NovelToon NovelToon
Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Blurb:

Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.

Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.

Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.

Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.

Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?


Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Beberapa hari kemudian.

Matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela rumah sakit, menari di lantai keramik yang mengilap. Di ambang pintu kamar itu, Paman Jack berdiri sambil membawa tas kecil. Ia tersenyum dengan lembut ketika Mia keluar dari kamar dengan pakaian rapi dan rambut panjangnya yang menutupi sebagian wajahnya.

"Akhirnya Anda diperbolehkan pulang, Nona," ucapnya dengan hangat.

Mia hanya tersenyum tipis. Tangannya naik pelan untuk menyentuh dahinya yang tersembunyi di balik poni panjang itu.

"Lukanya memang sudah sembuh," gumamnya, "tapi aku belum siap untuk dilihat oleh orang-orang dengan bekas luka ini..."

Paman Jack memandanginya sejenak lalu menundukkan kepalanya sedikit untuk menunjukkan rasa hormat.

"Nona Mia tetap terlihat sangat cantik dengan atau tanpa luka itu. Tapi lakukanlah apa pun yang membuat Anda merasa nyaman, Nona."

Mia menatapnya sejenak lalu mengangguk dengan pelan. Keduanya kemudian melangkah keluar dari rumah sakit dan menuju mobil yang telah menunggu mereka diparkiran.

Di dalam mobil, Mia menatap kosong ke arah luar jendela. Pemandangan kota yang bergerak perlahan seolah tidak dapat menyentuh apa yang ada di dalam pikirannya. Dalam diamnya, suara hatinya berbisik lirih.

“Aku ingin membeli beberapa pakaian musim gugur… Rasanya sudah lama sekali tidak membuka lemariku itu.”

***

Udara di dalam butik begitu nyaman. Wanginya khas, aroma lembut dari parfum kayu manis yang selalu mengingatkannya pada masa lalu. Mia melangkah masuk perlahan, lalu jemarinya menyusuri deretan jaket yang tertata rapi disana.

"Hmm... warna cokelat tua atau hijau zaitun, ya?" bisiknya, ia mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa hampa yang tak kunjung pergi juga.

Namun disaat dia menoleh ke sebelah kiri… langkahnya tiba-tiba terhenti.

Matanya membeku pada satu titik di seberang ruangan itu.

Beberapa meter di depannya, Christopher, lelaki yang ia cintai dengan sepenuh hati, berdiri di samping seorang wanita. Mereka tampak sedang mencoba mantel bersama. Tawa kecil mereka pun mengisi ruangan itu, begitu ringan dan intim.

Wanita itu, Lusy, berdiri di depan cermin sambil memutar tubuhnya pelan.

"Apa aku terlihat bagus dengan mantel ini?" tanyanya dengan riang.

Christopher hanya tersenyum kecil, lalu melangkah mendekat sambil membawa mantel lain yang ada di tangannya.

"Sebenarnya..." katanya dengan lembut. "Apa pun itu, akan terlihat sangat bagus saat kau yang memakainya."

Dikejauhan, Mia berdiri mematung. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, matanya tidak bisa lepas dari pemandangan yang ada di depannya.

"Christopher..."

Ia melihat pria itu memeluk Lusy dari belakang. Gerakan itu begitu lembut dan penuh kasih, seperti yang dulu ia harapkan pada pria itu.

"Kalau kau kedinginan nanti... biar aku saja yang akan menghangatkanmu," bisik Christopher di dekat telinga Lusy.

Lusy tersipu. "Kak… Jangan bicara seperti itu di tempat umum begini," katanya sambil mendorong bahunya dengan pelan.

Mia masih di tempatnya dan tidak bergerak sedikitpun. Ia bahkan tidak menyadari bahwa air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya, jatuh satu per satu tanpa suara.

“Jadi selama ini… Aku sungguh tidaklah penting baginya?”

“Bahkan disaat aku terluka pun.. dia tidak datang untuk menjagaku.”

“Tapi sekarang... dia ada di sini, tertawa... dengan orang lain.”

Hatinya mencubit perih, seperti dilukai untuk yang kedua kalinya.

Dengan langkah pelan dan juga tergesa, Mia mundur beberapa langkah. Ia menarik napas dalam-dalam mencoba meredam isak yang nyaris meledak dari dadanya. Lalu ia berbalik… dan melangkah cepat ke arah pintu keluar butik itu.

Ia tak sanggup lagi menatap mereka.

Tidak untuk hari ini.

Atau mungkin tidak akan pernah lagi.

Angin musim gugur menerpa lembut wajah Mia saat ia berjalan cepat melewati beberapa deretan mobil. Langkahnya sangat goyah, dadanya naik turun tidak beraturan, dan matanya nyaris kabur oleh air mata yang menggenang. Tapi ia tetap memaksa dirinya untuk melangkah dan menjauh sejauh mungkin dari luka yang baru saja menganga lebar.

“Jangan menangis… tolong jangan menangis di sini…” bisiknya pada dirinya sendiri.

Namun, takdir tampaknya belum selesai untuk mempermainkannya.

Sebuah suara dari belakang memanggilnya dengan nyaring, begitu sinis, dan penuh dengan ejekan.

"Wah... kebetulan macam apa ini?"

Tubuh Mia kaku seketika. Ia menutup matanya dan menarik napas panjang sejenak sebelum berbalik dengan pelan.

“Suara yang paling tidak ingin kudengar hari ini…” gumamnya lirih.

Di hadapannya, Lusy berdiri dengan penuh percaya diri, mantel cokelat hangat yang tadi dipilihnya bersama Christopher kini membungkus tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya tampak bersinar karena rasa kemenangan.

"Ya," ucap Mia, suaranya dingin. "Ini suatu memang kebetulan. Tapi kebetulan yang begitu menjijikkan."

Lusy melangkah kakinya dengan santai, lalu ia menyandarkan tubuhnya ke mobil Mia dengan sikap santai.

"Aku tidak tahu bahwa kau sudah keluar dari rumah sakit hari ini," katanya dengan nada ringan. "Kalau aku tahu, aku pasti akan menyuruh Chris untuk menjemputmu tadi."

Mia tertawa getir.

"Hanya ada aku dan kamu di sini," ujarnya tajam. "Untuk apa kau masih berpura-pura baik padaku?"

Senyuman Lusy seketika menghilang. Sorot matanya berubah menjadi dingin, bibirnya menyeringai dengan keangkuhan yang sulit ditutupi.

"Mia..." ucapnya pelan dan penuh tekanan. "Kau tidak akan pernah bisa menang dariku."

"Dulu, aku yang mengakhiri hubunganku dengan Christopher hanya untuk memberikan kesempatan padamu." Ia menekankan setiap kata seperti pisau. "Tapi sekarang... aku sudah kembali. Dan aku akan mengambil semuanya kembali."

Mia mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.

"Mengambil kembali?" tanyanya. "Empat tahun yang lalu, kau meninggalkan Chris tanpa penjelasan apa pun. Kau kencani dia hanya untuk bisa kabur dari kendali pamanmu, bukan?"

Lusy tidak menunjukkan rasa penyesalan. Namun sebaliknya, dia mengangkat sedikit dagunya, ia merasa bangga akan semua yang telah ia lakukan.

"Dan sekarang aku mencintainya. Sangat." Mata itu menatapnya dengan tajam. "Dan yang lebih penting, dia juga sangat mencintaiku. Maka... aku sarankan padamu, kau segeralah menandatangani surat perceraian itu. Atau dia akan membencimu lebih dari sekarang."

Kata-kata itu menikam jantung Mia, tapi ia menolak untuk menyerah. Pandangannya tetap teguh, meskipun hatinya terasa perih.

"Ya... Chris memang mencintaimu," bisiknya lebih kepada dirinya sendiri. "Tapi pertanyaannya... apakah kau benar-benar bisa memilikinya?"

Lusy menyeringai, senyumnya melengkung dengan penuh kemenangan seperti seorang ratu yang baru saja menjatuhkan pion terakhir lawannya.

"Kau terdengar sangat menyedihkan sekali," ucapnya pelan namun begitu menyakitkan.

Mia tidak langsung menanggapinya. Pandangannya kosong menatap ke depan, ia mencoba mencari kekuatan dari bayangan dirinya yang terpantul samar di kaca mobilnya.

"Dulu... aku adalah korban bullying," suaranya lirih namun dengan sarat terluka.

"Aku menderita PTSD. Bahkan setelah kalian mengetahui itu, kalian tetap saja mempermalukanku, seakan aku sangatlah pantas untuk dilukai."

Mia menarik napas dalam, dadanya bergetar. "Dan sekarang, setelah semua penderitaan itu... kau datang lagi dan menuntut agar kami akan bercerai?"

Lusy terkekeh pelan, tawanya terdengar nyaring namun terasa getir, seperti seseorang yang menertawakan luka orang lain agar tidak terlihat betapa ia sendiripun juga hancur di dalamnya.

"Apa yang aku inginkan?" tanyanya dengan nada tajam, menyembunyikan amarah di balik tawanya itu.

"Segalanya.. Semua yang seharusnya memang menjadi milikku."

"Ketika wanita tua itu mengirimku ke luar negeri, disana aku hidup seperti di neraka. Kau tahu apa artinya bertahan sendiri di negeri asing tanpa dukungan oleh siapa pun?" Matanya berkilat. "Sekarang aku kembali. Dan aku akan mengambil semuanya kembali. Termasuk Christopher Lee. Suamimu."

Mia mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. Ia tidak ingin menangis di hadapan wanita ini.

"Aku tidak akan meladenimu lagi," gumamnya, ia berbalik dan melangkah menuju pintu mobilnya.

Namun sebelum ia sempat membuka pintu, tangan Lusy dengan kasar menarik lengannya dan mencengkeram erat hingga Mia sedikit terhuyung.

"Kau tahu, kan?" bisik Lusy di telinganya dengan nada licik yang begitu menusuk.

"Waktu Chris mabuk malam itu... dia berpikir kau adalah aku."

"Itulah alasan kenapa dia tidur denganmu. Jadi, posisi yang kau miliki sekarang ini, istri dari Christopher Lee, itu adalah karenaku."

Kata-kata itu menghantamnya begitu keras, tetapi Mia tidak lagi selemah dulu. Ia menarik lengannya dengan paksa dari cengkeraman Lusy, lalu menatap wanita itu dengan mata yang tidak lagi dipenuhi oleh air mata, melainkan dipenuhi oleh api.

"Kau ingin menikah dengan Chris demi saham untuk pamanmu, bukan?" katanya dengan penuh tekad. "Sayangnya, selama aku masih di sini… kau tidak akan pernah mendapatkan posisiku."

Mia membuka pintu mobilnya dan segera masuk ke dalam, lalu ia menutup pintu dengan satu hentakan yang tegas. Sebelum Mia menyalakan mesin, ia menoleh sekali lagi ke arah Lusy, mata mereka bertemu, dua perempuan yang pernah berbagi cinta dari lelaki yang sama, namun dengan tujuan yang jauh berbeda.

"Aku tidak akan kalah dari orang yang menjual cinta demi kekuasaan," ucap Mia dingin.

Dengan satu gerakan mantap, mesin mobil menyala dan Mia melaju menjauh, meninggalkan Lusy berdiri membeku di bawah cahaya redup parkiran dengan mata yang menyala oleh amarah dan dendam yang belum selesai.

***

Suara pintu yang tertutup perlahan menggema di dalam ruang tamu yang tampak sepi. Mia melangkah masuk dengan tubuh yang terasa lelah. Ia meletakkan tasnya di atas sofa lalu berjalan menuju kamar mandi tanpa banyak berpikir.

"Aku sangat lelah hari ini..." batinnya pelan.

Di kamar mandi, Mia menyalakan keran air. Suara air mengalir menjadi musik latar belakang yang menenangkan pikirannya. Ia menundukkan kepala, membiarkan air dingin itu menyentuh wajahnya, ia mencoba menenangkan gejolak emosi yang masih mengendap di dalam dadanya. Disaat ia menatap bayangan dirinya di pantulan cermin, seulas luka samar masih terlihat di sudut pelipisnya.

"Bekas lukanya masih terlihat... Tapi setidaknya aku masih hidup sekarang."

Dengan langkah pelan, ia keluar dari kamar mandi dan menuju ke kamar tidur. Tubuhnya terhempas ringan ke atas kasur.

"Seandainya aku bisa tidur dan melupakan semuanya..." bisiknya lirih.

"Hanya untuk malam ini saja."

Namun, keheningan itu tak berlangsung lama. Ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidur tiba-tiba bergetar. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi dari nomor yang tidak dikenalnya.

Pesan Masuk:

- Hai kelinci kecil, tebak siapa aku! Aku akan memberimu hadiah kalau tebakanmu benar - 🐰

Alis Mia mengerut pelan, tapi sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis. Ada sesuatu dalam pesan itu yang terasa begitu familiar dan begitu hangat.

"Hanya ada satu orang yang pernah memanggilku seperti ini..." gumamnya.

Beberapa detik kemudian, ponselnya berdering. Nama pengirim itu masih tidak terlihat, tapi Mia tanpa ragu untuk mengangkatnya.

"Halo?" sapanya hati-hati.

Dari seberang sana, suara laki-laki menyambutnya dengan nada rendah yang begitu hangat, tetapi sedikit bergetar seolah tak percaya jika mereka akhirnya bisa berbicara lagi.

"Mia... Kau pasti tahu itu aku, bukan?"

Mata Mia melembut. Senyum tipis yang sempat menghilang kini kembali menghiasi wajahnya.

"Tentu saja. Tidak ada orang lain yang memanggilku kelinci kecil dan menambahkan stiker seperti itu," jawabnya, nada suaranya pelan namun mengandung banyak kenangan.

Terdengar tawa pelan dari seberang telepon. Laki-laki itu adalah Daniel, ia tertawa seperti yang selalu ia lakukan dulu.

"Kau masih ingat rupanya," katanya pelan. "Padahal dulu, kau bahkan tidak pernah membalas pesanku sama sekali... dan malah memblokir nomorku."

Mia terdiam sejenak. Kenangan masa lalu yang sempat ia tutup rapat mulai menyelinap kembali. Dengan suara lirih dan hati-hati, ia pun menjawab.

"Aku… aku minta maaf. Saat itu, aku hanya ingin menjauh dari semuanya."

Dan kini, mereka terhubung lagi, dua orang yang pernah saling mengenal, terluka, dan atau mungkin... belum selesai satu sama lain.

.

.

.

.

.

.

.

- TBC -

1
Sammai
terlalu lama dan berputar putar jalan ceritanya
rian Away
BAKKA
lusiaaaa
jangan lama-lama karma buat lusi dan Christopher, Thor
Adinda
mia gak punya harga diri apa sudah disiksa direndahkan dihina dicaci maki masih bertahan sampai kamu mati Saja Christopher gak bakalan sadar
partini
like rollercoaster
Sammai
semakin bodoh aja
partini
Mia kamu tuh mau sampai kapan merem Terus ,,melek dikit aja
Anita: aihh...mia jgn lemah bgt..tinggalkan mreka smua
total 1 replies
partini
kenapa semua orang minta sesuatu ke Mia ,,, Mia Mia i have nothing to say lah
Sammai
Aku rasanya ingin selalu memakai dengan karakter pemain utama ini
Sammai
Mia bodoh, tinggalkan rumah itu
partini
aihhh ga usah janji ,janji itu berat
and then ngapain berharap Mia mau dah tau Mia tuh cinta mati ma Crist
Daniel pls deh move on
partini
Mia kamu tuh kaya ikan gurame nongol ke atas masuk lagi 🤦🤦
hidup mu cuma maju mundur maju mundur cantik
partini
nyonya iren apa kalau Mia mati kamu baru berhenti,, berjanji tapi bikin nyesek di hati tega sekali anda ini
partini
Crist marah kaya gitu kalian aja ga terbuka ga salah jg dia coba kalian ngmng yg sesungguhnya
main petak umpet Mulu ga cape apa
sad ending buat Crist biar dia terluka hatinya kaya Mia kalau bisa ga bisa ya is ok
Phida Lee: Isokeyy kak, terimakasih 😊
total 1 replies
Phida Lee
Aku juga bingung 😔
Phida Lee
tidak tahu juga ya.. mungkin Ny Irene masih ingin melihat anaknya dulu biar sadar ಥ_ಥ
Anita
ny Irene hanya Tau menghakimi Daniel,bagaimana dgn Chris yg bahkan tak bs lepas Dr lusy
Yoeni Menil
kenapa lusy tdk ditekan jg sama nyonya irene terhormat 🙃
Sammai
mia.bodoh segera pergi dari rumah itu tinggalkan semuanya jangan terus terpaku dengan rasa hutang budi kalau itu akan membunuhmu secara perlahan
Phida Lee: lah iya, benar juga. kan jadi tersiksa dianya :(
total 1 replies
Aether
Christopher cembukor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!