Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuju Mansion
Malam harinya, Selene berpamitan pada sang ibu, Susan, untuk pergi keluar kota urusan pekerjaan. Selene belum ingin bilang pada ibunya tentang pernikahan kontraknya dengan sang bos.
“Kau lama di sana?” tanya Susan dengan suara lemah.
“Ya, Mom. Tapi, aku sudah bilang pada Bibi Elsa agar menjagamu selama aku tidak ada. Oh ya, besok mommy akan dibawa ke rumah sakit untuk perawatan. Aku mendapat jatah asuransi kesehatan dari perusahaan.”
“Benarkah? Tidak bayar?”
“Ya, Mom. Tidak bayar. Semua gratis. Aku bekerja cukup giat jadi aku mendapatkan jatah itu. Aku pergi dulu. Sopir perusahaan sudah menungguku di luar.” Selene tersenyum tipis dan mengusap hangat tangan ibunya.
“Hati-hati dan kabari mommy setiap hari,” ucap Susan.
Selene mengangguk lalu berbalik pergi.
*
*
Selena melangkah keluar dari sedan hitam mewah itu, kakinya menapak batu kerikil putih yang halus di depan mansion bergaya Italia seluas lapangan bola.
Sopir pribadi Tommaso hanya mengangguk singkat sebelum mobil itu menghilang, meninggalkannya sendirian di hadapan pintu kayu raksasa yang sudah terbuka.
Bukan Tommaso yang menyambutnya, melainkan seorang kepala pelayan tua dengan jas berwarna coklat. "Selamat datang, Nona Selene. Saya Giacomo. Signor Tommaso masih belum pulang. Izinkan saya mengantar Anda ke kamar."
Dia sebenarnya lega tak perlu bertemu Tom, tapi dia tetap mengangguk dan tersenyum. Ia masuk mengikuti langkah pelayan, dan melihat kemegahan mansion. Dia melongo sesaat ketika melihat itu semua.
“Ikuti saya, Nona,” kata pelayan itu.
“Ya,” sahut Selene.
Ia tidak membawa apa-apa, hanya pakaian yang dia kenakan. Karena Tom yang memerintahkannya seperti itu. “Segalanya sudah disediakan,” begitu katanya.
Giacomo membawanya melewati lorong-lorong, lalu berhenti di depan sepasang pintu. "Kamar Anda."
Pintu terbuka. Selene terdiam di ambang pintu, napasnya tertahan. Ruangan itu luas, dengan warna gading yang hangat.
“Silakan masuk, Nona. Jika ada yang nona butuhkan, pakai interkom saja untuk memanggil saya,” kata Giacomo.
“Baik, Paman, terima kasih.”
Lalu Giacomo keluar dan menutup kembali pintu kamar Selene.
Begitu di kamar sendirian, mata Selene langsung tertuju pada satu sisi ruangan, walk in closet dengan dinding kaca, diterangi cahaya seperti galeri butik.
Dengan langkah pelan, dia pun mendekat. Lemari itu penuh. Gaun-gaun pesta yang elegan bergantungan rapi.
Blus-blus bahan terbaik, celana panjang yang dipotong sempurna, deretan sepatu hak tinggi dengan merek-merek yang hanya pernah dia lihat di majalah, Manolo Blahnik, Christian Louboutin, LV, berjajar begitu rapi dan anggun.
Di meja rias marmer, sebuah kotak perhiasan kulit terbuka, memamerkan banyak perhiasan yang tak pernah dia punya.
Parfum-parfum dalam botol kristal, kosmetik dari merek-merek luxury, semuanya baru, lengkap.
Selene mengangkat tangannya, menyentuh kain gaun malam berwarna merah marun. Bahannya sangat halus dan pasti nyaman dipakai. Dia suka wanginya, wangi ketika dia melewati butik mahal, tapi tak bisa memasukinya.
Senyum tipis merekah di bibirnya. Mungkin, pikirnya, sambil matanya berkaca-kaca menatapi kemewahan yang tiba-tiba menjadi miliknya, Tuhan sedang mengirimkan hadiah.
Setelah bertahun-tahun bertahan dalam hidup yang miris, tagihan yang menumpuk, merawat ibu yang sakit, menghadapi ayah toxic, semua ini terasa seperti mimpi yang terlalu indah.
Dia berdiri seperti seorang Cinderella. “Ini nyata,” bisiknya sambil masih tersenyum. Dia memejamkan matanya membayangkan bagaimana dirinya memakai semua itu.
pasti keinginanmu akan tercapai..
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke