"Awas ya kamu! Kalau aku udah gede nanti, aku bikin kamu melongo sampai iler kamu netes!" teriak Mita. 
" Hee… najisss! Ihh! Huekk" Max pura-pura muntah sambil pegang perut. 
Maxwel dan Mita adalah musuh bebuyutan dari kecil sayangnya mereka tetangga depan rumah, hal itu membuat mereka sering ribut hampir tiap hari sampai Koh Tion dan Mak Leha capek melerai pertengkaran anak mereka. 
Saat ini Maxwel tengah menyelesaikan studi S2 di Singapura. Sementara Mita kini telah menjadi guru di sma 01 Jati Miring, setelah hampir 15 tahun tidak pernah bertemu. Tiba-tiba mereka di pertemukan kembali. 
Perlahan hal kecil dalam hidup mereka kembali bertaut, apakah mereka akan kembali menjadi musuh bebuyutan yang selalu ribut seperti masa kecil? Atau justru hidup mereka akan berisi kisah romansa dan komedi yang membawa Max dan Mita ke arah yang lebih manis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juyuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sayang?
Tak lama, seorang karyawan laki-laki datang. Mita langsung melambaikan tangan, dan lelaki itu pun mendekat.
"Kenapa, Mbak?" tanyanya ramah.
"Bang, saya mau beli paku ukuran 8 senti, tiga puluh ribu ya" jawab Mita.
Lelaki itu mengangguk lalu pergi mengambil paku. Beberapa menit kemudian ia kembali dengan sebuah kantong hitam, menyodorkannya pada Mita.
"Makasih, Bang" ucap Mita.
"Sama-sama, Mbak" balasnya.
Mita berjalan menuju kasir. Namun baru saja sampai, bibirnya langsung miring melihat Max yang sedang duduk santai di kursi kasir, menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Kalau bukan gara-gara Abah, ogah banget aku ketemu kamu, Max! batinnya gondok.
"Nih" Mita menyodorkan uang tiga puluh ribu. "Pas ya, tiga puluh ribu." Tanpa menunggu jawaban, ia langsung berbalik hendak pergi.
"Mita!" panggil Max.
Langkah Mita terhenti. Ia menoleh dengan wajah jengkel. "Ngapa?" tanyanya sambil berkacak pinggang.
"Duit kamu kurang. Bukan dua belas ribu, nih saya kembalikan dua ribu." Max menyodorkan selembar uang dua ribuan ke arahnya.
Mita melotot, matanya terpejam sejenak sambil merintih dalam hati. Abahhh…
"Tunggu! Aku ambil uang dulu" katanya kesal. Ia meletakkan keresek hitam itu di rak samping, lalu berjalan tergesa ke rumah.
Max hanya menggeleng, lalu tertawa sinis. "Hedehh… dasar Mita tukang ceroboh!"
Beberapa menit kemudian, Mita datang lagi dengan langkah tergesa. "Nih!" ia menyodorkan uang dua puluh ribu.
Max menerimanya sambil mendengus. "Makanya lain kali teliti! Kamu nggak puas apa, sering dihukum gara-gara lupa ngerjain PR?"
"Diam, Max!!! Kenapa sih hobi banget cari masalah?" balas Mita dengan suara meninggi.
"max,,max!!Heh, Mita! Saya tuh lebih tua dari kamu. Sopan kalau ngomong!"
"Dari kecil juga gitu, emang udah bawaan. Jadi nggak bisa diubah!"
Mita kemudian menyipitkan mata, menatap Max tajam. "Apa jangan-jangan kamu berharap aku manggil kamu abang? Atau mas? Atau koko? Atau…."
"..Atau apa?" Max ikut melotot, wajahnya mendekat.
Mita tersenyum jail, wajahnya maju mendekati Max.
"...atau kamu mau aku panggil sa~yang?"
Muka Max langsung berubah merah padam. Dengan cepat ia berdiri, lalu mendorong tubuh Mita pelan.
"Pulang deh kamu, Mita! Pulang sana! Pulang!" ucapnya dengan gaya kayak ngusir ayam.
Mita malah semakin usil. Ia melambai tangan sambil nyengir.
"Iya deh, aku pulang dulu yaaa… sayanggg~"
"MITA!!" Max sontak keluar dari balik meja kasir, membuat Mita ngibrit menjauh sambil ketawa ngakak.
"Sekali lagi kamu ngomong begitu, saya lempar pakai sendal!" ancamnya.
Begitu sampai di depan toko, Mita malah menoleh lagi dengan muka usil.
"Sayang!!"
Sreeett!
Benar saja, sendal Max melayang. Untung Mita cepat-cepat mengelak.
"Huh… wleee, nggak kenaaa!" teriaknya sebelum lari masuk ke rumah.
Max berdiri di depan toko, mengepalkan tangan. Dadanya naik-turun menahan emosi.
"Awas aja kamu, Mita!!"
Di dalam rumah, Mita meletakkan plastik hitam berisi paku di depan Abahnya yang sedang asyik menonton TV bareng Mak Leha. Tanpa banyak kata, ia langsung nyelonong masuk ke kamar.
BRAK!
Pintu kamar dibanting sampai membuat Mak Leha dan Abah Adul terlonjak kaget.
"Kenapa tuh, Bah?" tanya Mak Leha penasaran.
Abah Adul cuma menggeleng santai. "Entahlah…"
Di kamar, Mita menggulung tubuh dengan selimut.
"Ahhh, ngapain sih ngomong gitu tadi! Harusnya kan jaga image! Malah ngelantur panggil-panggil sayang segala… ih, Mitaa!!" gerutunya sambil nendang-nendang kasur.
Namun tak lama, wajahnya kembali muncul dari balik selimut. Senyumnya lebar.
"Tapi… tadi muka Max sampe tegang gitu, hahahaha! Rasain! Makanya jangan usil sama aku!"
Mita kembali ngakak sendiri, lalu berguling di kasurnya.
.
.
.
"Mita!"
"Mitaaa!" suara Mak Leha menggoyang-goyangkan tubuh anaknya.
Mita mengerang, tubuhnya masih malas merentang di kasur. "Apa sih, Mak?" matanya masih tertutup.
"Apasih-apasih! Bangun! Kamu lupa ya, hari ini mulai kerja jadi karyawan Koh Tion?"
Mata Mita langsung membelalak, seketika ia terduduk. "Hah? Kapan ceritanyaaa, Mak?"
"Ah, kebanyakan tanya. Sana, buruan mandi!" Mak Leha menarik tangannya.
Dengan berat hati, Mita melangkah ke kamar mandi. Setelah selesai, ia menemukan baju kaos dan celana trening hitam sudah terbentang rapi di kasur. Ia langsung memakainya, lalu merapikan jilbab hitam seadanya.
"Mitaaa!" suara Mak Leha kembali bergema.
"Iya, sebentar lagi!" sahutnya seraya tergesa keluar kamar.
"Cepat! Kamu sudah telat!" omel Mak Leha.
"Iya iya… ya ampun" Mita membuka pintu rumah. Matahari pagi langsung menyapa wajahnya.
Ia berjalan ke toko Koh Tion. Kebetulan, lelaki itu sedang berdiri di depan bersama para karyawan.
"Mita? Masuk, Mit. Max udah nunggu di dalam" ucap Koh Tion.
"Iya, Koh" jawab Mita sambil mengangguk.
Ia menelusuri rak-rak tinggi berisi besi dan peralatan berat, kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan Maxwel.
"Ehem!"
Mita menoleh. Di sudut sana, Max sudah berdiri dengan tangan di pinggang, bibirnya manyun tiga senti.
"Lama banget!"
Mita melangkah mendekat. "Maaf…" ucapnya pelan.
Namun setelah sampai di depannya, Max hanya diam menatap. Mita jadi bingung.
"Max? Jadi tugas aku ngapain?" tanyanya.
Tanpa aba-aba, Max tiba-tiba menarik tangannya hingga punggung Mita membentur tembok. Satu tangannya menahan di dinding, mengurung Mita di antara dirinya.
"M-max? Kenapa sih?" suara Mita terdengar gugup.
Max memajukan wajahnya sedikit, suaranya rendah. "Bukannya kemarin kamu manggil akuuu sayang?"
Mata Mita melebar. "A-apaan sih! Itu kan cuma bercanda!" Ia mencoba kabur, tapi tangan Max yang satunya sudah ikut menahan, membuatnya tak bisa bergerak.
“Hah, Mita… kalau gitu aku juga mau kasih becandaan buat kamu,” ucap Max dengan senyum miring.
Mita menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. "Becanda apalagi sih, Max?!"
Wajah Max semakin dekat, membuat Mita semakin panik
Cup!
Bibirnya menyentuh bibir merah mita, lalu max tersenyum sinis "ini candaan untuk kamu"
"Maxxxx!!"