Angkasa Lu merupakan seorang ceo yang kaya raya, dan juga Arogan. Karena traumanya dia membenci wanita. Namun, karena permintaan sang kakek terpaksa dia melakukan kawin kontrak dengan seorang perempuan yang bernama Hana. Dan begitu warisan sudah ia dapatkan, maka pernikahan dia dengan Hana pun selesai. Akan tetapi belum sempat Angkasa mendapatkan warisan itu, Hana sudah pergi meninggalkan pria itu.
Lima tahun kemudian, secara tidak sengaja Angkasa di pertemukan dengan Hana, dan juga kedua anak kembarnya. Pria itu tidak tahu kalau selama ini sang istri telah melahirkan anak kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Hana menatap wajah suaminya dengan mata berkaca-kaca, tangannya gemetaran dan jantungnya berdegup kencang. Sudah tiga bulan lamanya mereka menikah, namun Hana tidak pernah merasa kebahagiaan dalam pernikahannya. Angkasa kerap kali memintanya untuk memenuhi hasrat birahinya dengan imbalan sejumlah uang, dia memperlakukan dirinya seperti wanita malam.
Angkasa menatap Hana dengan tatapan mengejek, "Kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?" ujarnya dengan nada dingin.
Hana mengangguk perlan merasa tidak berdaya dengan ancaman suaminya. Pasalnya dia tidak memilki tempat untuk mengadu.
Dengan langkah gugup Hana menuju ke kamar pribadi mereka, hatinya berat melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan.
Sementara itu Angkasa mengikuti langkah Hana dari belakang, mengejek dan tertawa penuh kemenangan, menikmati kepasrahan istrinya itu. Sungguh, Hana merasa terjebak dalam pernikahan yang penuh penindasan, dimana ia tidak punya pilihan lain selain tunduk pada keinginan suaminya.
Keesokan paginya, Hana terbangun dengan perut yang teras mual, perutnya begitu tidak nyaman, seolah-olah ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya. Dalam sekejap, Hana turun dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
"Huwekkk...
Huwekkk..."
Suara Hana yang sedang muntah bergema di kamar mandi. Wajahnya berubah pucat pasi karena terus memuntahkan isi perutnya, Seakan-akan darah di tubuhnya tidak lagi mengalir, membuat Hana tampak seperti mayat hidup.
Hana berusaha menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam sambil memegang dinding kamar mandi. Ia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berdiri tegak kembali, namun tubuhnya terasa begitu berat dan lemas.
Dalam keadaan seperti itu, Hana tidak tahu harus berbuat apa. Ia merasa kehilangan dan ketakutan, seolah-olah dunia berputar di sekelilingnya. Dia mulai merasa panik, takut bahwa ia mungkin mengalami sesuatu yang serius. Namun, di tengah kepanikan itu, Hana mencoba mengingat-ingat apa yang membuat dirinya menjadi seperti ini.
Apakah ini semua disebabkan oleh makanan yang ia makan semalam? Ataukah ada sesuatu yang lebih serius terjadi pada tubuhnya? Hana mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun semakin ia mencoba berpikir, semakin pusing kepalanya.
Sementara itu, di luar kamar mandi, Angkasa merasa khawatir mendengar suara istrinya yang terus muntah. Ia tidak tahu harus bagaimana? Masuk kedalam kamar mandi atau di luar saja menunggu istrinya keluar?
Tak lama akhirnya Hana keluar dari kamar mandi. Ia berjalan dengan langkah goyah menuju ranjangnya, berharap bisa segera berbaring dan merasakan kembali kehangatan tubuhnya.
Namun, pertanyaan tentang penyebab kondisi yang dialaminya saat ini tetap menghantui pikiran Hana, membuatnya semakin gelisah dan tidak bisa tenang.
Angkasa menatap Hana dengan kekhawatiran yang terpancar jelas dari matanya. Istrinya itu tampak pucat, wajahnya yang biasanya cerah kini terlihat lesu.
Dia mendekat dan mengusap kepala Hana dengan lembut, mencoba memberikan dukungan secara emosional. "Kamu kenapa?" tanya Angkasa canggung.
"Perutku mual, kepala ku juga pusing," jawab Hana sambil memejamkan matanya.Dia mencoba menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya, tidak ingin menimbulkan kekhawatiran lebih pada Angkasa.
"Kau ingin aku panggilkan dokter?" tawar Angkasa, tangannya masih di kepala Han sambil memijitnya sedikit.
"Tidak usah tuan, nanti juga bisa sembuh sendiri," tolak Hana, ia berpikir cuma masuk angin biasa.
"Kalau begitu aku akan menyuruh maid untuk membuatkan teh hangat untukmu," ucap Angkasa berusaha menawarkan solusi praktis yang mungkin bisa membantu Hana merasa lebih baik.
Hana hanya mampu mengangguk lemah, menyetujui usulan suaminya.
Angkasa pun melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya, dia pergi ke dapur dan menyuruh maid membuatkan teh hangat untuk sang istri.
"Buatkan teh hangat untuk Nyonya."
Mendengar perintah Angkasa Maid langsung menoleh dan terlihat gugup.
"Ba-ik, Tuan." jawabnya gugup, dia segera menghentikan pekerjaannya dan mengambil alat-alat yang diperlukan untuk membuat teh hangat.
Sementara itu, Angkasa menatap jendela dapur yang menghadap ke taman belakang, merenungi perasaannya yang bercampur aduk. Wajah Hana yang pucat dan lemas seakan menghantui pikirannya, membuat hatinya bergetar khawatir.
Dalam beberapa menit, Maid telah selesai membuat teh hangat. Ia menghampiri Angkasa dan menyerahkan nampan yang berisi cangkir teh hangat dengan tangan gemetar.
Angkasa mengangguk, menerima nampan itu dengan tangan yang mantap.Lalu berbalik dan kembali menuju ke kamar menemui Hana, dia berharap dengan teh yang dia bawa mampu menyembuhkan sang istri.
Dengan hati-hati Angkasa membuka pintu kamarnya.
Ceklek.....
Pria itu melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar, dan menghampiri ranjang dimana istrinya berada.
"Minumlah selagi hangat" ucap Angkasa seraya membantu Hana untuk meminum teh tersebut.
"Terima kasih" ucap Hana merebahkan tubuhnya kembali, setelah meminum minumannya.
Angkasa meletakkan gelas tersebut diatas nakas, matanya memandang sang istri dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Semalam kamu tidak lupa meminum pil nya kan" tanya Angkasa tiba-tiba.
"Saya selalu meminumnya kok tuan" jawab Hana.
Setiap kali selesai berhubungan, Angkasa selalu memberikan pil untuk Hana. Hana yang pun hanya menurut saja, karena takut membuat suaminya marah.
*****
"Sudah tiga bulan, kenapa istriku belum hamil juga?" tanya Angkasa pada Leo sahabatnya, yang berprofesi sebagai dokter.
"Kamu sabar saja dulu. Buat mie rebus aja butuh proses kok, masak iya buat anak langsung jadi" kesal Leo.
Saat ini mereka berdua sedang duduk di ruang tengah sambil membicarakan tentang Hana.
"Kamu yakin ingin membuat istrimu hamil? Status kalian cuma kawin kontrak. Suatu saat hubungan kalian akan berakhir," tanya Leo sambil menyesap kopinya.
"Aku butuh anak itu untuk mendapatkan warisan kakek, aku tidak rela perusahaan Lu jatuh ke tangan Levi" jawab Angkasa sambil mengepalkan tangannya di atas meja, pandangannya tegak lurus ke arah Leo, penuh keyakinan.
"Lalu bagaimana dengan istrimu?" tanya Leo lagi, mencoba mencari celah di rencana temannya tersebut.
"Setelah kontrak itu selesai, aku akan membebaskan Hana. Dia tidak perlu ikut merawat bayinya, karena aku sendiri yang akan merawatnya," terang Angkasa dengan nada tegas, seolah tak mau ada yang membantahnya.
Leo menggelengkan kepalanya, merasa prihatin dengan rencana temannya itu. "Kamu tahu, kan, bahwa bayi itu juga punya perasaan? Bayi itu akan merindukan ibunya, dan Hana juga pasti tidak akan terima di pisahkan dari anaknya," ujar Leo berusaha membujuk Angkasa untuk berpikir ulang.
Angkasa menyeringai sinis, "Pikiranmu terlalu jauh Le. Aku yakin Hana akan mengerti situasinya, dia pasti terima karena aku akan memberikan kompensasi dengan nominal yang banyak" ucap Angkasa percaya diri.
Leo menatap Angkasa dalam. "Semoga kamu benar. Tapi, ingatlah, tindakanmu ini bisa berdampak buruk pada dirimu dan anak mu di masa depan. Jangan sampai menyesal nanti." peringatnya kepada Angkasa.
Angkasa tersenyum tipis, seolah menyembunyikan rasa takut dan keraguan di dalam hatinya, "Aku sudah mempertimbangkan semuanya, Le. Kamu tidak perlu khawatir."
Tanpa mereka berdua sadari, sejak tadi Hana mendengar obrolan mereka. Raut wajah Hana terlihat kecewa.
"Aku harus segera mengambil langkah, aku tidak akan biarkan lelaki itu mengambil bayiku" ucap Hana sambil menggenggam tespek yang ada di tangannya, ia berniat menemui suaminya ingin memberitahukan tentang hasil ter tersebut, namun siapa sangka dia justru mendengar obrolan suaminya yang membuat hatinya kecewa.
Ngakak aku dari tadi... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣