Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Obat
Tiba-tiba ponsel Pram berdering. Dan tertera nama Johan, CEO PT. GINCU yang menghubunginya.
Drett...drett...drett...
"Ssstt... jangan bersuara honey. Pak Johan telepon," ucap Pram dan dibalas anggukkan oleh Anita yang berada di sampingnya.
Akhirnya Pram pun mengangkat telepon tersebut.
"Halo, Pak. Ada apa?" tanya Pram to the point.
"Mana file laporan keuangan bulan ini yang aku minta sore tadi, Pram? Kok aku cek belum ada masuk di emailku," tanya Pak Johan.
Pram langsung menepuk jidatnya dan Anita hanya bisa samar-samar mendengarkan percakapan antara Pram dengan Pak Johan.
"Maaf, Pak. Saya terlupa. Tadi buru-buru pulang karena Rara sedang sakit. Segera saya kirim sekarang juga," ucap Pram berbohong.
"Oke, Pram. Aku tunggu dan salam buat Rara semoga lekas sembuh," ucap Johan dengan tulus.
"Terima kasih, Pak. Baik, saya tutup dulu teleponnya," ucap Pram dengan sopan berpamitan.
"Oke," jawab Johan singkat.
Sambungan telepon terputus. Dan pembicaraan keduanya pun usai.
Bip...
"Kenapa, Mas?" tanya Anita melihat Pram tiba-tiba sibuk mencari sesuatu di dalam tas kerjanya.
"Aku tadi janji kirim laporan keuangan bulan ini sama Pak Johan. Tapi karena terburu-buru ke sini jadi terlupa. Ini aku lagi cari flashdisku, kok enggak ada ya. Apa tertinggal di meja kantor?"
"Coba cari lagi, Mas. Jangan terburu-buru," ucap Anita penuh perhatian.
Pram yang tak sabaran karena tak menemukan flashdisknya, akhirnya menuangkan semua isi tas kerjanya di sofa apartemen Anita. Hasilnya nihil.
"Maaf honey, aku ke kantor dulu sebentar ambil flashdisk setelah itu aku segera kembali ke sini lagi," ucap Pram seraya memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam tas kerjanya.
"Baiklah, Mas. Tapi jangan lupa segera ke sini jika urusanmu sudah selesai. Aku sudah enggak tahan," bisik mesra Anita di telinga Pram.
"Siap, honey. Aku juga enggak tahan. Tunggu aku ya, segera aku kembali."
Lantas Anita mencium bibir Pram terlebih dahulu yang dibalas pagutan dalam oleh Pram. Namun suami Rara ini teringat urusan dengan Pak Johan, lantas ia melepas pagutan tersebut. Dan melambaikan tangan pada Anita seraya bergegas keluar dari apartemen dengan setengah berlari seakan diburu waktu.
Beruntung malam ini Jakarta tidak terlalu macet. Empat puluh lima menit berselang, Pram sudah tiba di kantor. Padahal biasanya dirinya jika pergi ke apartemen Anita dari kantor membutuhkan waktu hampir dua jam karena jaraknya cukup jauh.
Pram sengaja membeli apartemen untuk Anita dengan jarak yang tidak berdekatan dengan kantor, khawatir ada yang mengetahui perselingkuhan mereka berdua.
Setelah beberapa menit, Pram sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Laporan tersebut berhasil terkirim dan sudah diterima oleh Pak Johan.
"Fiuhh... beres juga akhirnya. Ah... segera ke apartemen Anita. Si Dedek kayaknya sudah enggak tahan," cicit Pram seraya melangkah keluar dari ruangannya dan turun menuju parkiran basement, tempat mobilnya berada.
Bip... bip...
Ceklek...
Brakk...
Kini Pram sudah berada di dalam mobilnya berniat melaju ke apartemen Anita. Namun saat akan memasang sabuk pengaman, mendadak tubuhnya diserang hawa panas.
"Aduh, badanku kenapa gerah begini? Padahal AC nya dingin. Tadi juga di ruangan kena AC juga enggak panas begini," cicit Pram yang langsung membuka tiga kancing teratas kemejanya.
Tangannya pun mengibas-ngibas layaknya seperti cacing kepanasan. Lantas ketika akan tancap gas, rasa di dalam tubuhnya semakin meningkat tajam. Hawa panas yang membuat dirinya bergelora menginginkan penyatuan segera.
Pram sangat tahu reaksi dalam tubuhnya itu pasti karena obat perangsang. Sejak SMA, Pram sudah memakai gaya hidup bebas secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang tuanya. Namun Pram bukan tipika pria yang suka jajan sembarangan.
Dia hanya akan melakukan hal itu jika ingin dengan kekasihnya. Namun ketika berpacaran dengan Rara, wanita itu sangat berbeda dengan para mantan kekasihnya yang sebelum-sebelumnya, yang dengan senang hati mau ia ajak one night stand.
Rara sangat susah didekati untuk ONS. Rara sangat menjaga kehormatannya. Otomatis gaya pacaran Pram dengan Rara pun berbeda yakni hanya sebatas ciuman saja tidak lebih. Dikarenakan Rara pasti akan menolaknya untuk berhubungan badan.
☘️☘️
Tubuhnya semakin panas dan wajahnya memerah. Tangan Pram mencengkeram kemudi mobilnya.
"Argh...sial!" umpat Pram.
"Apa Anita mencampur obat seperti itu ke minumanku? Apa dia kurang puas dengan performaku? Astaga aku enggak tahan!" geram Pram menahan suaranya.
"Aku butuh pelampiasan. Enggak bisa begini terus di sini," cicit Pram masih berusaha menahan hasratnya yang menggebu-gebu.
Pram pun tancap gas keluar dari area perkantorannya. Dan baru juga jalan lima menit dari kantor, mendadak kemacetan pun melanda.
"Ya Tuhan, sial! Kenapa sekarang macet? Padahal tadi enggak. Brengsek!" maki Pram karena sesuatu di bawah sana sudah menggeliat tajam ingin memberontak.
Selintas tiba-tiba pikiran Pram melihat bayangan Rara, istrinya.
"Rara..."
"Ah iya Rara. Aku harus pulang ke rumah saja. Lagipula jarak ke rumah ibu lebih dekat daripada kembali ke apartemen Anita," cicit Pram.
Akhirnya mobil Pram pun melaju kencang menuju jalan yang berbeda. Bukan ke apartemen Anita melainkan pulang ke rumah sang ibu.
Sedangkan di apartemen, Anita terus berusaha menghubungi ponsel Pram. Nadanya tersambung tetapi belum juga diangkat oleh sang empunya.
"Mas Pram ke mana ya? Kok belum balik-balik ke sini sih!" geram Anita yang tak sabaran menunggu kepulangan Pram ke apartemennya.
Bahkan kini dirinya sudah dalam kondisi naked dan duduk cantik di sofa ruang tamu untuk menyambut Pram agar langsung bercinta.
🍁🍁🍁