Untuk melunasi hutang Ayahnya, Silvi terpaksa menikah dengan Andika. Sejak saat itu hidupnya seperti di neraka. Dia hanya menjadi pemuas Andika yang memang seorang casanova itu. Meski sudah memiliki Silvi tapi dia masih saja sering mengajak wanita lain ke apartemennya.
Silvi merasa tidak sanggup lagi dengan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan Andika, akhirnya dia kabur. Andika terus mencari dan ingin membawanya kembali. Di saat itulah Andika merasa kehilangan.
Berbagai cara sudah Andika lakukan untuk mendapatkan Silvi lagi. Apakah Silvi mau kembali dengan Andika atau Silvi lebih memilih bersama Dion, sahabat yang selalu setia menemaninya dan juga mencintainya dengan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
"Kamu pulang sekarang atau Ayah kamu akan hancur di tangan aku!"
Silvi melebarkan matanya saat melihat Andika sedang menyiksa Ayahnya di rumahnya lewat panggilan video itu. Baru juga dia sampai di depan kafe, dia harus menaiki motornya lagi dan kembali ke rumahnya.
Air mata sudah tidak bisa dia bendung lagi. Dia semakin menambah kecepatan motornya agar segera sampai di rumah.
Setelah sampai di depan rumah, Silvi segera turun. Dia berlari masuk ke dalam rumah dan menarik lengan Andika agar menjauh dari Ayahnya. "Lepasin Ayah!"
Silvi memeluk Ayahnya sambil menangis.
"Kalau kamu gak mau aku menyiksa Ayah kamu, kamu harus menikah denganku besok!"
Silvi tak menjawabnya. Sepertinya dia sudah tidak punya pilihan lain.
"Bagaimana? Setuju!"
"Silvi jangan." Pak Adi semakin memeluk putrinya dengan erat.
"Ayah, Silvi gak tega lihat Ayah seperti ini." Silvi melepas pelukan Ayahnya. Dia mengusap asal air matanya lalu menarik napas panjang. "Iya, aku setuju!"
"Bagus! Besok pagi-pagi sekali anak buah aku akan menjemput kalian berdua ke sini. Ingat! Jangan sampai kabur! Kalau kalian sampai kabur, kalian akan menanggung akibatnya!" ancam Andika. Setelah itu dia dam anak buahnya keluar dari rumah Silvi.
Silvi dan Pak Adi kembali berpelukan.
"Silvi, Ayah tidak sampai hati menyerahkan kamu pada lelaki ba ji ngan seperti Pak Dika." Pak Adi mengusap rambut Silvi. Anak yang dia rawat dengan penuh kasih sayang sejak kecil, harus dia lepas dengan cara seperti ini. Dia merasa sangat bersalah. Dia merasa menjadi seorang Ayah yang tidak berguna dan hanya menjadi beban putrinua
"Silvi justru semakin tidak tega melihat Ayah yang disiksa seperti ini. Silvi pasti bisa mengatasi ini semua. Ayah tenang saja. Silvi pasti bisa jaga diri." Silvi berusaha menenangkan kegelisahan Ayahnya. Meski dia sendiri sebenarnya sangat takut. Bagaimana kehidupannya selanjutnya jika harus hidup dengan Andika? Pasti sangat mengerikan.
Kemudian Silvi melepaskan pelukannya. "Ayah, biar lukanya Silvi obati dulu." Silvi mengambil kotak obatnya lalu membersihkan luka di kening Ayahnya, kemudian dia tempelkan plester.
Beberapa saat kemudian, Dion meneleponnya. Silvi mengangkat panggilan telepon itu dengan ragu, "Dion maaf, gue gak jadi ke tempat lo. Tiba-tiba ada keperluan mendadak."
"Ya udah. Sebenarnya gue takut lo kenapa-napa. Gue tungguin lo gak datang-datang."
"Iya, maaf gue gak kabari lo dulu kalau gak jadi."
Setelah itu Silvi mematikan panggilannya. Dia berjalan perlahan menuju kamarnya. Dia hempaskan raganya yang terasa lelah di atas ranjang. Dia tatap langit-langit kamarnya yang kusam itu.
Air mata kembali mengalir. Mulai besok, kehidupannya akan berubah.
Ya Allah, apa aku bisa melewati semua ini.
Entah pukul berapa dia akhirnya tertidur.
Saat matahari mulai merangkak naik, Silvi baru saja membuka matanya. Dia sudah mendengar keributan di luar rumah. Silvi mengintipnya dari jendela, ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumahnya.
Apa itu anak buah Pak Dika? Ini kan masih pagi.
Silvi keluar dari kamarnya sambil membawa handuk. Dia biarkan anak buah itu menunggu, siapa suruh mereka datang sepagi ini.
Setelah selesai mandi, Silvi kembali ke kamarnya dan menyisir rambutnya.
Sepertinya anak buah Andika semakin tidak sabar. Dia masuk ke dalam rumah dan membuat keributan dengan Pak Adi.
Silvi akhirnya keluar dari kamar sambil membawa ponselnya.
"Kami disuruh jemput Silvi dan Pak Adi. Sekarang juga, kita akan ke apartemen Pak Dika!"
"Kenapa sepagi ini? Aku belum siap. Kita juga belum sarapan." kata Silvi.
"Sudah disiapkan semua di sana."
Silvi menghela napas panjang. Rupanya Andika takut sekali jika Silvi sampai kabur.
"Ya sudah." Kemudian Silvi mengambil tasnya yang sudah berisi ponselnya, kemudian dia berjalan keluar dari rumah dengan Ayahnya.
Rasanya sangat berat sekali, ketika harus masuk ke dalam mobil dan melaju menuju apartemen casanova kejam itu dan menyerahkan dirinya menjadi seorang istri pelunas hutang.
Sepanjang perjalanan, Silvi terus memeluk Ayahnya. Apakah setelah ini dia akan berpisah juga dengan Ayahnya?
Beberapa saat kemudian, mobil itu berhenti di tempat parkir apartemen. Anak buah Andika segera mengantar mereka menuju lantai dua belas.
Setelah tiba di apartemen Andika yang bernomor 90 itu, mereka masuk ke dalam ruangan. Apartemen yang mewah itu rupanya sudah siap untuk dijadikan tempat ijab qabul.
Andika tersenyum ramah menyambut mereka dan mempersilakan mereka untuk sarapan terlebih dahulu.
Silvi hanya menautkan alisnya. Mengerikan sekali seseorang yang bermuka dua itu.
Mereka kini duduk di ruang makan. Aneka hidangan sudah tersaji sangat istimewa di atas meja makan.
Makanan ini gak ada racunnya kan? Jangan-jangan ada racunnya?
Silvi hanya menatap semua makanan itu. Memang terlihat sangat nikmat, tapi sayang sekali makanan itu berada di tempat orang yang sangat kejam.
"Silakan dimakan. Aku tahu kalian belum sarapan. Karena takut kalian kabur jadi anak buah aku suruh jemput kalian pagi-pagi sekali." Andika tersenyum menatap mereka berdua yang mulai mengambil makanan itu.
Selesai sarapan, Silvi berganti setelan kebaya berwarna putih dan bermake up tipis. Dia dibantu oleh seorang MUA. Meski dengan menggerutu tapi tidak ada pilihan lain lagi bagi Silvi.
Setelah selesai merias diri, Silvi kini berjalan ke ruang tamu. Dia duduk di samping Andika yang terus menatapnya.
Andika akui, Silvi sangatlah cantik. Lekuk tubuh yang sempurna dibalut kebaya itu sudah mampu membangkitkan gairahnya.
Seorang penghulu kini duduk di hadapan mereka. Pernikahan siri itu akan segera dilaksanakan.
Dengan berat hati Pak Adi menjabat tangan penghulu lalu mengucap ijabnya untuk putri tersayangnya dengan suara yang bergetar.
Andika begitu lancar mengucap qabul dan pernikahan merekapun sah secara agama.
Andika mengulurkan tangannya pada Silvi agar Silvi mencium punggung tangannya.
Silvi sangat terpaksa mencium punggung tangan Andika. Saat Andika mencium keningnya, rasanya dia ingin sekali menamparnya.
Setelah penghulu keluar dari apartemen Andika, Silvi masih saja menggandeng lengan Ayahnya.
"Baik, saya kasih waktu sampai sore hari. Setelah itu Silvi akan tinggal dengan saya di sini."
Silvi menggelengkan kepalanya. "Gak mau!"
"Kamu sekarang sudah jadi istri aku. Kamu tenang saja, hidup kamu pasti akan terjamin di sini." Andika tersenyum menyeringai. Kemudian dia meninggalkan Silvi dan Ayahnya untuk memberikan waktu bersama.
Andika kini menyuruh anak buahnya menyiapkan berbagai perlengkapan untuk Silvi, tak lupa juga menyiapkan sebuah kamar pengantin yang sangat romantis.
Malam ini kamu akan menjadi milikku sepenuhnya.
Silvi masih saja menangis sambil bergelayut di lengan Ayahnya. "Ayah, Silvi takut."
Pak Adi hanya mampu mengusap rambut Silvi. "Nanti kalau Pak Dika sampai keterlaluan sama kamu, kamu bilang sama Ayah. Ayah pasti akan datang menolong kamu."
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
ditgg karya selanjutnyaaaa