Bima Satriya mati konyol, tapi terbangun di tubuh Dante Romano, bos mafia paling kejam di Sisilia. Saat semua orang menunggu perintah pembantaian darinya, sebuah suara asing bergema:
“Misi pertamamu: Jadilah orang baik, atau mati selamanya.”
Bisakah jiwa polos Bima mengubah dunia penuh darah menjadi jalan penebusan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekutu dalam Bayangan
Pagi itu, vila keluarga Romano lebih ramai dari biasanya. Anak buah masih membicarakan kejadian semalam—bagaimana mereka, sebuah keluarga mafia ditakuti seantero Sisilia, justru berhasil menggagalkan serangan dengan… pesta makan malam.
“Boss, aku nggak percaya. Mereka datang bawa senapan, pulangnya bawa kotak pizza,” kata Alex sambil tertawa terbahak-bahak di ruang makan. “Aku nggak pernah lihat orang Barzini ketawa-tawa makan tiramisu begitu. Itu… aneh, Boss. Aneh tapi jenius.”
Giovanni menimpali, “Istriku sampai nanya kenapa aku pulang bawa sepiring lasagna sisa. Kukira aku kerja di restoran, bukan mafia.”
Bima—dalam tubuh Dante—hanya bisa tersenyum kecut. Dalam hatinya ia masih syok betapa sistem konyol itu benar-benar membuatnya melakukan hal absurd, tapi berhasil.
> [Misi Selesai: Pencegahan Pertumpahan Darah.]
[Hadiah: Skill Negosiasi Ajaib Lv.1 terbuka.]
Bima menatap layar sistem yang hanya bisa dilihatnya. “Negosiasi Ajaib… jadi aku sekarang salesman multi level mafia gitu?”
Namun di balik semua tawa, ada kegelisahan. Carlo Barzini, sang Don, jelas tidak puas. Ia menahan serangan malam itu, tapi bukan berarti menyerah. Bima tahu, cepat atau lambat, pertempuran besar akan datang lagi.
Dan firasat itu terbukti benar.
--
Beberapa hari kemudian, seorang pria asing datang ke vila Romano. Ia tinggi, berambut hitam, dengan jas rapi tapi wajah sedikit pucat. Marco yang biasanya waspada bahkan tidak berani menghentikannya saat pria itu memperkenalkan diri.
“Aku ingin bertemu Don Romano. Namaku Adriano Barzini.”
Nama itu membuat aula besar seketika senyap.
Adriano adalah putra kedua Carlo Barzini—calon penerus yang jarang muncul di depan umum, tapi terkenal cerdas. Tak ada yang menyangka ia akan datang sendirian, tanpa pengawal, ke sarang musuh.
Bima yang sedang membaca laporan terangkat alisnya. “Kau… datang ke tempat lawanmu dengan santai begitu? Kau tidak takut ditembak di depan pintu?”
Adriano tersenyum tipis. “Kalau kau benar-benar Dante Romano yang dulu, aku memang sudah mati sejak melangkah masuk. Tapi aku datang justru karena aku yakin kau bukan lagi Dante yang dulu.”
Bima menelan ludah. Waduh, ini bocah bisa baca aura atau gimana?
Mereka duduk di ruang tamu besar. Marco dan Giovanni waspada, berdiri di belakang kursi Boss. Adriano tetap tenang, memandang lurus ke mata Dante—atau lebih tepatnya, Bima di dalamnya.
“Aku ada di dermaga malam itu,” Adriano memulai. “Aku melihat bagaimana kau menghentikan puluhan orang bersenjata hanya dengan makanan. Itu… luar biasa. Dan gila. Tapi juga… efektif.”
Bima menyunggingkan senyum canggung. “Yah, kalau bisa damai tanpa darah, kenapa harus ribut, kan?”
Adriano menghela napas. “Ayahku, Carlo, dia hanya percaya pada kekuatan senjata. Dia pikir menguasai Sisilia hanya bisa dengan darah. Tapi aku tidak percaya begitu. Keluargaku sudah terlalu lama tenggelam dalam perang. Aku… ingin sesuatu yang berbeda.”
Mata Adriano berkilat serius. “Dan aku rasa… kau juga.”
Bima terdiam. Sistem berbunyi pelan:
> [Kesempatan Misi Tambahan Terbuka: Rekrut Adriano Barzini sebagai sekutu.]
[Hadiah: 500 Poin Kebaikan + Skill Strategi Politik Lv.1.]
Lagi-lagi misi aneh… pikir Bima. Tapi tawaran ini terlalu menarik untuk diabaikan.
“Kalau begitu, apa maumu datang ke sini?” tanya Bima dengan nada yang dibuat setenang mungkin.
Adriano mencondongkan tubuh. “Aku ingin kerja sama. Secara diam-diam. Aku tahu suatu hari aku akan menggantikan ayahku. Saat itu tiba, aku ingin menghentikan perang mafia di Sisilia. Tapi untuk itu, aku butuh dukungan. Dan hanya kau yang bisa memberikannya, Don Romano—atau siapapun kau sebenarnya.”
Bima tercekat. Adriano… seolah tahu ada jiwa lain di dalam Dante.
Namun Giovanni bereaksi keras. “Boss! Jangan percaya! Ini jelas jebakan. Mana ada Barzini datang sendiri minta kerja sama?!”
Alex menambahkan, “Betul. Dia mungkin pasang alat penyadap. Atau racun.”
Adriano mengangkat tangannya tenang. “Kalau aku ingin menjebak mu, Boss, aku tidak akan datang tanpa pengawal. Dan aku tidak akan duduk di kursi ini, dengan dua pistol mengarah ke belakang kepalaku sekarang.”
Kedua tangan Giovanni dan Alex memang memegang pistol di balik jas.
Bima tertawa kecil. “Kau berani juga, ya.”
Adriano menatap lurus. “Aku tidak punya pilihan lain. Kalau tetap ikut ayahku, aku hanya akan jadi mesin perang. Tapi kalau bersamamu… mungkin aku bisa menemukan jalan baru.”
Bima terdiam lama. Anjir, ini mafia atau drama Korea politik sih…?
Akhirnya ia mencondongkan tubuh, menatap Adriano. “Baik. Aku akan mempertimbangkan tawaranmu. Tapi aku butuh bukti. Bagaimana aku tahu kau tidak mengkhianati ku?”
Adriano mengeluarkan sesuatu dari sakunya—sebuah buku catatan hitam. Ia meletakkannya di meja.
“Ini… daftar transaksi gelap keluarga Barzini selama dua tahun terakhir. Nama-nama pejabat yang disuap, jalur penyelundupan senjata, bahkan lokasi gudang rahasia. Aku menyerahkannya padamu, Don Romano. Anggap ini tanda kepercayaanku.”
Alex terbelalak. “Astaga… ini… ini emas!”
Giovanni menggertakkan gigi. “Boss… kalau buku ini benar, keluarga Barzini bisa jatuh dalam semalam.”
Adriano tersenyum dingin. “Justru itu. Aku ingin ayahku jatuh. Dan aku ingin melihat siapa yang akan menolong Sisilia setelahnya. Mungkin… kau.”
Sistem Menguji
Seketika layar biru sistem muncul lagi:
> [Pilihan Penting]
Gunakan buku catatan ini untuk menghancurkan Barzini sekarang juga. (Hadiah: 300 Poin Kebaikan, Risiko: perang total)
2. Simpan buku catatan, tunggu saat tepat, dan bangun aliansi dengan Adriano. (Hadiah: 500 Poin Kebaikan, Risiko: pengkhianatan mungkin terjadi)
Bima menatap dua opsi itu. Dalam hatinya ia berteriak: Ya Tuhan, sistem! Kau pikir aku main game strategi apa?!
Tapi ia tahu, pilihan kedua lebih masuk akal. Kalau langsung hancurkan Barzini, perang berdarah pasti pecah. Itu bertentangan dengan misinya jadi orang baik.
“Aku akan simpan ini,” kata Bima sambil mengambil buku. “Tapi ingat, Adriano. Kalau kau berkhianat, aku sendiri yang akan menyeretmu ke neraka.”
Adriano mengangguk mantap. “Kau tidak akan menyesal, Don Romano.”
Malam itu, setelah Adriano pulang dengan selamat, Giovanni masih gelisah.
“Boss, aku tidak percaya padanya. Barzini tetap Barzini. Mereka ular. Kau tak bisa jinakkan ular, hanya bisa membunuhnya.”
Alex setengah hati menimpali, “Tapi Boss, kalau informasi di buku itu benar, kita bisa punya kekuatan besar. Bahkan polisi atau pemerintah bisa kita kendalikan. Itu kesempatan emas.”
Bima duduk tenang, menatap langit-langit. Dalam dirinya, Bima yang dulu hanyalah pria biasa dari Indonesia merasa kepalanya berasap.
Dulu aku cuma sibuk mikirin cicilan motor sama kerja kantoran. Sekarang aku harus mikir politik mafia, aliansi, pengkhianatan, kayak main serial Netflix langsung. Ya Tuhan…
Tapi satu hal pasti: ia harus terus maju. Karena sistem tidak akan membiarkannya mundur.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, kabar mengejutkan datang. Carlo Barzini mulai mempercepat rencananya menguasai Palermo. Ia mengirim pasukan ke wilayah pasar tua, memaksa pedagang membayar perlindungan dua kali lipat.
Namun yang tak disangka, sebagian pasukan Barzini justru mundur… tanpa perlawanan.
Bima mendapat kabar dari intel: orang yang memerintahkan mundur itu adalah Adriano.
> [Notifikasi Sistem: Hubungan dengan Adriano meningkat. Tingkat Kepercayaan: 45%.]
Bima menepuk meja. “Dia benar-benar serius. Kalau begini… mungkin Sisilia masih punya harapan.”
Namun, di balik semua itu, bayangan ancaman lain mulai muncul. Ada pihak ketiga—kelompok mafia kecil yang melihat kekacauan antara Romano dan Barzini sebagai peluang. Mereka mulai bergerak dalam kegelapan, siap merebut kekuasaan dari kedua keluarga besar itu.
Dan Bima belum menyadari, bahwa “jalan kebaikan” yang dipilihnya akan menarik lebih banyak musuh daripada yang ia bayangkan.