Naina Hilda, gadis yang selalu menghitung mundur hari pernikahannya harus menerima kenyataan ketika kekasihnya memutuskan hubungan sepihak.
Sang kekasih menemukan tambatan hati yang lain yang menurutnya lebih sesuai dengan standarnya sebagai seorang istri yang pantas digandeng tangannya ketika kondangan.
"Maaf, Na. Perasaanku ke kamu, hambar."
Dua pekan sebelum ijab kabulnya terucap dengan sang pria.
Tenda dan katering sudah di pesan bahkan dibayarkan, untung saja undangan belum sempat disebar. Namun, bukan itu yang membuat tingkat stres Naina meningkat hingga ia lampiaskan pada makanan.
Naina baru tahu ternyata mantan tunangannya memiliki kekasih dengan spek idaman para pria. Tinggi, putih, langsing, glowing, shining, shimmering, splendid.
Apa kabar dengan Naina yang kusam, jerawatan dan gendut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Rumah Saya
"Maaf, ya, Mas. Gak usah diambil hati, ucapan pak Ahmad." Pinta Naina setelah keluar dari warung bubur pak Ahmad.
"Terus, harus saya masukkan ke mana?"
"Terserah. Jantung, ginjal, paru-paru, usus." Naina geram. "Maksudnya tidak usah dipedulikan," ucapnya lagi.
Arga memasang wajah datar andalan, seolah tak terpengaruh ucapan pak Ahmad. "Oke."
Keduanya berjalan beriringan, hingga beberapa saat Naina baru menyadari. Arga bahkan bersamanya hingga memasuki komplek rumahnya.
"Gak ada niatan untuk pulang, Mas?" tanya Naina dengan hati-hati. Di hatinya masih merasa canggung untuk bicara dengan Arga asal-asalan. Dia takut sang kepala divisi menjadi murka.
"Ini mau pulang," jawaban Arga masih datar, namun berhasil membuat Naina menautkan kedua alisnya. Naina masih diselimuti kebingungan.
"Rumah, Mas Ar-ga, 'kan di desa sebelah. Kok ikut saya ke komplek ini?"
"Saya pindah di dekat rumah kamu?"
"APA! K-kenapa?" Lidah Naina menjadi kelu saat mendengar Arga pindah di dekat rumahnya. Meskipun tidak ada salahnya seseorang mau tinggal di mana pun yang ia inginkan.
"Kemarin waktu ke rumahmu kebetulan aku lihat ada rumah yang mau dikontrakkan. Rumahnya cukup luas dan nyaman. Karena aku suka, ya, aku pindah ke rumah itu. Biar lebih dekat juga dengan kantor." Arga menjelaskan. Memang begitulah alasan sebenarnya. Sedangkan Naina hanya mengangguk.
"Hari ini jangan terlambat datang lagi, ya. Saya akan benar-benar memarahi kamu jika nanti terlambat."
"Siap." Lima jari Naina bariskan di pelipis. Arga sedikit tersenyum karena ulahnya.
"Dah sana, pulang," usir Arga. Naina mengedipkan matanya mendapatkan pengusiran.
"Ini rumah saya." Tangan Arga tertuju pada rumah bercat hijau di belakang Naina. Rumah yang melewati tiga rumah lagi adalah rumahnya sendiri.
Disaat Naina masih mematung, disaat itulah Arga melihat sebuah mobil melaju cepat menuju keduanya yang berdiri di pinggir jalan. Sudah Arga perkirakan jika mobil itu mendekat pasti melewati genangan air yang bisa muncrat ke mereka.
"Naina, awas," teriak Arga.
Naina yang terkesiap sadar dari lamunannya dan segera menyadari kedatangan mobil tersebut. Namun, secepat yang tak Naina duga, Arga sudah memutar tubuh Naina kemudian ....
BYUUR ....
Seluruh badan Naina basah seketika, kaos putih yang dikenakannya berubah warna menjadi coklat. Masih terasa air genangan yang menyembur ke wajahnya bahkan ada yang masuk ke mulutnya karena ia tengah menganga.
"Ah, syukurlah," ucap Arga setelah keluar dari balik tubuh Naina yang lebih kecil darinya sambil menepuk-nepuk tangan.
"ARGAAAAA!" teriakan kuat Naina membuat pria yang merasa namanya disebut menoleh. Sebelum Naina berubah wujud menjadi semakin mengerikan, Arga segera berlari ke rumahnya dan mengunci pagar, agar Naina yang mengejarnya tak bisa ikut masuk.
"Awas kamu, Arga!" Naina berteriak geram di depan pintu pagar memandang punggung Arga yang masuk ke dalam rumah.
"Maaf." Arga berteriak dari balik pintu sambil senyum-senyum. "Untung saja wajahku tak kena air kotor," ucapnya seraya menyambar handuk dan masuk kamar mandi.
*****
"Kamu kenapa, Na? Habis nyebur got?" Tanya bu Linda saat melihat putrinya basah kuyup bahkan beraroma amis.
Naina tak menjawab pertanyaan sang ibu. Dia masuk ke kamarnya sambil menghentakkan kakinya.
Melihat kelakuan putrinya, bu Linda hanya menggelengkan kepalanya. Kembali menyiram tanaman di depan rumah.
"Benar-benar menjengkelkan," geram Naina sambil menyambar handuknya. Bergegas menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri.
Kini Naina berdiri di depan lemari. Dipandanginya semua baju yang menggantung satu persatu.
BERSAMBUNG.....