Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menit menit acara pernikahan
Ruang rias terasa riuh namun penuh nuansa elegan. Lampu-lampu terang di sekeliling cermin besar memantulkan cahaya lembut pada wajah Soojin. Beberapa penata rias sibuk merapikan rambutnya, mengangkat helaian-helaian halus lalu menyematkan jepit perak kecil. Di sisi lain, ada yang memoles wajah Soojin dengan kuas lembut, membuat kecantikannya semakin nyata.
Para asisten yang mondar-mandir tak kuasa menyembunyikan kekaguman mereka. Bisik-bisik kecil terdengar, memuji kecantikan calon pengantin itu. Postur tubuh Soojin yang anggun, wajahnya yang cantik alami, ditambah aura tenang yang terpancar, membuat semua orang di ruangan terpaku seolah sedang melihat seorang putri.
Sementara itu, pintu ruang ganti terbuka dengan keras. Eunhee keluar sambil mengangkat rok gaun cokelat yang ia kenakan. “Yang ini gimana? Bagus nggak?” tanyanya dengan wajah penuh harap.
Soojin melirik sekilas lewat pantulan cermin, lalu menggeleng pelan.
“Oh…” Eunhee cemberut, menghela napas panjang. Ia pun balik badan, berlari kecil masuk ke ruang ganti lagi.
Tak lama, ia muncul kembali dengan gaun biru sederhana namun anggun. “Yang ini? Gimana?” tanyanya penuh semangat.
Soojin menoleh, meneliti sahabatnya dari atas ke bawah. Bibirnya akhirnya mengulas senyum kecil. “Yang ini oke.”
“Tunggu! Gua...... masih ada satu gaun lagi,” Eunhee terkekeh, lalu menghilang lagi ke ruang ganti.
“Jeng jeng jeng!” Eunhee keluar dengan langkah dramatis, berputar satu kali sambil memamerkan gaun ketat berpotongan minim kain. Bahunya terekspos, belahan dada cukup dalam, dan belahan rok naik setinggi paha. Semua mata otomatis melotot.
“ENGGAK! Jangan yang itu. Ganti sekarang juga!” seru Soojin, sampai nyaris berdiri dari kursi riasnya.
“Kenapa? Bagus kan? Seksi gitu lho,” Eunhee berpose menggoda, tangannya di pinggang.
“Ganti! Lo mau goda siapa, hah? Bapaknya Hyunwoo?!” bentak Soojin, nyaris melempar sisir di tangannya.
Ruangan langsung hening. Para penata rias dan asisten pura-pura sibuk, padahal jelas-jelas mereka nguping.
Eunhee melipat tangan di dada, mencondongkan badan ke arah Soojin. “Eitsss, mulut Anda, Nona. Belum pernah di” ia menekankan kata-katanya, “lumat predator kah, hah?!”
Beberapa orang di ruangan hampir keselek tawa, tapi buru-buru menutup mulut.
“Ya ampun, Eunhee!” Soojin menepuk dahinya sendiri.
Eunhee lanjut dengan gaya sok sombong. “Ga level kali gue sama bokapnya Hyunwoo. Walaupun tajir, tapi tuwir. Hello, Eunhee ini masih muda, anak bontot, duit ngalir, gaya ada. Mau cari cowok muda cakep juga gampang!”
Soojin hanya mendesah panjang. “Iya, iya… oke terus? Mau pamer lagi? Gue males dengerin.”
Eunhee terkekeh nakal. “Nanti juga lo bakal tahu,” jawabnya sambil tersenyum misterius.
“Huh…” Soojin bangkit dari kursi, menyeret Eunhee masuk lagi ke ruang ganti. “Denger ya. Ganti yang biru tadi. Gue nggak mau tahu. Kalau memang dasar ada pria yang tertarik sama lo, mereka bakal tertarik tanpa harus lo pamerin paha!”
Eunhee menahan tawa, lalu menjitak kepala Soojin pelan. “Hahaha! Lucu banget sih lo. Kecil gini sok-sokan ngatur gue.”
Soojin melipat tangan di dada, wajahnya sengit.
“Oke, oke. Gue ganti, puas?” Eunhee akhirnya menyerah, tapi masih sempat mengacak rambut Soojin gemas. “Udah, sana lo makeup lagi. Jam udah nunjukin pukul 4:20 , cepet!”
Soojin mendengus, bibirnya mengerucut. “Hhh… dasar ngeselin.”
Eunhee menuntun sahabatnya kembali duduk, sambil berkata lembut, “Becanda, becanda. Nih, gue pake biru. Happy, kan?”
Soojin tak langsung menjawab. Ia hanya menunjuk matanya dengan dua jari, lalu mengarahkannya ke Eunhee, lalu ke lehernya.
“Waspada, Lo!”
Eunhee tersenyum simpul. “Iyaaa, gue takut banget.”
Akhirnya keduanya pecah tawa. Suasana ruang makeup yang tadinya tegang langsung cair, semua orang yang menyaksikan ikut tertawa meski tak tahu apa yang lucu.
---
AULA GEDUNG PERNIKAHAN
Sementara itu, di aula megah, dua sosok wanita baru saja tiba dengan iringan beberapa bodyguard. Seorang wanita paruh baya yang berwibawa, dan di sampingnya seorang gadis muda berusia sekitar dua puluh tahun. Mereka adalah Nyonya kang, ibu Hyunwoo, dan putrinya, kang Yura, adik bungsu Hyunwoo.
Yura memandang sekeliling aula dengan mata berbinar, lalu berbisik setengah kesal, “Kira-kira seperti apa ya kakak ipar? Kok bisa sih dia mau nikah sama Hyunwoo, si tiang berjalan kaku itu?”
Nyonya kang hanya menoleh sambil tersenyum bijak. “Sttt… gitu-gitu juga, dia tetap kakakmu.”
Dari kejauhan, Kang Jaewon bergegas menghampiri mereka. “Bibi, mari saya antar ke tempat duduk khusus,” ujarnya sopan sambil membungkuk kecil.
“Ma, aku mau lihat kakak ipar dulu ya?” ucap Yura antusias.
Nyonya kang mengangguk lembut. “Pergilah.”
“Yeay! Ayo, Kak Jaewon,” Yura langsung menarik lengan Jaewon tanpa malu, meminta dipimpin menuju ruang rias.
Nyonya Kang memilih tetap duduk menunggu. Tak lama, suara yang sangat dikenalnya membuatnya menoleh.
“Mam…”
Hyunwoo berdiri di sana dengan jas pernikahan yang gagah. Wajah dinginnya kali ini melembut. Ia duduk di samping ibunya, menatapnya dengan sorot penuh haru.
Nyonya Kang tersenyum hangat, menepuk pundak putranya pelan. “Siapa pun pilihanmu, seperti apa pun dia, mama tidak akan menolak. Asal dia bisa menghargai kamu sebagai suami, dan menghargai keluarga kita.”
“Mama…” suara Hyunwoo sedikit bergetar. Senyum tipis muncul di wajahnya. “Dia tidak akan mengecewakan mama. Aku janji.”
Percakapan singkat itu terasa hangat. Untuk pertama kalinya, ekspresi kaku Hyunwoo mencair. Senyumnya yang jarang terlihat membuat ibunya merasa lega—seolah melihat bunga yang akhirnya mekar setelah sekian lama tertidur.
---
Bersambung......
belum juga sedih karena penghianatan udah jadi istri orang aja🤣