NovelToon NovelToon
Aku Kekasih Halalmu

Aku Kekasih Halalmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Nikahmuda / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: RahmaYusra

Hana Hafizah menjadi perempuan paling tidak beruntung ketika ayah dan ibu memintanya untuk menikah, tetapi bukan dengan lelaki pilihannya. Ia menolak dengan tegas perjodohan itu. Namun, karena rasa sayang yang dimilikinya pada sang ayah, membuatnya menerima perjodohan ini.

•••

Gadibran Areksa Pratama. Dosen muda berumur 27 tahun yang sudah matang menikah, tetapi tidak memiliki kekasih. Hingga kedua orang tuanya berkeinginan menjodohkannya dengan anak temannya. Dan dengan alasan tidak ingin mengecewakan orang yang ia sayangi, mau tidak mau ia menerima perjodohan ini.

•••

“Saya tahu, kamu masih tidak bisa menerima pernikahan ini. Tapi saya berharap kamu bisa dengan perlahan menerima status baru kamu mulai detik ini.”

“Kamu boleh dekat dengan siapapun, asalkan kamu tahu batasanmu.”

“Saya akan memberi kamu waktu untuk menyelesaikan hubungan kamu dengan kekasih kamu itu. Setelahnya, hanya saya kekasih kamu. Kekasih halalmu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYusra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Kekasih Halalmu – Dosen Tampan

Sudah pukul 10.00 pagi dan kampus semakin ramai karena banyak mahasiswa yang sedang berlalu-lalang. Termasuk Hana dan Nengsih yang baru saja selesai kelas. Hari ini mereka memiliki dua mata kuliah, dan mata kuliah kedua akan dimulai pukul tiga sore nanti.

Maka dari itu, dua perempuan yang kebetulan sekali mengenakan pakaian batik –seragam sewaktu mereka menjadi panitia olimpiade kemarin, sedang menyusuri jalan untuk mencari makan.

Kantin Fakultas yang mereka tuju tidak begitu jauh dari ruangan kelas tadi. Sehingga tidak perlu memakai kendaraan untuk bisa ke sana.

“Oh, iya. Lo tadi mau ngomong apa, Neng?” tanya Hana disela mereka jalan. Ia bertanya perihal Nengsih yang sempat memanggilnya tadi namun belum mengatakan apapun.

Nengsih menatap Hana mengernyit. Ia nampak berpikir dengan matanya yang menatap ke atas. “Ohhh, itu. Gue bingung, deh. Kok di PAUD dosennya nggak ada yang muda, ya? Tua semua. Ada sih, yang muda, tapi, kan, udah nikah.”

Sontak hal itu membuat Hana melongo dengan tidak aesthetic. “Astaghfirullah …. Sabar banget gue sahabatan sama lo,” gumam Hana sambil mengusap-usap dadanya.

Sementara itu, Nengsih menatap Hana tidak suka. “Dih, kenapa gitu? Harusnya lo bersyukur temenan sama gue. Kalau bukan karena gue, hidup lo monoton,

tahu, nggak?”

Hana berdecak. Tentu saja dia tidak bisa mengelak akan hal itu. Seperti kata Nengsih tadi, kisahnya hanya akan monoton jika Nengsih tidak ada. Ditambah ia yang tidak bisa berbaur dengan orang lain dengan cepat. Bisa dipastikan hingga hari ini ia akan selalu seorang diri.

“Iya, iya!”

Nengsih tertawa penuh kemenangan kemudian merangkul Hana yang membuat perempuan itu terkejut. “Maksud gue tuh, gini, Han. Seenggaknya ada lah, satu atau dua orang Dosen yang enak dipandang kalau di kelas. Kayak penyemangat gitu kalau ada kelas. Walaupun kita benci mata kuliahnya, setidaknya wajah sang Dosen nggak bikin dua kali dua.”

“Dua kali dua?” bingung Hana.

“Empet,” jawab Nengsih membuat Hana sedikit –tidak. Sangat speechless. Tidak menyangka jika sahabatnya bisa mengatakan itu.

“Wahh, parah banget lo ngatain Dosen gitu,” kata Hana dengan wajah yang sedikit memprovokasi. Walaupun ia tahu jika Nengsih tidak akan menganggapnya serius.

Decakan Nengsih terdengar oleh Hana. “Ck! Kayak lo nggak pernah ngatain Dosen aja.”

Well, yeah. Hana tertawa mendengar penuturan Nengsih yang memang sangat betul sekali.

Sesampainya di kantin, Nengsih dan Hana lebih dulu ke stand makanan untuk memesan.

“Bu, saya pecel ayamnya, satu, ya. Minumannya teh es, aja,” kata Hana menyebutkan pesanannya.

“Ayamnya yang besar atau yang kecil, Nak?” tanya ibu penjualnya.

Hana nampak melihat ayamnya dulu yang terlihat di etalase. “Yang besar, Bu. Bagian dada.”

Ibu penjualnya mengangguk, lalu menatap Nengsih yang masih nampak bingung. “Kalau temannya gimana, mau pesan apa?”

“Pecel lele, deh, Bu. Minumannya teh es.” Si Ibu kembali mengangguk. Kemudian Hana dan Nengsih bergerak untuk mencari tempat duduk.

“Nggak percaya gue, perut lo karet banget,” ucap Hana saat mereka sudah duduk meja makan kantin.

“Ya udah, nggak usah percaya. Ribet banget hidup lo,” jawab Nengsih sinis. Hana berdecak mendengarnya.

Mereka kembali mengobrol sembari menunggu pesanan datang. Kantin sangat ramai karena memang sedang jamnya untuk makan. Berhubung mereka di kantin Fakultas, makanya banyak yang makan di sini.

Hingga Hana tersedak minumannya sendiri karena sebuah teriakan yang sangat keras.

“KAN!”

Nengsih tiba-tiba teriak dengan begitu keras tanpa tahu dia sedang ada dimana dan mengejutkannya!

Malu banget plissss! pekik Hana dalam hati.

Hana menoleh kiri kanan dan mendapati jika banyak pasang mata yang tengah menoleh pada mereka. Dengan senyum tidak enak dicampur malu, Hana membungkukkan kepala sembari menggumam kata ‘maaf’.

Setelah merasa tidak lagi diperhatikan, barulah Hana menatap Nengsih yang sudah menampilkan senyum manis padanya. Ia menatap perempuan itu dengan tajam. Kemudian menampar lengan Nengsih dengan keras.

“Aww!”

Lalu dengan tidak sabar segera menarik Nengsih untuk kembali duduk.

Hana benar-benar tidak habis dengan apa yang ada dipikiran perempuan yang sialnya adalah sahabat baiknya sendiri. Bisa-bisanya dia teriak di tengah keramaian kantin seperti ini. kalau sendiri sih, nggak papa. Tapi ini kan, ada dirinya yang tidak hanya tersedak, tapi juga sangat maluuuu!

Sementara itu, pelaku yang membuatnya malu, malah asik menampilkan senyum manis seperti tidak melakukan kesalahan memalukan seperti tadi.

“Apa lo senyum-senyum gitu! Bikin malu aja! Nggak liat lo kalau kita dikantin Fakultas, ada banyak orang, kampret!”

“Aaaaaa …. Hanaku, sayangku, cintakuuu. Maaf ya, gue nggak sengaja. Beneran, deh. Gue juga kaget, nih,” pekik Nengsih sambil memeluk Hana dari samping.

Sedangkan Hana hanya berdecak melihat tingkah sahabatnya itu.

“Nih, lo liat sendiri, deh,” Nengsih lalu memperlihatkan apa yang membuatnya terkejut tadi. Ia juga masih memeluk Hana dari samping. “Ini yang bikin gue kaget!” Nengsih menunjukkan gambar yang ada di ponselnya didepan Hana dengan sebelah tangan.

Hana melihat itu dengan malas, tapi satu kata yang terlintas di kepalanya setelah melihat poto itu.

Ganteng!

“Terus?” Hana tidak bisa mengatakan hal yang ada dikepalanya pada Nengsih. Bisa-bisa Nengsih merecoki dirinya.

“Ya, gue iri lah! Anak Fakultas Teknik enak banget dapet Dosen muda, ganteng lagi. Mana dia jomlo,” cerocos Nengsih bersamaan dengan pesanan yang datang.

Sedangkan Hana hanya menghembuskan napasnya. Sangat bosan mendengar Nengsih yang selalu mengeluh tentang hal ini. Ia memilih untuk makan setelah mengucapkan terima kasih pada ibu kantin tadi.

Begitu juga Nengsih yang sudah diam dan makan begitu lahap. Melihat itu, membuat Hana kembali menghela napasnya. Kali ini begitu berat, kemudian membatin, “inget, Han. Cuma dia sahabat yang lo punya. Stok sabarnya banyakin lagi, yaa.”

***

“Selamat siang.”

Sebuah sapaan itu mengakhiri rentetan suara bising yang ada di ruangan Y10.

“Selamat siang.” Sapaan bersambut yang langsung membuat hening suasana kelas. Bukan hanya karena penasaran dengan seorang pria tampan dengan setelan paling sempurna di hadapan mereka, tetap juga aura dominan yang mendominasi sehingga membuat siapapun merasa terintimidasi dengan kehadirannya.

Ruangan Y10 yang didominasi dengan laki-laki bahkan tidak mengelak dengan aura yang dipancarkan oleh laki-laki dihadapan mereka ini.

Pria matang itu lantas bergerak ke depan lalu duduk ditepi mejanya sambil melipat kedua tangannya yang semakin menampilkan bisepnya yang berotot itu. Begitu juga dengan salah satu kakinya bertumpu pada kakinya yang lain.

Prefecto!

Bahkan para perempuan disana tidak bisa mampu menutup mulutnya saking terpesonanya ia pada laki-laki matang yang ada di hadapan mereka.

“Bagaimana kabaranya hari ini?”

“Baik, Pak.” Dikelas ini hanya ada sekitar empat sampai delapan, tetapi anehnya suara perempuan-perempuan itu menjadi lebih terdengar saking semangatnya mereka menyambut kehadiran sosok yang sepertinya akan menjadi dosen mereka.

“Baiklah, langsung saja. Untuk 6 bulan ke depan, saya akan menggantikan Prof. Agasa untuk mata kuliah beliau dan saya berharap kalian tidak keberatan untuk saya mengambil alih kelas ini.”

“Nggak kok, Pak. Amann. Kami sama sekali nggak keberatan.”

“Iya benar, itu Pak. Jangankan 6 bulan, selamanya juga nggak masalah, kok, Pak.”

“Benar banget, Pak. 6 bulan bentar banget itu, Pak.”

Dan tiba-tiba kelas menjadi heboh lagi karena para laki-laki yang nampak protes pada perempuan-perempuan yang terlihat lebih bersemangat.

“Repot, lo!” sewot salah satu perempuan disana.

Tak tak tak!

Seketika kelas kembali hening setelah mendengar ketukan yang tidak terlalu keras itu.

“Ada pertanyaan?”

Kemudian salah satu perempuan disana mengangkat tangannya. Grogi, karena tangannya gemetar dan ia sedikit mengigit bibirnya.

“Namanya siapa, Pak?”

Laki-laki itu lalu berdiri dengan tegak dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana. “Nama saya Gadibran Areksa Pratama. Untuk panggilan, kalian bisa panggil saya Dibran.”

***

1
minato
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
Linechoco
Ngangenin banget ceritanya.
Aerilyn Bambulu
Alur ceritanya keren banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!