatku nama sopirnya Tio, dan setelah itu disuruh kerja ke Padang.
Reksa Nanta
bukankah pak Karno mau menikah dengan bik Atun ? kok sudah punya anak ?
Reksa Nanta
di rumah sakit jiwa sudah pasti ada psikolog yang menangani. tapi jika mamanya sudah hilang semangat, proses penyembuhan depresinya memang akan sulit
Reksa Nanta
si Renaldi pasti sekongkol dengan tantenya Hafidz.
Reksa Nanta
apa iya belum ada google translate ?
Reksa Nanta
ingin segera memastikan tapi selalu tarik ulur keadaan.
Reksa Nanta
putri seorang konglomerat dibiarkan membawa mobil sendiri tanpa pengawalan ? ini agak aneh.
Reksa Nanta
kenapa kamu Gita ?
Cesar Manuel Ris Costa
kakak atau kakek thor?
Reksa Nanta
biasanya kamar para pekerja ada di bagian belakang rumah utama.
Reksa Nanta
ternyata kembarannya perempuan to
Reksa Nanta
tinggal memikirkan biaya hidupnya. biaya hidup di ibukota tinggi.
Reksa Nanta
sebaiknya dicari. takutnya dia punya adik kandung perempuan lalu terjebak pernikahan sedarah.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!