NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 – Teman Diskusi

‎Pagi itu, matahari baru saja menyingkap kabut tipis di desa. Burung-burung mulai berkicau, sementara embun masih setia menempel di dedaunan. Nayla duduk di lantai rumah neneknya, dikelilingi tumpukan barang yang mulai ia kemasi.

‎Tangannya berhenti pada sebuah bingkai foto lama. Ia dan neneknya tersenyum di depan rumah ini, dengan bunga melati yang sedang bermekaran. Senyum itu kini terasa seperti mimpi yang jauh.

‎"Andai Nenek masih ada… mungkin aku tidak akan merasa sendirian begini," batinnya lirih.

‎Satu per satu foto ia masukkan ke dalam kotak kecil. Nayla berencana membawanya pulang ke Solo, tempat orang tuanya tinggal. Sejenak, ia teringat masa lalu—saat ia memilih tinggal bersama nenek di Bogor daripada ikut kedua orang tuanya pindah ke Solo bersama adiknya.

‎“Ibu memang anak tunggal…” gumam Nayla pelan. “Makanya aku lebih nyaman di sini. Sama Nenek....”

‎Nenek adalah sahabat sekaligus tempatnya pulang. Kini, tanpa nenek, rumah ini hanya meninggalkan sunyi.

‎Nayla menatap koper yang sudah setengah penuh, lalu menghela napas panjang. Ada perasaan berat yang sulit ia jelaskan—antara ingin kembali ke Solo untuk menata hidup lagi, atau tetap di sini, di rumah yang menyimpan semua kenyamanan.

‎Ia meraih kalung zamrud yang sekarang selalu menemaninya. Batu hijau itu berkilau lembut, seolah ikut bicara.

‎“Kalau aku kembali ke Solo… apakah semua ini akan berakhir?” bisiknya lirih.

‎Satu per satu foto masuk ke dalam kotak, hingga pandangannya jatuh pada figura besar berisi potret dirinya memeluk nenek di teras rumah ini. Senyum nenek yang menua, kerut di matanya, begitu nyata seolah masih menemaninya.

‎Nayla teringat lagi masa ketika ia hendak kuliah. Saat itu, orang tuanya ngotot agar nenek ikut pindah ke Solo. Tetapi nenek bersikeras tinggal di Bogor.

‎Ibunya sudah membujuk dengan berbagai cara, namun tetap gagal. Sampai akhirnya Nayla berkata dengan wajah serius:

‎“Ya sudah, kalau begitu Nayla tetap di sini saja sama Nenek. Tidak usah kuliah.”

‎Kalimat sederhana itu membuat nenek luluh seketika. Demi cucu yang ia sayangi, nenek akhirnya bersedia ikut pindah ke Solo, agar Nayla bisa melanjutkan pendidikannya.

‎Mengingat itu, bibir Nayla melengkung. Ada hangat yang tiba-tiba mengisi dadanya.

‎Ia masih mengelap bingkai foto itu ketika suara ketukan pintu terdengar, disusul suara akrab Mang Darta.

‎“Neng, punten. Mau dibelikan sarapan apa?”

‎Nayla menoleh ke arah pintu, sedikit terkejut. “Oh, tidak usah, Mang. Saya cari sendiri saja. Sekalian jalan-jalan.”

‎Mang Darta mengangkat alis, ragu. “Yakin, Neng?”

‎“Iya, yakin. Paling cuma ke warung Mak Emun di jalan raya, muter gang itu kan dekat.”

‎“Ya sudah kalau begitu. Saya bersihin rumput di belakang saja,” jawab Mang Darta sambil menepuk celananya.

Nayla tersenyum, lalu meraih dompet kecil di meja. “Oiya, Mang… terima kasih ya, sebulan ini sudah bantu beres-beres.”

Mang Darta tersenyum lebar, matanya teduh. “Terima kasih kembali, Neng. Alhamdulillah saya dapat sambilan. Sayang rumah sebagus ini kalau tidak ada yang menempati.”

Nayla mengangguk pelan. “Iya, Mang. Nanti tiap bulan tolong dibersihkan sekitarnya saja, ya. Dalamnya biar saya sendiri kalu libur. Untuk uang lelahnya, Nayla transfer ke rekening Mang Darta.”

“Hatur nuhun, Neng. InsyaAllah nanti tamannya bakal bagus lagi. Siapa tahu… Neng Nayla kalau sudah nikah mau tinggal di sini.”

Nayla hanya tertawa kecil. Tawa yang getir, meski ia sembunyikan. Sepertinya Mang Darta tidak tahu bahwa alasan Nayla kembali ke rumah nenek bukan untuk menata masa depan pernikahan, melainkan karena ia baru saja gagal menikah.

Nayla berjalan pelan melewati jalan setapak, menyusuri gang kecil yang dipenuhi rumah-rumah tua dengan pagar bambu. Bau tanah basah bercampur dengan aroma masakan dari dapur warga membuat langkahnya terasa lebih ringan.

Tidak terasa, ia sudah sampai di warung makan Mak Emun. Sejak kecil, warung itu selalu ramai. Nayla sempat tersenyum kecil, membayangkan dulu sering jajan gorengan di sini setelah pulang sekolah. Kini, bangunannya memang sudah lebih rapi, sepertinya sudah berganti generasi.

“Bu, nasi sop buntut sama teh hangat satu ya,” ucapnya, memilih duduk di bangku kayu dekat jendela.

Tidak menunggu lama, seseorang datang mengantar pesanannya.

“Ini teh pesanannya… lho? Nayla, ya?”

Nayla yang sedang merapikan rambut menoleh. Matanya menyipit, dahi berkerut berusaha mengingat.

“Emmm… Rendi, bukan?” tanyanya ragu.

Satu-satunya teman SD sampai SMP yang benar-benar akrab dengannya di desa ini hanyalah Rendi. Tapi dalam ingatannya, Rendi adalah anak laki-laki bulat, pipinya tembem, selalu membawa bola plastik ke mana-mana.

Sedangkan yang berdiri di depannya sekarang adalah seorang pemuda jangkung, lebih tinggi darinya, dengan wajah yang jauh lebih tegas.

Pemuda itu tersenyum lebar. “Syukurlah kamu masih tahu namaku.”

Nayla terkekeh pelan, menutup mulutnya dengan tangan. “Aku agak ragu, soalnya dulu kamu… hmm, agak berbeda.”

Rendi ikut tertawa. “Ya, aku dulu memang mirip bakpao berjalan. Untungnya sekarang sudah agak normal.”

Keduanya larut dalam tawa ringan.

“Aku kira rumah nenekmu sudah kosong,” ujar Rendi sambil menaruh teh hangat di hadapan Nayla. “Sudah lama listriknya dicabut juga. Kau memang berani, Nay.”

Nayla terkekeh, tapi matanya redup. “Hahaha… apa yang kutakutkan? Lebih menakutkan manusia, Ren. Mereka bisa berkhianat.”

Rendi mengangkat alis. “Wih… kayak habis dilukai aja. Patah hati, ya?”

Nayla tidak menjawab. Ia hanya mengangkat alis sembari menyendok sop buntut hangat di depannya. Aroma kuah gurih menenangkan, meski hatinya tetap terasa getir.

“Setahuku, kamu lulus SMP langsung pindah, Ren? Kok sekarang ada di sini lagi?” tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Liburan,” jawab Rendi santai. “Sekalian ambil buku sejarah, terus ziarah ke makam nenek.”

Nayla baru teringat—Mak Emun adalah nenek Rendi.

“Jadi sekarang… yang nerusin usaha ini siapa?” tanyanya penasaran.

“Tentu saja tante. Kau tahu sendiri, Ayah nggak mungkin. Bisa-bisa rasa sop buntutnya kayak oli mesin.”

Nayla langsung tertawa. “Hahaha, bisa juga kamu, Ren. Ngomong-ngomong, sekarang kau tinggal di mana?”

“Masih di Semarang. Tapi mungkin minggu ini ke Solo.”

“Di Semarang?” Nayla menatapnya tak percaya. “Jarak Solo–Semarang cuma sejengkal dan kau nggak pernah menghubungiku?”

“Lewat apa? Sosial mediamu aja udah nggak aktif,” sindir Rendi

“Oiya… aku memang udah nggak pernah buka.” Nayla menggaruk tengkuknya canggung.

“Hmmm, dasar,” gumam Rendi. “Tapi tunggu, kau juga di Solo?”

Nayla mengangguk. “Iya, aku kuliah dan kerja di sana. Lagi libur aja, jadi balik ke sini.”

Rendi menatapnya, seolah baru menemukan sesuatu. “Kebetulan. Aku juga bakal ke Solo minggu ini.”

“Ngapain?” Nayla menyipitkan mata curiga.

“Nyusulin kamu...... ya nggak lah,” Rendi terkekeh. “Aku ambil S2 sejarah di Solo.”

“Wah, sejarah? Nggak nyangka. Kupikir kamu bakal ambil olahraga.”

Rendi tersenyum lebar, matanya berbinar. “Kau tahu, kan, kakek ku guru sejarah di SD kita? Bukunya dulu seru-seru. Eh, ternyata serunya keterusan sampai sekarang.”

Nayla ikut tersenyum.

“Sejarah… Belajar sejarah Indonesia nggak sih, Ren?” tanyanya sambil mengaduk teh hangatnya.

“Ya elah, semua juga dipelajari,” jawab Rendi, santai.

Nayla mencondongkan tubuhnya sedikit. “Tahu tentang Kerajaan Galuh?”

Rendi mengerjap, lalu mengangguk. “Aah… salah satu kerajaan tua di Jawa Barat. Ya tahu lah.”

“Hmm…” Nayla menggigit bibir bawahnya. “Kalau nama Wirabuana Jantaka? Pernah dengar?”

Rendi menatapnya serius, mencoba mengingat. “Setahuku, pendiri sekaligus Raja pertama, Wretikandayun, memang punya tiga putra yang tercatat: Pangeran Suraghana Mandiminyak, Pangeran Sempakwaja, dan Pangeran Jantaka. Tapi ‘Wirabuana’ tidak ada dicatatan sejarah.”

Nayla mengangguk pelan. Jawaban itu sejalan dengan apa yang ia temukan di internet beberapa waktu lalu. Ada yang hilang, ada yang dihapus.

“Tunggu, Nay,” Rendi menyipitkan mata curiga. “Kenapa kau malah nanya Galuh? Biasanya orang itu penasaran sama kerajaan besar—Majapahit, Sriwijaya. Kau ambil jurusan sejarah juga, ya?”

Nayla tergelak. “Aku? Kau tahu, kan, dari SD sampai SMP aku paling lemah kalau disuruh hafalan panjang? Matematika jauh lebih seru.”

“Lalu kenapa tanya soal Galuh?”

“Penasaran aja,” jawab Nayla singkat, meneguk tehnya.

“Penasaran, ya? Oke, boleh. Kalau gitu kasih kontakmu. Jadi kita bisa diskusi sepuasnya.”

Nayla melotot sambil menahan tawa. “Waah, lancar juga ya modusnya.”

“Hei, hei… kau nggak mau akrab lagi sama teman lamamu?” Rendi terkekeh, matanya berbinar penuh nostalgia.

Nayla menyerahkan nomor ponselnya. “Baiklah, tapi jangan nyesel kalau nanti aku kebanyakan tanya.”

“Siap, murid pertama ku,” balas Rendi sambil menirukan gaya hormat.

Mereka kembali larut dalam obrolan ringan. Rendi mulai menjelaskan hal-hal kecil tentang Galuh. Nayla mendengarkan dengan seksama, seolah setiap kata adalah potongan puzzle yang ia cari.

Namun, satu hal tetap menggantung di benaknya: Kenapa nama Wira—pangeran yang muncul di mimpinya—tidak disebut oleh Rendi?

1
SENJA🍒⃞⃟🦅
keris kak? bukan kujang?
SENJA🍒⃞⃟🦅
hmmm ini adegan yang lalu kan? ini dari sudut wisnu yang jadi wira 😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
laaah kesurupan dia eh mimpi juga dia 🤣
SENJA🍒⃞⃟🦅
kok bisa main pergi gitu aja , kasian kan rendi 😤
SENJA🍒⃞⃟🦅
waddduh ...apa dia turunan jagatpati? weeeh 😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
jadi ketagihan mimpi🤭
Irmha febyollah
lanjut kk
SENJA🍒⃞⃟🦅
ya balon gas yang tetiba gas nya dibuang yah .... pupus harapmu
SENJA🍒⃞⃟🦅
wah yah bagus itu jalurnya nay ikutin rendi aja kamu kan tinggal molor doang 🤭
SENJA🍒⃞⃟🦅
berdebar karena rendi atau wira? 😂😂😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
modusmu diskusi padahal kencan 😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
ihhh jagatpati, itu isterimu lhooo astaga jahatnya. kamu kencana durhaka banget ke ibu sendiri😤
SENJA🍒⃞⃟🦅
waaah penghinaan ini ngatain rajanya bodoh! wah hukum mati aja udah 😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
hilih belangmu terlihat 😂 lagian wira ga mau sama anakmu lho 🤭
SENJA🍒⃞⃟🦅
bukannya dewi parwati dari kalingga yak? nanti mandiminyak sama parwati jadi penguasa kalingga utara atau bumi Mataram 🤭
Naniksay Nay: thx kak...

betul kak...
Pangeran Mandiminyak atau Prabu Suraghana atau Suradharmaputra emang berkuasa didua negara, yaitu Kerajaan Kalingga (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan Kerajaan Galuh (di Tatar Sunda).

hanya saja disini biar bisa menggambarkan aja bahwa Sempakwaja dan Mandiminyak itu saling terkait...

sama kaya Pangeran Jantaka, saya tambahkan nama Wirabuana krn dibuat cinta2an biar ga diprotes ahli sejarah, masa resi love2an ....
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
udah banyak buktinya itu jagatpati, serang aja daerahnya kan sempakwaja penguasa Galunggung , ehh belom kejadian yah 😂
Naniksay Nay: 😭nggak bs kak.... bs2 dia di killkill jg sm pamannya
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
naaah ini jejak yang di hilangkan 😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
hilih jahatnya kamu 😤 wira mana mau sama kau
SENJA🍒⃞⃟🦅
hmmm bener kan jahat dia ini si kencana 😳
Naniksay Nay: jangan ditemenin dia kak... bapaknya jahat🤭
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
hmmm kencana ini nampaknya jahat ini 🥺😳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!