Simpanan Nona Muda

Kening Rifan mengernyit. Tidak biasanya Alisha begini, apalagi sampai berminat tidur bersamanya. Meskipun begitu, Rifan menggeser dirinya ke samping agar bisa memberi Alisha ruang lebih banyak.

Alisha tersenyum. Namun dia tidak telentang dan malah dalam posisi tengkurap. Kepalanya terangkat, menatap Rifan dengan tatapan seperti saat hari Minggu lalu, hari ketika keduanya penasaran dengan kedekatan yang lebih dari sekadar teman. Ya, hari saat mereka pertama kali bercinta.

Rifan membalas tatapan Alisha. Tatapan keduanya seolah terkunci. Saat itulah Alisha mendekat, semakin mendekat… hingga bibirnya memagut bibir Rifan.

Secara alami, Rifan membalas pagutan itu. Perlahan ciuman berubah menjadi semakin dalam dan intens.

Alisha memegangi kerah kaos Rifan, lalu berpindah duduk di atas perut cowok itu. Tanpa permisi atau banyak bicara, ciuman mereka terus terjadi begitu saja.

Suara lembut dari bibir keduanya terdengar di antara keheningan malam. Alisha sempat melepas ciuman dan menggigit pelan bibir bawah Rifan sambil tersenyum kecil.

“Apa tujuanmu ke sini untuk ini?” tanya Rifan pelan.

“Aku tak bisa membantah. Ini ide buruk, kan?” jawab Alisha sambil duduk tegak. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celana pendeknya.

Rifan menatapnya tanpa berkata-kata. Ia tampak terhipnotis oleh keberanian Alisha. Saat gadis itu menyingkirkan pakaian atasnya, Rifan hanya bisa terpaku.

“Ya… ide yang sangat buruk,” ucap Rifan lirih, namun matanya tak bisa berpaling darinya.

Alisha yang tadinya duduk di perut Rifan perlahan bergerak ke bawah. Ia menatap wajah cowok itu sesaat, lalu kembali menunduk dengan ekspresi yang sulit dibaca.

“Kau yakin ingin melakukannya?” tanya Rifan dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Alisha tak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya memberi isyarat melalui tindakannya, membuat Rifan terdiam sepenuhnya.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang tegang. Rifan menahan napas, sementara Alisha tetap fokus dengan apa yang dilakukannya. Tak ada suara selain helaan napas keduanya yang mulai tak beraturan.

Setelah itu, Alisha kembali menatap Rifan, lalu bergerak pelan naik ke arahnya. Sebelum melanjutkan, ia tampak menyiapkan sesuatu dengan hati-hati.

Rifan tetap terdiam. Tatapan mereka bertemu sejenak, seolah saling menanyakan keyakinan terakhir.

Sesaat kemudian, keduanya terdiam dalam kedekatan yang begitu intim. Alisha memejamkan mata, menahan napas panjang, sementara Rifan menggenggam tangannya erat.

Suasana hening, hanya terdengar desahan samar yang menandai keduanya saling memahami perasaan yang mereka bagi malam itu.

Beberapa kali Alisha menarik napas panjang dan menunduk, mencoba menyesuaikan diri. Rifan menatapnya dengan pandangan campur aduk, antara kagum, canggung, dan tak percaya bahwa semua ini terjadi lagi.

Waktu berlalu tanpa kata. Tubuh keduanya saling menyesuaikan dalam ritme yang perlahan. Rifan berusaha lembut, sementara Alisha mengikuti dengan tenang.

Ketika keheningan mulai terisi oleh helaan napas yang berat, Rifan memeluk Alisha erat, memastikan gadis itu tetap merasa nyaman.

Suasana itu terus berlangsung hingga Alisha akhirnya menunduk dengan mata terpejam, tampak benar-benar kelelahan namun juga tenang. Rambutnya yang berantakan terurai di bantal, menambah kesan lembut di wajahnya.

Rifan kemudian menariknya dalam pelukan dan membiarkan mereka berdua tenggelam dalam diam. Di sisi lain, Alisha menatapnya pelan sambil tersenyum lemah. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menyentuh dada Rifan dan memejamkan mata. Mencoba menikmati kenikmatan yang dirinya rasakan sekarang.

Nafas mereka sama-sama memburu. Semuanya terus berlangsung dengan diselimuti gairah yang kian membara.