NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Bab 8

Malam itu, rumah tua Ziyad dipenuhi hawa muram. Lampu minyak di meja kecil bergetar karena angin yang masuk lewat celah dinding bambu. Di ranjang kayu, ibunya terbaring lemah. Napasnya tersengal, dadanya naik turun tidak teratur. Suara batuknya pecah, menusuk telinga.

Ziyad duduk di sisi ranjang, wajahnya kaku menahan panik. Tangan kekarnya menggenggam jemari ibunya yang dingin. “Ibu… bertahanlah. Aku tidak akan biarkan kau pergi,” ucapnya lirih dengan suara bergetar.

Ia sudah dua malam tidak tidur. Matanya merah, rambutnya acak-acakan, janggut tipisnya tumbuh liar. Setiap kali ibunya tersedak, ia meraih mangkuk air hangat, menyuapi perlahan, lalu mengusap kening ibunya dengan kain basah. Namun di balik ketabahan itu, hatinya koyak.

Kenapa selalu seperti ini? Kenapa aku harus terus kehilangan? pikirnya getir.

Ia teringat masa kecil, ketika ayahnya pergi tanpa pamit, meninggalkan luka besar di keluarga. Kini, bayangan kehilangan ibunya membuat dadanya sesak.

***

Di luar rumah, malam masih pekat. Bulan bersembunyi di balik awan, dan hanya suara jangkrik menemani keheningan. Dari kejauhan, langkah hati-hati terdengar mendekat. Yasmin datang, menyusup di antara gelap, membawa sebuah bakul kecil berisi ramuan dan makanan hangat.

Ia berhenti di depan pintu, menarik napas panjang. Tangannya gemetar memegang bakul. Kalau Nek Wan tahu aku ke sini, pasti aku dimarahi. Tapi… aku tidak sanggup diam saja, batinnya lirih.

Pelan-pelan ia mengetuk pintu. Tok… tok… tok…

Ziyad terangkat dari lamunannya. Matanya menajam. Ia berjalan cepat ke pintu, membukanya dengan wajah tegang.

“Kenapa kau di sini?” tanya Ziyad dingin.

Yasmin menunduk. “Aku… aku hanya ingin membantu. Ibumu butuh perhatian lebih. Aku membawa ramuan untuk meringankan batuknya,” ucapnya lirih dengan hati-hati.

“Aku tidak butuh bantuanmu,” balas Ziyad tajam.

“Tapi dokter sudah dua malam tidak tidur. Kau butuh istirahat. Biarkan aku—” jawab Yasmin gugup.

“Pergi, Yasmin. Jangan buat keadaan semakin rumit,” ucap Ziyad dengan nada berat.

Yasmin menggigit bibirnya, tapi ia tidak mundur. “Aku tidak akan pergi. Aku tidak bisa membiarkanmu menanggung ini sendirian,” ucapnya tegas.

Ziyad menatapnya lama. Sorot matanya penuh amarah sekaligus kegelisahan. “Kau tidak tahu apa-apa tentang hidupku. Kau hanya akan ikut terluka,” balasnya dingin.

“Biar aku yang menanggung luka itu bersamamu,” ujar Yasmin dengan mata berkaca-kaca.

Suasana hening sejenak. Hanya suara batuk ibunya yang terdengar dari dalam. Yasmin menoleh ke arah ranjang, lalu melangkah masuk tanpa menunggu izin.

***

Ziyad ingin mencegah, tapi langkahnya terhenti. Ia melihat Yasmin meletakkan bakul di meja, mengeluarkan ramuan, dan dengan tangan lembut membersihkan lantai yang penuh kain basah.

“Air hangat ini bisa dipakai untuk mengompres. Ramuan sirih akan menenangkan batuknya,” ucap Yasmin lirih.

Ziyad hanya berdiri, dada naik turun, wajahnya muram.

Yasmin duduk di sisi ranjang, menyuapi ibunya dengan sendok kecil. “Pelan-pelan, Bu. Insya Allah sakitnya berkurang,” ucapnya lembut.

Mata ibunya terbuka samar. Ia menatap Yasmin, lalu tersenyum lemah. “Siapa… kau?” bisiknya parau.

“Namaku Yasmin, Bu. Aku teman Ziyad. Aku datang untuk membantu,” jawab Yasmin lembut.

“Baik sekali… hatimu,” ucap ibunya lirih dengan senyum tipis.

Air mata Yasmin jatuh, menetes di punggung tangan tua itu. “Istirahatlah, Bu. Kami di sini untukmu,” ucapnya dengan suara bergetar.

Ziyad memalingkan wajah, dadanya terasa diremas. Kenapa perempuan ini harus sebaik itu? Kenapa ia harus masuk ke dalam hidupku yang penuh luka? batinnya getir.

***

Malam berlanjut. Yasmin tetap bertahan. Ia mengganti kain basah, menyapu lantai, bahkan menyiapkan bubur tipis untuk jika ibunya terbangun.

Ziyad beberapa kali ingin mengusirnya, tapi lidahnya kelu setiap melihat Yasmin sibuk dengan tangan kecilnya. Rasa marah bercampur haru membuat hatinya kacau.

“Kenapa kau tetap di sini, padahal aku sudah menyuruhmu pergi?” tanya Ziyad akhirnya dengan suara berat.

“Karena aku tidak bisa membiarkanmu sendiri,” jawab Yasmin pelan.

“Aku sudah terbiasa sendiri,” balas Ziyad dingin.

“Tidak ada manusia yang benar-benar terbiasa sendiri. Kau hanya berpura-pura kuat,” ucap Yasmin dengan mata berkaca-kaca.

Ziyad menatapnya tajam. “Kau tidak tahu apa yang aku pikul, Yasmin,” balasnya getir.

“Kalau begitu, biarkan aku ikut memikul. Jangan halangi aku,” ujar Yasmin lirih tapi tegas.

Ziyad menunduk, matanya bergetar. “Kau akan menyesal,” ucapnya parau.

“Aku lebih menyesal kalau membiarkanmu jatuh sendirian,” balas Yasmin dengan suara penuh emosi.

***

Tiba-tiba ibunya kembali batuk keras. Ziyad dan Yasmin serentak menghampiri. Ziyad mendudukkan ibunya, sementara Yasmin menyiapkan air.

“Minum, Bu, pelan-pelan,” ucap Yasmin lembut.

Ziyad memegangi tubuh ibunya dengan tangan gemetar. “Ibu, jangan tinggalkan aku,” ucapnya lirih dengan air mata yang akhirnya jatuh.

Ibunya mengelus pipinya lemah. “Nak… kau harus… berani bahagia,” bisiknya parau.

Ziyad menangis, wajahnya tertunduk. Yasmin yang melihatnya ikut meneteskan air mata.

***

Malam itu, saat ibunya akhirnya tertidur, Yasmin duduk di teras, menatap langit yang dipenuhi bintang samar. Matanya bengkak, wajahnya lelah, tapi hatinya tetap ingin bertahan.

Ziyad keluar, berdiri di ambang pintu. Wajahnya pucat, sorot matanya kelam. “Kenapa kau masih di sini?” ucapnya datar.

“Karena aku ingin tetap ada, meski kau menolakku,” jawab Yasmin dengan suara serak.

Ziyad menatapnya lama, lalu memalingkan wajah. “Kau akan terluka, Yasmin,” ucapnya lirih.

“Biar saja. Asal aku tahu aku pernah ada untukmu,” balas Yasmin lirih dengan air mata jatuh.

Ia berdiri, mengambil bakul kosongnya, lalu berjalan pergi dengan langkah berat.

***

Ziyad berdiri diam di ambang pintu, menatap punggung Yasmin yang perlahan menjauh di bawah sinar bulan. Dadanya bergemuruh, matanya memerah. Dari balik jendela, ia melihat Yasmin berhenti sebentar, menengadah ke langit, lalu berbisik doa untuk ibunya.

Air mata Ziyad jatuh tanpa ia sadari. Ia menggenggam kusen pintu, bergetar.

Kenapa kau begitu keras kepala, Yasmin? Kenapa hatiku selalu goyah karena dirimu?

Malam itu, benteng yang ia bangun selama bertahun-tahun mulai retak, meski ia masih berusaha menyangkal.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!