Pernikahan Namira dan kekasihnya akan berlangsung tak lama lagi. semua persiapan juga sudah hampir sempurna. Tapi kebahagiaan Namira harus kandas seketika di saat ia melihat foto calon suaminya yang tidur dengan wanita lain.
Namira pun akhirnya harus membatalkan pernikahannya dan menerima perjodohan dengan laki-laki yang sama sekali tak ia cintai.
Di saat Namira hampir bisa melupakan rasa sakit hatinya, mantan tunangannya dulu datang dan menawarkan cinta kembali untuknya. Akankah Namira menerima cinta itu kembali dan menjalin hubungan terlarang dengannya? atau Namira lebih memilih menjadi istri setia meskipun tak ada cinta di dalam hatinya untuk sang suami?!
Ikuti cerita selengkapnya di sini ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyva Firsyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Rahasia yang terbongkar
Pikiran Namira seperti mendadak buntu, ia tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan dari wanita yang paling di hormatinya itu. Namira merasa seperti maling yang tertangkap basah sekarang.
Dia sangat ceroboh dengan membiarkan jari manisnya kosong melompong tanpa cincin yang melingkar di sana. Sepandai apapun akting Namira pada akhirnya pasti akan ketahuan juga karena ketiadaan cincin itu.
"emm.. cincinnya Namira copot ma pas mau mandi tadi" perempuan itu mulai mencari alasan.
"oh ya? tumben kamu copot cincin itu? biasanya aja nggak pernah,meski mandi sekalipun" suara itu terdengar halus tapi menyeramkan di telinga Namira.
"lagi pengen aja ma. soalnya tadi luluran juga, jadi biar lebih leluasa aja bersih-bersih badannya"
"terus cincinnya kamu taruh mana?"
"di laci ma"
"coba mama lihat"
Aduh.. mati aku. kenapa aku malah bilang di laci?! mana mama minta liat cincinnya lagi. di laci pasti lah nggak ada,kan cincin itu udah aku balikin ke Alvan.
ayo Namira berpikir. kamu harus cari jawaban yang masuk akal agar mama percaya.
Namira menyemangati dirinya sendiri agar bisa mendapatkan jalan keluar.Jangan sampai jawabannya nanti malah akan jadi senjata makan tuan seperti yang di ucapkannya tadi.
"maksudnya di laci meja kerja aku di butik ma" ujar Namira pada akhirnya. Ia spontan saja mengatakan kalimat itu.
"kok kamu sembarangan naruh cincin tunangan Namira? kalo hilang gimana? bukan masalah nilainya,tapi yang terpenting adalah makna dari cincin itu sendiri. Cincin itu seperti tali pengikat antara kamu dan Alvan, kalo sampe hilang maka.." Mama Namira menggantung perkataannya.
Ucapan mama Memeng benar kalo cincin itu adalah pengikat antara aku dan Alvan. Tapi ikatan itu sudah terputus ma,dan nggak akan pernah bisa di sambungkan lagi sampai kapan pun.
"kalo gitu besok pas ke butik, biar Namira ambil cincin itu ma" Namira terpaksa harus menutup kebohongan yang di buatnya dengan satu kebohongan lagi.
"Biar mama aja yang ambil cincinnya sekarang" itu hanya gertakan saja, karena mama Namira merasa kalau ada sesuatu yang sedang di sembunyikan oleh putri semata wayangnya.
Mama Namira berbalik badan seperti akan keluar dari kamar anaknya. Jangan di tanya bagaimana perasaan Namira saat ini. perempuan itu sudah di buat ketar-ketir ulah mamanya.
"tunggu ma" Namira memegangi pergelangan tangan mamanya dengan kuat, seakan mencegah untuk pergi.
"Kenapa Namira?" mama Namira bertanya penuh selidik.
"tapi ini sudah malam ma, lebih baik mama istirahat aja, biar Namira yang ambil cincinnya besok" sorot mata Namira penuh dengan kecemasan. Ia takut kalau mamanya benar-benar pergi ke butik untuk mengambil cincin pertunangannya.
Kalau itu terjadi maka tamatlah riwayat Namira. pasti masalah yang di tutupinya akan terbongkar saat itu juga. Dan dia tidak mau kalau itu sampai terjadi.
"kamu nggak usah khawatir, mama kesananya nggak sendirian kok. tapi di antar papa" Ucapan itu justru membuat Namira semakin khawatir, karena kalau sampai papanya tau juga maka akan lebih parah lagi.
Papa Namira mengidap sakit jantung sudah cukup lama. Jadi beliau tidak boleh mendengar atau melihat sesuatu yang membuatnya shock. karena kalau tidak, sakit jantungnya akan kambuh. Itulah yang ia takutkan.
Namira seperti dalam keadaan tersudut sekarang. Dia merasa serba salah harus berbuat apa.
Jika ia bicara,maka mamanya akan tau masalah yang ia sembunyikan, dan dia tak mau membuatnya khawatir dan ikut memikirkan masalahnya.
Tapi kalau tidak bicara yang sebenarnya,maka mamanya akan nekat pergi ke butik bersama papa dan pasti akan langsung tau kalau dirinya berbohong. Namira takut kalau terjadi hal yang buruk pada papanya kalau sampai tau tentang masalah yang menimpanya.
"ada yang mau kamu bicarakan Namira?" mamanya seperti mengerti kegalauan hati Namira.
"ma, sebenarnya..." Namira tampak ragu-ragu untuk menceritakan semuanya.
"sebenarnya apa Namira?" Mama Namira mulai mendesak dengan pertanyaannya.
"aku dan Alvan udah putus ma. pernikahan kami batal" akhirnya kejujuran itu keluar juga dari mulut Namira.
"apa?? bagaimana bisa Namira? apa masalahnya?" mama Namira sangat terkejut mendengar pengakuan dari putrinya.
"Alvan selingkuh ma, dia tidur dengan wanita lain" Luka yang menyakitkan itu kembali di rasakan Namira.
Wanita yang berusia setengah abad itu tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia langsung bergerak memeluk Namira dengan erat. Hatinya terasa ikut sakit mendengar cerita dari mulut Namira.
Ia tak menyangka kalau anak yang di sayanginya itu menyimpan luka yang begitu dalam di hatinya. Jika bisa ia ingin menukar rasa sakit itu agar dia saja yang merasakannya. tapi ia tau itu sangat mustahil terjadi.
Brakk...
Seperti terdengar suara benda yang jatuh di telinga mereka. Namira dan mamanya pun bergegas berlari ke arah sumber suara itu berasal.
Betapa terkejutnya mereka setelah keluar dari kamar dan melihat papanya tergeletak lemah di lantai, tepat di samping Vas bunga yang pecah hingga berserakan kemana-mana.
"ya Tuhan... papa!!" teriak mereka bersamaan.
"papa pingsan ma" Namira berkata dengan rasa khawatir yang menjadi setelah memeriksa keadaan papanya.
"ayo cepat panggil pak Mamat, kita bawa papa ke rumah sakit sekarang juga" seru mama Namira memberikan perintah.
Namira berlari menuruni tangga dengan penuh rasa khawatir. Yang ia takutkan tadi ternyata terjadi juga. Sungguh ia merasa sangat takut kondisi papanya semakin memburuk. Dan dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau itu sampai terjadi.
"papa pingsan pak. tolong bantu bawa papa ke mobil,kita ke rumah sakit sekarang" ujar Namira setelah menemukan keberadaan pak Mamat, supir pribadi keluarganya.
"ya Allah.. baik non!" pak Mamat langsung berlari menaiki tangga untuk membantu majikannya. sedangkan Namira juga berlari mengikuti di belakangnya.
Papa Namira segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Di dalam mobil Namira dan mamanya terus berdoa agar tidak terjadi sesuatu yang buruk pada orang yang sama-sama mereka kasihi.
Mobil yang di kemudikan pak Mamat berhenti tepat di depan IGD salah satu rumah sakit terbaik di kota ini. Para perawat dengan sigap memindahkan papa Namira ke atas brankar kemudian membawanya untuk melakukan penanganan.
Namira dan mamanya mengikuti para tenaga medis di belakangnya dengan hati yang tak karuan. Ketakutan benar-benar menguasai perasaan mereka saat ini.
"mohon di tunggu di luar dulu Bu, dokter akan berusaha menangani pasien" ujar salah satu tenaga medis setelah sampai di depan ruang ICU.
"baik suster. tolong lakukan yang terbaik untuk suami saya" mama Namira berkata dengan berlinang air mata.
Perempuan berbaju serba putih itu mengangguk kemudian masuk ke dalam ruangan tempat papa Namira berada.
"ini semua gara-gara Namira ma. Papa begitu pasti karena mendengar perkataan Namira tadi" sudut mata Namira mulai basah.
"kamu jangan ngomong gitu Namira. lebih baik kita doakan saja agar papa baik-baik saja" sanggah mama Namira.
Mereka pun berpelukan untuk saling memberikan kekuatan satu sama lain, dengan harapan yang besar untuk kesembuhan laki-laki yang sangat berarti bagi mereka.