NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikahi tentara / Duda / Cintapertama
Popularitas:20.3k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Setelah selesai menanyakan tentang Aresa, Jhonatan berpamitan dari rumah Alvino. Namun, rasa penasarannya tak juga surut. Sepanjang jalan pulang, pikirannya dipenuhi bayangan Aresa yang tertawa bersama seorang pria di tenda Lamongan.

Setibanya di rumah dinas, ia langsung menuju ruang kerjanya. Ia duduk di kursi, menatap layar ponselnya yang menampilkan foto Aresa—foto yang diam-diam ia ambil saat wanita itu berdiri dengan kesal di depan bengkel waktu itu.

“Kau sungguh sulit ditebak, Resa…” bisiknya pelan. “Siapa sebenarnya pria tadi? Kenapa kau bisa sedekat itu dengan mereka, tapi begitu kaku denganku?”

Belum sempat tenggelam lebih jauh dalam pikirannya, ponselnya berdering. Nama Jessica terpampang di layar.

“Halo, Kak,” jawabnya, nada suaranya kembali kaku.

“Nat, lusa kamu harus datang ke rumah,” suara Jessica terdengar tegas. “Jangan lagi beralasan sibuk. Kita makan siang keluarga.

Sudah lama banget nggak kumpul lengkap.”

“Aku akan usahakan, Kak,” jawab Jhonatan singkat.

“Usahakan itu artinya tidak datang,” sahut Jessica dengan nada setengah kesal. “Kali ini, datang. Jangan bikin aku marah, Jhonatan.”

“Baik, Kak. Aku janji,” jawab Jhonatan akhirnya, meski terdengar lesu.

Setelah menutup telepon, Jhonatan berdiri perlahan, lalu menuju kamar. Ia membersihkan diri, lalu berbaring di tempat tidur. Namun, matanya tak juga mau terpejam. Wajah Aresa terus muncul di benaknya—senyumnya, suaranya, bahkan cara marahnya. Hingga akhirnya, ia hanya bisa menghela napas panjang, pasrah pada kegelisahan yang menemaninya malam itu..

*****

Di sisi lain, Aresa sedang berkutat dengan pekerjaannya. Ponselnya berdering, menampilkan nama Alvino.

“Halo, Mas Vino?” sapa Aresa, terdengar sibuk.

“Res, Mas cuma mau tanya. Tadi kamu pergi sama siapa? Sama Arian?” tanya Alvino, berusaha santai.

“Iya, sama Mas Arian. Emangnya kenapa?” jawab Aresa curiga.

“Oh, nggak apa-apa. Tadi ada teman Mas yang lihat. Mas cuma memastikan aja,” ujar Alvino, sengaja tidak menyebut nama Jhonatan.

“Oh gitu ya, Mas. Maaf, aku lagi banyak kerjaan. Nanti kita ngobrol lagi ya.”

“Iya, iya. Maaf ganggu,” jawab Alvino cepat.

Aresa menutup telepon dan kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Malam berganti fajar, dan ia baru selesai menjelang subuh. Setelah menunaikan salat, ia memutuskan beristirahat sebentar, hingga tak sadar kelelahan menjemputnya tidur.

Beberapa jam kemudian, Aresa terbangun. Apartemen terasa sepi—mungkin Arian sudah berangkat ke kantor. Saat hendak bangun, tiba-tiba perutnya terasa nyeri luar biasa, seperti ditusuk-tusuk. Tubuhnya lemas, keringat dingin membasahi pelipisnya.

Dengan sisa tenaga, ia menyeret langkah ke kamar mandi dan muntah berulang kali. Tubuhnya menggigil hebat, air matanya menetes tanpa bisa ditahan. Setelah rasa mual mereda sedikit, ia kembali ke kamar, terengah-engah, lalu meraih ponselnya dengan tangan gemetar. Ia menelepon Arian—tidak diangkat. Ia coba lagi, tetap tidak dijawab. Panik, ia menelepon Ayu, istri Alvino—juga tidak tersambung. Akhirnya, pilihan terakhirnya: Alvino.

****

Di batalyon, Jhonatan dan Alvino sedang membahas urusan pekerjaan di ruang komando. Suasana serius itu mendadak pecah ketika ponsel Alvino berdering. Ia melihat layar dan langsung mengangkatnya.

“Halo, Res?”

“Mas… tolong… perutku sakit… sakit banget…” suara Aresa bergetar disertai isak.

Wajah Alvino seketika berubah panik.

“Resa? Sakit? Di mana kamu sekarang?”

Di sampingnya, Jhonatan spontan menoleh. Hanya dua kata yang ia tangkap—Aresa dan sakit. Itu sudah cukup membuat jantungnya berdegup kencang.

“Tunggu, Res. Mas lagi ada urusan. Aku hubungi Arian dulu, ya,” ujar Alvino gugup.

Tanpa menunggu, Jhonatan langsung berdiri. “Aku aja yang ke sana!” katanya cepat.

Ia sudah mengambil kunci mobil sebelum Alvino sempat menjawab. “Cepat, unit berapa apartemennya?”

Alvino menyebutkan alamat dan pin keamanan. Tak menunggu sedetik pun, Jhonatan berlari keluar dan langsung tancap gas.

****

Hanya lima belas menit kemudian, mobil Jhonatan berhenti di depan gedung apartemen. Ia keluar, berlari kencang menuju lift. Nafasnya memburu, jantungnya seperti hendak meledak. Lift terasa bergerak terlalu lambat. Begitu pintu terbuka di lantai yang dituju, ia langsung berlari menuju unit Aresa, menekan kode keamanan dengan cepat.

Pintu terbuka. “Aresa!” panggilnya. Tidak ada jawaban. Ia mencari ke ruang tamu, dapur—kosong. Hingga matanya tertuju pada kamar di ujung. Ia berlari dan menemukan Aresa tergeletak di lantai, tubuhnya meringkuk, wajahnya pucat pasi, memegangi perutnya sambil menangis pelan.

Jhonatan langsung berlutut, mengangkat kepala Aresa ke pangkuannya.

“Mas Vino… perutku… sakit…” rintih Aresa lirih, setengah sadar.

Tanpa pikir panjang, Jhonatan menggendongnya. Ia berlari keluar apartemen, menuruni lift dengan napas memburu.

Di parkiran, ia membuka pintu mobil dan membaringkan Aresa di kursi penumpang dengan hati-hati. Saat hendak menyalakan mesin, ia tersadar—sabuk pengaman. Ia segera memakaikannya, lalu menatap wajah pucat Aresa dari jarak dekat. Ada sesuatu yang menusuk dadanya—antara cemas dan iba.

Ia segera mengalihkan pandangan dan melajukan mobil secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat.

Sepuluh menit perjalanan terasa seperti berjam-jam. Sesampainya di rumah sakit, ia sadar Aresa tidak mengenakan jilbab. Dengan spontan, Jhonatan melepas baju PDL-nya dan menutup kepala Aresa dengan penuh hormat. Lalu, tanpa ragu, ia menggendongnya masuk ke IGD.

Perawat segera mengambil alih. Aresa dipindahkan ke brankar, dan Jhonatan ikut mendorong hingga ke ruang penanganan. Ia ingin masuk, tapi perawat menahannya. Dengan resah, ia hanya bisa mondar-mandir di luar.

Beberapa menit kemudian, perawat keluar.

“Pak, pasien menderita asam lambung kronis. Kemungkinan karena terlalu banyak konsumsi kopi dan kurang istirahat. Kami sarankan rawat inap,” jelas perawat.

Jhonatan menghela napas lega. Ia segera mengurus administrasi, lalu kembali ketika Aresa dipindahkan ke ruang rawat. Saat melewati lorong, mata Aresa yang sayu perlahan terbuka. Ia menatap wajah Jhonatan yang basah oleh keringat, namun penuh kekhawatiran. Saat itu, barulah ia sadar—pria yang menolongnya bukan Alvino, tapi Kapten Jhonatan.

****

Jhonatan menunggu di kursi depan ruang rawat. Setelah memastikan semuanya aman, ia menghubungi Alvino.

“Halo, Vin.”

“Iya, Jo. Gimana Resa?” suara Alvino terdengar khawatir.

“Aresa dirawat di Rumah Sakit Pelita Harapan. Asam lambungnya kambuh parah. Kata dokter karena kebanyakan kopi dan kurang istirahat,” jelas Jhonatan.

“Ya ampun… tolong jaga dia dulu, ya. Nanti gue nyusul sama Ayu,” ujar Alvino.

“Oke. Tenang aja, dia udah di ruang rawat sekarang,” jawab Jhonatan singkat.

Setelah menutup telepon, Jhonatan bersandar di kursi. Pandangannya tak lepas dari pintu kamar tempat Aresa beristirahat. Dalam hati, ia tersenyum tipis.

Mungkin ini cara Tuhan mempertemukan kita lagi, Resa, pikirnya.

Dan tanpa disadarinya, hari itu menjadi awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar rasa penasaran.

1
Drezzlle
mana pengertian lagi kak Jessica. aku suka 🥰🥰
Drezzlle
kayaknya emang bang Jo dan Aresa berjodoh. Semoga kak Jes ini bisa jadi Mak comblang 🥰
kim elly
jadi saling untit
kim elly
🤣🤣nyiksa namannya
Mutia Kim🍑
Aduhh yang khawatirkan Aresa🤭
Mutia Kim🍑
Apa mereka suruhan Sella atau Jhonatan?
rokhatii: Orang suruhan sella & Jhonatan
total 1 replies
Shin Himawari
mau makin tanggung jawab Jo? nikahin aja Aresa nya langsung🤣
rokhatii: belum berani kak🤭🤭
total 1 replies
Shin Himawari
hayoo mas kapten ujian restu pertama harus kamu selesaikan nii🤭
rokhatii: bentengnya banyak ini kak sulit
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
waduh.... gawat donk. kabur aja lah kamu joe
rokhatii: seorang pria sejati tidak akan kabur 🤣🤣🤣
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
nah siap siap dech kamu dpt masalah besar
rokhatii: masalah kecil kok kak🤣🤣🤣
total 1 replies
Nurika Hikmawati
lgsg pgn dibawa pulang aja /Facepalm/
Nurika Hikmawati
jadi jonathan ini duda ya?
rokhatii: duren sawit lebih tepatnya kak🤣🤣🤣
total 1 replies
Nurika Hikmawati
Jonathan jatuh hati pada pandangan pertama
sunflow
pemanasan dlu bang
rokhatii: biar nggak sakit badan🤣🤣
total 1 replies
sunflow
lindungi aresa dari belatung nangka bang..
rokhatii: aduh gawa kok bisa ada belatung nangka🤣🤣🤣
total 1 replies
sunflow
iya tahanan rumah tp ga perlu lapor
sunflow
duda to bang jho
rokhatii: duren sawit ini boss 🤣🤣
total 1 replies
mama Al
wah cocok camer dan cantu
mama Al
wkwkwkw... Kena jebakan Batman
mama Al
koreksi diri apa yang membuat kamu di tolak.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!