Dark romance dewasa.
Ayahnya yang seorang Adipati, difitnah dan seluruh keluarganya Kirana dibunuh. Kirana berhasil meloloskan diri dari maut bersama dayang kesayangannya yang bernama dayang Sumi. Di dalam pelariannya, Kirana singgah di Dukuh Seti dan Kirana secara tidak sengaja menyembuhkan seorang wanita di dukuh Seti. Wanita itu ternyata seorang ronggeng. Kirana akhirnya tinggal bersama ronggeng itu dan terpilih jadi ronggeng selanjutnya. Kirana terpaksa bersedia karena jika menjadi ronggeng dia diijinkan masuk ke pendopo agung. Dia ingin membunuh orang pertama yang memfitnah ayahnya dan orang itu tinggal di pendopo agung. Namun, dia justru dikejutkan dengan adanya penggerebekan dan dia menjadi tawanannya Mahapatih Lingga yang dingin dan kejam. Bagaimana nasib Kirana selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Geledah
Lingga keluar dari balik meja dengan perlahan dan itu membuat Kirana memasang kewaspadaan tingkat tinggi.
Eh! Dia mau apa melangkah ke arah sini?
Kirana mengernyit.
"Darimana kamu mendapatkan tusuk konde ini?" Wajah Lingga tampak mematikan dan langkahnya tegap.
"Saya sudah jawab, kan, tadi" Kirana mendengus kesal.
"Ini tusuk konde mendiang ibukku"
"Hah?!" Kirana mengerjap kaget sambil melangkah mundur karena Mahapatih Lingga semakin dekat dengannya.
"I-ni tu-suk kon-de i-bukku" Lingga memberikan penekanan tegas di setiap kata yang dia ucapkan sambil menggoyangkan tusuk konde yang dia pegang di tangan kanannya.
Kirana melangkah mundur dan menyemburkan, "Mana mungkin itu tusuk konde Ibu kamu. Itu.....itu......"
Lingga membuka tangan kirinya. Sebelum pria itu berdiri tadi, ia mengambil benda yang selalu ia selipkan di ikat pinggangnya.
"Aku punya kembarannya. Ibukku memperoleh tusuk konde ini dari raja di hari pernikahannya dan selalu meninggalkan satu untukku sedangkan yang satu lagi selalu beliau pakai saat berperang. Tusuk konde ini dipesan khusus oleh raja jadi tidak bakalan ada tiruannya di belahan bumi manapun" Geram Lingga sambil terus melangkah maju mendekati Kirana.
Kirana terus melangkah mundur hingga punggungnya menabrak meja besar yang berada di tengah ruangan tenda pribadinya Dimas.
Saat Lingga menyusupkan dua tusuk konde ke dalam sabuknya, Kirana menyemburkan, "Saya suka makan pria ganteng, berkulit cokelat, dan gagah perkasa jadi jangan mendekat!"
Lingga sontak terkekeh geli dan langsung melompat mengungkung tubuh Kirana sebelum gadis itu kabur. Lingga mencekal kedua bahu rampingnya Kirana sambil berkata dengan senyum miring, "Dengan tubuh pendek dan kurus kamu ini, katakan bagaimana caranya kamu memakan pria ganteng, berkulit cokelat, dan gagah perkasa?"
Kirana meringis kaget saat Lingga menyentak kedua bahunya sambil menggeram, "Dasar pencuri"
Kirana mendongak dan menatap tajam Lingga untuk menyemburkan, "Saya bukan pencuri! Tusuk konde itu memang dari dewa penolong saya saat saya masih......"
"Aku tidak percaya sampai aku membuktikannya sendiri" Lingga membalik badan Kirana dengan sekali hentak dan Kirana langsung memekik, "Anda mau apa, hah?!"
"Mau menggeledah kamu dan membuktikan ucapan kamu" Bisik Lingga di telinga Kirana dengan tangan yang sudah mulai bergerak di paha Kirana.
Kirana membeliak kaget dan langsung menahan tangan Lingga saat tangan pria itu menyingkap roknya.
Dengan mudahnya tangan Lingga menepis tangan Kirana dan menahan tangan itu di atas meja dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya melanjutkan gerakannya menyingkap rok gadis cantik itu.
Kirana membeliak dan hatinya terasa panas karena tersinggung. Gadis cantik itu menoleh ke belakang sambil mendesis, "Saya tidak menyembunyikan apapun di bawah sana! Saya bukan pencuri"
Lingga mengabaikan desisannya Kirana karena dia masih berusaha berpikiran normal saat tangannya menyusuri kulit putih dan mulusnya Kirana. Lingga sempat mengumpat di dalam hatinya saat dia menunduk dan melihat kaki indahnya Kirana. Pria gagah perkasa, pria yang selalu menang di setiap pertempuran besar itu, hampir leleh dan menyerah kalah saat tangannya sampai di kain pelindung segel kesucian. Dengan cepat Lingga menarik tangannya dari bawah sana saat dia tidak menemukan apapun di bawah sana sebelum jantungnya meledak karena gairah yang terus merangkak naik untuk mengoyak pertahanan dirinya.
Sementara Kirana mendongak dan menggigit bibir bawahnya saat tangan pria itu terus bergerak pelan di atas kain pelindung segel kesuciannya. Tubuh Kirana bergetar dan wajah Kirana terasa panas.
Kirana mengumpat, "B*j*ng*n!" Saat tangan pria itu keluar dari dalam roknya lalu dengan cepat menyusuri pinggul sampai ke perut ratanya dan langsung naik ke bawah dadanya.
Jantung Kirana berdebar hebat.
Sial! Tanganku sangat ingin menangkup dadanya sekarang juga. Tidak, tidak! Tidak boleh! Lingga menyusurkan tangannya di bawah dadanya Kirana sambil menggelengkan-gelengkan kepalanya.
Napas pria itu menderu di telinga Kirana saat pria itu menggeram dengan suara serak, "Ucapanmu sudah terbukti. Kamu bukan pencuri" Lalu, pria tampan itu dengan cepat melepaskan Kirana dan melompat mundur. Dia harus segera menjauh dari Kirana sebelum penguasaan dirinya bobol.
Kirana berbalik badan dengan wajah merah penuh amarah.
Sebelum Kirana menyemburkan protes, Lingga berlari kembali ke meja dan duduk menghadap peta pertahanan militer dan tanpa menatap Kirana, pria tampan itu berkata, "Kamu malam ini berangkat bersama rombongan tawanan lainnya ke Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Prajurit terbaikku akan mengawal perjalanan kalian"
"Hei! Masalah tusuk konde tadi bagaimana?! Anda sudah menggeledah saya dengan kurang ajar dan sekarang Anda duduk begitu saja dengan wajah tenang seolah tidak terjadi apa-apa, hah?!"
Lingga mengabaikan ocehannya Kirana dan berkata tanpa menatap Kirana, "Masalah penggeledahan itu wajar karena kamu mencurigakan"
"An....Anda benar-benar b*j*ng*n!" Desis Kirana.
"Bukankah tadi kamu masuk ke sini karena ingin meminta maaf"
"Anda yang harus meminta maaf" Pekik Kirana kesal.
Bibir Lingga tersenyum tipis lalu pria tampan itu berkata tanpa menatap Kirana, "Lebih baik aku geledah seperti tadi daripada aku tebas langsung kepala kamu karena kamu biasanya memperlakukan orang yang aku curigai dengan cara menebas langsung kepalanya.
Tangan Kirana sontak mengepal erat dan matanya menyipit dengan bibir mengerucut.
"Masalah tusuk konde kita bicarakan nanti setelah aku pulang dari Pelabuhan Semarang jadi bersiaplah karena kamu dan semua tawanan, malam ini harus berangkat ke........"
"Pelabuhan Semarang?" Tanya Kirana dengan kening berkerut.
"Hmm. Kembalilah ke tenda dan bersiaplah untuk pergi ke......"
"Saya juga mau pergi ke Pelabuhan Semarang" Sembur Kirana dengan mata berkilat penuh semangat.
Lingga mengeraskan gerahamnya dan menghunus tatapan tajamnya ke Kirana.
Kirana melangkah maju sambil berkata dengan penuh semangat, "Saya bisa ilmu pengobatan. Sudah terbukti, kan, saya tabib yang hebat. Saya bisa menangani segala racun dan untuk itulah Anda membutuhkan saya" Kirana memainkan kepangan rambutnya dengan senyum bangga di depan meja.
"Siapa yang membutuhkan kamu? Aku sudah memiliki tabib pribadi" Geram Lingga dibalik meja.
"Tapi, tabib Anda tidak sehebat saya, kan"
"Katakan kenapa kamu ingin pergi ke Semarang!" Lingga bangkit berdiri lalu berjalan pelan memutari meja.
"Saya adalah tabib dan saya bisa menolong Anda jika Anda terkena rac........."
Lingga menggebrak meja saat dia sudah berdiri di samping kanannya Kirana, "Katakan kenapa kamu ingin pergi ke Semarang!"
Kirana tersentak kaget dan melompat mundur. Lalu menoleh tajam ke Lingga.
Kenapa dia suka sekali membentak dan melotot? Cepat tua kapok. Batin Kirana dengan mulut mengerucut dan mata menyipit.
"Katakan!" Lingga semakin melotot.
Kirana mengangkat kedua tangannya di depan dada, "Baik lah baik, jangan mayah-mayah! Nanti cepat tua"
Lingga mengeraskan gerahamnya dan kembali menggebrak meja.
Kirana mengerjap kaget dan menyemburkan, "Teman baik mendiang Ayah saya tinggal di sekitar pelabuhan Semarang. Saya ingin......."
"Apakah orang itu ayahnya pria yang bernama Aditya?" Lingga menyipitkan kedua matanya. Dia kesal di detik dia dengan sangat terpaksa menyebut nama Aditya. Nama pria yang sudah membuat hatinya berdenyut nyeri karena cemburu.
"Iya. Saya ingin bertemu dengan beliau dan meminta bantuannya untuk membalaskan dendam kematian ayah dan ibu saya"
"Kenapa kamu tidak pergi ke Kediri dan meminta tolong Paman kamu. Paman kamu menggantikan posisi mendiang Ayah kamu, kan, saat ini?"
"Justru itu" Kirana mengayunkan kepangan rambutnya dengan kedua tangannya.
"Justru itu?" Kening Lingga berkerut.
"Iya, justru itu. Saya mencurigai Paman saya ikut ambil bagian dalam kasus pemfitnahan ayah saya jadi saya berubah pikiran mencari dia. Saya berencana mencari paman Kavi saja dan kebetulan Anda hendak pergi ke pelabuhan Semarang. Pucuk dicinta ulam tiba, kan?"
"Cinta apa cinta, hah?! Dan berhenti memainkan kepangan kamu! Cih! Bikin sakit mata kepangan kamu itu" Lingga menarik salah satu kepangan rambutnya Kirana dan Kirana memekik, "Sakit, sakit, Mahapatih!"
Lingga melepaskan kepangan rambutnya Kirana sambil membatin, cerdas juga gadis ini. Dia mencurigai pamannya dan setelah aku selesai dengan urusan pelabuhan nanti, aku akan bikin perhitungan dengan paman si kucing liar ini. Lingga tersenyum tipis saat pria tampan itu berbalik badan.
Sedangkan Kirana mengarahkan tinjunya ke kepala belakang pria tampan itu sambil mendesis, "Dasar brengsek!"