Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)
“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”
...
New Book, On Going!
No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...
Bab 8 – Api, Bayangan, dan Jejak Misterius
Asap masih membubung tipis dari ruang bawah tanah kastil Valecrest ketika Lyra dibawa ke aula utama. Tubuhnya masih gemetar, bukan hanya karena dingin malam, tapi juga karena sensasi yang belum hilang dari pengalaman rune semalam. Matanya tak bisa lepas dari arah Theron, yang bergerak dengan kecepatan yang sulit ditangkap mata manusia.
“Lyra, kau di sini, aman?” Suara Theron rendah, tegas, tapi ada nada yang membuatnya lebih hangat daripada biasanya.
Lyra mengangguk pelan. “Aku… aku baik-baik saja, tapi aku rasa… aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di bawah sana.”
Theron menghela napas panjang, memandang ke lantai yang mulai mendingin dari bekas api. “Ini bukan kebakaran biasa. Api itu… terasa seperti energi yang dimanipulasi, bukan sekadar oksigen dan bahan bakar. Ada niat di baliknya.”
Lucian muncul dari balik bayangan, matanya emas menatap Lyra dengan kombinasi penasaran dan waspada. “Menarik. Kau benar-benar berhasil menarik perhatian sesuatu… atau seseorang. Cahaya dari lingkaran rune kemarin, itu bukan kebetulan.”
Eveline berdiri agak jauh, matanya tajam, lengan disilangkan. Senyumnya tipis, dingin, tapi ada kilatan kagum yang tak bisa disembunyikannya sepenuhnya. “Manusia ini… tidak seperti yang kukira,” gumamnya lirih, menatap Lyra sejenak sebelum menoleh pada Theron. “Tapi kau harus lebih waspada. Dunia kita tidak ramah pada kelemahan.”
Theron menatapnya balik, mata menyala penuh peringatan. “Aku tahu. Tapi dia bukan kelemahan, Eveline. Dia… lebih dari itu.”
Lyra merasa hangatnya perlindungan itu, tapi juga tegang karena aura ketegangan di antara Theron dan keluarganya. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Jadi… siapa yang ada di balik api itu?” tanyanya, menatap Theron serius.
“Tidak pasti,” jawab Theron singkat. Ia menunduk, menatap bekas jejak api di lantai. “Tetapi jejak energi itu… sepertinya sama dengan yang kau lihat di dalam rune. Sosok bermahkota hitam itu.”
Mendengar nama itu, Lyra merinding lagi. “Dia… nyata?”
Theron menatapnya, mata berkilat. “Sangat nyata. Dan ia sedang mengintai kita. Sejak kemarin. Bahkan sebelum kau berada di sini.”
Lucian melangkah lebih dekat ke Lyra, senyum nakal-nakalnya diganti tatapan serius. “Aku rasa aku harus tahu lebih banyak tentangmu, Lyra. Cahaya itu… kau memanggilnya, entah sadar atau tidak. Itu luar biasa.”
Lyra menatapnya, hati berdebar. “Aku hanya manusia… aku tidak tahu apa yang kalian maksud dengan cahaya itu.”
“Tapi tubuhmu mengatakan lain,” sahut Lucian, mencondongkan kepala. “Kau bertahan di lingkaran rune dengan cara yang tidak biasa. Dan sekarang… kau bertahan dari api yang bahkan para vampir muda kesulitan menahan energinya.”
Eveline menatap mereka berdua, lengan tetap disilangkan, wajah tetap dingin. “Ini akan menarik. Jika manusia ini memiliki sesuatu yang bahkan kami tidak kenal, Theron… kau mungkin telah memutuskan untuk mengundang masalah besar ke keluarga kita.”
Theron menatapnya panjang. “Jika itu berarti melindungi Lyra, aku siap menghadapi apapun.”
Lyra menelan ludah. Kata-kata Theron selalu membuat hatinya panas, tapi sekarang ada ketegangan tambahan: sosok bermahkota hitam. Ia tak tahu siapa atau apa itu, tapi instingnya mengatakan ancaman itu bukan main-main.
Theron bergerak ke bawah, mengajak Lyra dan beberapa vampir senior untuk meninjau ruang bawah tanah. Cahaya lilin mereka menari di dinding bata tua, menciptakan bayangan panjang yang seakan menambah kegelapan.
“Lihat sini,” Theron menunjuk ke sisa-bakar di pojok ruangan. “Energi ini bukan alami. Ada pola tertentu—seperti simbol kuno yang memanggil kekuatan.”
Lyra mendekat, matanya terpaku pada garis-garis yang membentuk rune tak sempurna. “Ini… mirip dengan lingkaran yang kemarin aku jalani?”
Theron mengangguk. “Ya. Tapi ini lebih kuat, lebih fokus, dan lebih gelap. Tidak seperti yang aku kenal di Valecrest selama berabad-abad.”
Lucian mengamati, matanya menyala penuh rasa ingin tahu. “Jika kau bertanya padaku, Lyra… sepertinya kau memiliki hubungan dengan energi itu. Entah kau sadar atau tidak, tubuhmu beresonansi dengannya.”
Lyra menggigit bibirnya, cemas tapi juga penasaran. “Aku… aku merasa ada sesuatu di dalamku. Sesuatu yang tidak kumengerti. Tapi aku tidak tahu apa itu.”
Eveline muncul dari sisi lain, tangannya memegang buku kuno tebal. “Buku ini menyebutkan tentang ‘pengikat darah fana dan vampir’… istilah kuno untuk manusia yang memiliki energi unik, yang bisa memengaruhi kekuatan Valecrest. Jika itu benar… manusia ini, Lyra, kau bisa menjadi titik balik sejarah keluarga kami.”
Lyra menelan ludah. “Titik balik sejarah…? Maksudmu aku… bahaya?”
“Bisa jadi,” jawab Theron cepat, menatapnya dengan campuran proteksi dan kekhawatiran. “Tapi bukan hanya bahaya. Kau juga kekuatan. Dan aku harus memastikan kau bisa mengendalikannya sebelum orang lain menyadari itu.”
...
Setelah pemeriksaan cepat, Theron membawa Lyra ke ruang latihan. Lilin dan simbol rune menempel di lantai, tapi kali ini bukan untuk ujian, melainkan untuk membimbing.
“Rasakan energi itu,” instruksi Theron lembut tapi tegas. “Jangan lawan. Biarkan tubuhmu menyesuaikan diri.”
Lyra berdiri di tengah lingkaran. Sensasi hangat dan dingin itu muncul lagi, tapi sekarang lebih lembut, lebih terkendali. Ia menutup mata, mencoba menyatu dengan energi yang ada.
Theron berada di sampingnya, tangan mereka nyaris bersentuhan, tapi tetap menjaga jarak profesional. “Tarik napas… dan lepaskan rasa takut. Energi itu adalah bagian dari dirimu, bukan lawanmu.”
Lyra merasakan detak jantungnya melambat perlahan, tubuhnya bergetar, tapi rasa takut berangsur hilang. Cahaya lembut memancar dari dalamnya, seakan mengisi seluruh lingkaran rune.
Lucian berdiri di sudut, matanya terpaku. “Aku… tidak pernah melihat manusia menyalurkan energi seperti ini. Jika dia bisa mengendalikannya…” Suaranya berhenti, seolah takut untuk melanjutkan.
Eveline menunduk, buku kunonya terbuka di pangkuan. “Kita akan mengawasinya. Terutama Theron… kau tidak boleh terluka oleh ikatan ini.”
Theron menatap Lyra, mata keperakannya menyalakan api pelindung. “Aku tidak akan membiarkanmu sendirian. Kau bisa mempercayai itu.”
Lyra menelan ludah. Kata-kata itu membuatnya hangat, tapi juga menambah beban tanggung jawab. Ia bukan hanya manusia yang penasaran—ia kini bagian dari dunia yang jauh lebih gelap dan berbahaya daripada yang pernah dibayangkan.
Saat malam semakin larut, keduanya berdiri di balkon, menatap hutan yang sunyi. Udara dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan.
“Theron… sosok bermahkota hitam itu…” Lyra mulai. “Apakah ia selalu mengintai kita?”
Theron menatap gelap hutan. “Sejak lama. Aku pernah melihatnya dalam mimpi, bayangan, bahkan bisikan. Sekarang… kau terlibat, jadi jejaknya menjadi lebih jelas.”
Lyra menggigil. “Apakah ia… musuh?”
Theron mencondongkan tubuhnya sedikit, jaraknya dekat tapi tetap sopan. “Belum tentu. Tapi ia berbahaya, dan misterinya bisa mengubah segalanya bagi kita—untuk keluarga Valecrest, dan untukmu.”
Lyra menatapnya, jantungnya berdebar. “Dan kau… tetap di sisiku?”
“Tentu saja,” jawab Theron pelan. Jemarinya menyentuh dagu Lyra dengan lembut, membimbingnya menatap matanya. “Tidak peduli apapun yang datang. Aku akan melindungimu. Bahkan jika itu berarti aku harus menghadapi bayangan yang paling gelap sekalipun.”
Di kejauhan, di balik pohon dan bayangan kastil, sosok bermahkota hitam menatap mereka. Mata merahnya menyala samar di malam. Ia mengamati setiap gerakan, setiap interaksi, seperti menunggu momen yang tepat untuk membuat langkah berikutnya.
Lyra merasakan hawa dingin menembus kulitnya, tapi kali ini bukan karena ketakutan—melainkan karena rasa ingin tahu yang membakar. Dunia ini gelap, penuh rahasia, dan kini ia telah menjadi bagian dari misteri itu.
Theron menatapnya lama. “Kau siap?”
Lyra menelan ludah, tapi senyum samar muncul di bibirnya. “Aku… akan belajar. Dan aku akan melindungi mereka yang kucintai. Termasuk… kau.”
Theron mengangguk, memeluknya erat. “Itu sudah cukup bagiku. Dan bagi dunia ini, kau mungkin akan menjadi lebih dari sekadar manusia.”