NovelToon NovelToon
Earth Executioner

Earth Executioner

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Perperangan / Hari Kiamat
Popularitas:558
Nilai: 5
Nama Author: Aziraa

'Ketika dunia menolak keberadaannya, Bumi sendiri memilih dia sebagai kaki tangannya'

---

Raka Adiputra hanyalah remaja yatim piatu yang lahir di tengah kerasnya jalanan Jakarta. Dihantam kemiskinan, ditelan ketidakadilan, dan diludahi oleh sistem yang rusak-hidupnya adalah potret kegagalan manusia.

Hingga suatu hari, petir menyambar tubuhnya dan suara purba dari inti bumi berbicara:
"Manusia telah menjadi parasit. Bersihkan mereka."

Dari anak jalanan yang tak dianggap, Raka berubah menjadi senjata kehancuran yang tak bisa dihentikan-algojo yang ditunjuk oleh planet itu sendiri untuk mengakhiri umat manusia.

Kini, kota demi kota menjadi medan perang. Tapi ini bukan tentang balas dendam semata. Ini tentang keadilan bagi planet yang telah mereka rusak.

Apakah Raka benar-benar pahlawan... atau awal dari akhir dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aziraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7: Berlin & Pilar Pertahanan yang Runtuh

**Melintasi Langit Malam: Perjalanan Menuju Jantung Militer Eropa**

Jet pribadi Eva mengukir jalur melalui langit malam Eropa yang dingin dan gelap. Raka duduk di kursi kulit yang mewah, menatap keluar jendela oval ke hamparan cahaya kota yang tersebar di bawah seperti konstelasi yang terputus-putus. Setiap kelip lampu mengingatkannya pada kehidupan yang masih berlanjut di sana—kehidupan yang tidak menyadari bahwa fondasi peradaban mereka sedang dihancurkan secara sistematis, satu pilar pada satu waktu.

Dari London ke Berlin. Dari jantung finansial dunia ke pusat komando militer Eropa. Transisi ini terasa simbolis bagi Raka. Jika London adalah tempat di mana uang mengalir dan keputusan ekonomi dibuat, maka Berlin adalah tempat di mana kekuatan mentah dan strategi militer diperhitungkan. Di sinilah otot dan otak dari mesin perang Eropa beroperasi, di mana para jenderal dan analis intelijen merancang cara untuk mempertahankan dominasi mereka atas Bumi.

"Kau terlihat tegang," Eva berkata dari kursi di seberangnya, suaranya lembut namun menusuk keheningan kabin. Tablet kristalnya bersinar redup di pangkuannya, menampilkan data yang bergerak dalam pola-pola rumit yang tidak bisa dipahami Raka.

"Tidak tegang," Raka menjawab, mengalihkan pandangannya dari jendela. "Hanya... merefleksikan perjalanan ini."

Eva tersenyum tipis, sebuah ekspresi yang selalu membuat Raka merasa seolah dia bisa membaca pikirannya. "Sterling di Jakarta. Thorne di Los Angeles. Lin Wei di Beijing. Dan kini kekacauan finansial di London." Jari-jarinya mengetuk-ngetuk permukaan tablet. "Setiap langkah membawa kita lebih dekat pada tujuan akhir."

Raka mengangguk, merasakan kehangatan yang aneh di dadanya ketika mengingat wajah-wajah yang telah ia tinggalkan dalam kehancuran. "Mereka semua... mereka adalah bagian dari sistem yang korup."

"Tentu saja," Eva menjawab, mengangkat tabletnya dan menunjukkan serangkaian grafik kepada Raka. "Lihatlah ini. Data pengeluaran militer global dalam lima tahun terakhir. Triliunan dollar yang dihabiskan untuk senjata, teknologi surveillance, dan operasi intelijen. Sementara planet ini mati perlahan."

Grafik menunjukkan lonjakan tajam dalam anggaran pertahanan, dengan garis merah yang mewakili pengeluaran militer NATO melambung tinggi. Eva menggeser layar, menampilkan gambar satelit dari pangkalan militer di seluruh Eropa, fasilitas-fasilitas raksasa yang terbentang seperti tumor di lansekap hijau.

"Mereka membangun mesin perang ini untuk melindungi apa, Raka?" Eva bertanya retoris. "Untuk melindungi sistem yang telah menguras planet ini hingga hampir mati. Mereka adalah kanker yang harus disembuhkan."

Raka merasakan gelombang kemarahan yang familiar mengalir melalui tubuhnya, diperkuat oleh bisikan halus yang berasal dari Bumi itu sendiri. *Ya,* bisik suara itu, *mereka adalah parasit yang harus dimusnahkan.*

"Berlin akan berbeda," Eva melanjutkan, menurunkan tabletnya. "Di sini, kita tidak hanya menghancurkan individu atau pasar. Kita akan melumpuhkan kemampuan mereka untuk berkoordinasi, untuk merespons ancaman. Kita akan membuat mereka buta dan tuli."

---

Bandara Brandenburg terasa steril dan efisien, sebuah manifestasi sempurna dari mentalitas Jerman yang terorganisir. Namun di balik kesempurnaan permukaan itu, Raka bisa merasakan sesuatu yang lebih gelap—jaringan pengawasan yang terbentang seperti sarang laba-laba tak terlihat. Kamera keamanan yang tersembunyi, sensor biometrik, algoritma pengenalan wajah yang memindai setiap wajah yang melewati pintu masuk.

Dengan kemampuannya yang semakin tajam, Raka bisa "melihat" frekuensi elektromagnetik yang memancar dari setiap perangkat keamanan. Gelombang radio yang terpancar dari earpiece para petugas keamanan, sinyal WiFi terenkripsi yang menghubungkan terminal ke pusat komando, bahkan denyutan halus dari server-server bawah tanah yang memproses data surveillance real-time.

"Identitas diplomatik," Eva berbisik sambil menyerahkan paspor digital kepada Raka. "Konsultan keamanan siber untuk Komisi Eropa. Kredensial yang sempurna, tidak dapat dilacak."

Mereka melewati pemeriksaan keamanan dengan mudahnya yang hampir mengejutkan. Para petugas bahkan tersenyum sopan ketika memindai dokumen mereka. Raka menyadari bahwa Eva bukan hanya menyediakan identitas palsu—dia telah memanipulasi sistem itu sendiri untuk menerima mereka sebagai bagian yang sah dari protokol keamanan.

Berlin menyambut mereka dengan udara yang tajam dan dingin, berbeda sama sekali dari kelembapan London atau kepadatan Beijing. Kota ini memiliki karakter yang unik—arsitektur modern yang bersih dan geometris berdiri berdampingan dengan monumen bersejarah yang masih menanggung bekas luka peluru dan ledakan. Namun yang paling mencolok bagi Raka adalah atmosfer tertib yang kaku, sebuah efisiensi militer yang menerobos hingga ke tulang sumsum kota ini.

Saat mereka berkeliling Berlin dalam mobil sedan hitam yang telah disediakan Eva, Raka merasakan getaran yang berbeda dari kota-kota sebelumnya. Di sini, setiap bangunan pemerintah terpancar aura keamanan tingkat tinggi. Setiap bundaran jalan tampak dirancang dengan pertimbangan strategis. Bahkan lampu jalan seperti memancarkan sinyal tersembunyi yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang memiliki kemampuan khusus.

"Pusat Komando Intelijen Eropa," Eva menunjuk ke arah timur kota, "berada di bawah tanah, lima puluh meter di bawah permukaan. Mereka menyebutnya bunker yang tidak dapat ditembus. Teknologi enkripsi terdepan, firewall berlapis tujuh, dan personel terpilih dari seluruh negara NATO."

Raka mengikuti arah pandangan Eva. Meskipun tidak bisa melihat bangunan itu secara fisik, dia bisa merasakan keberadaannya—sebuah titik energi yang padat dan tegang, seperti jantung yang berdetak di bawah kota.

"Bagaimana kita akan mengaksesnya?" Raka bertanya.

Eva tersenyum, sebuah ekspresi yang di wajahnya selalu tampak sedikit predator. "Kita tidak perlu masuk secara fisik, Raka. Kita akan masuk melalui sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada dinding beton—melalui kepercayaan mereka."

## Anatomy of Trust: Memahami Target

Selama tiga hari pertama di Berlin, Raka melakukan reconnaissance yang metodis. Dengan kemampuannya yang terus berkembang, dia bisa "mendengar" komunikasi radio terenkripsi yang berseliweran di udara, merasakan getaran sinyal satelit yang menghubungkan Berlin dengan pangkalan NATO di seluruh dunia, bahkan mendeteksi pola lalu lintas data yang mengalir masuk dan keluar dari Pusat Komando Intelijen Eropa.

PKIE, seperti yang dijelaskan Eva, adalah jantung dari sistem keamanan kontinental. Di sinilah semua data intelijen dari 27 negara anggota NATO dikumpulkan, dianalisis, dan dikoordinasikan. Mereka memantau ancaman teroris, serangan siber, pergerakan militer yang mencurigakan, dan bahkan aktivitas ekonomi yang dapat mengancam stabilitas regional.

"Bayangkan sebuah tubuh," Eva menjelaskan suatu malam saat mereka duduk di sebuah kafe di Potsdamer Platz, mengamati gedung-gedung pemerintah yang terang benderang. "NATO adalah tubuh, dan PKIE adalah sistem sarafnya. Jika sistem saraf rusak, tubuh akan lumpuh total. Mereka tidak akan bisa merasakan bahaya, tidak bisa merespons ancaman, tidak bisa mengkoordinasikan pertahanan."

Raka menyeruput kopi hitamnya, merasakan kafein mengalir melalui tubuhnya seperti aliran listrik. "Dan bagaimana kita merusak sistem saraf?"

"Dengan membuat mereka tidak bisa mempercayai impuls mereka sendiri," Eva menjawab, matanya berkilat dengan kepuasan dingin. "Kita akan menyuntikkan noise ke dalam sistem. Informasi palsu yang sangat halus sehingga mereka tidak akan menyadarinya sampai terlambat. Kita akan membuat mereka paranoid, membuat mereka meragukan setiap data yang masuk, setiap laporan yang mereka terima."

## The Poisoning Begins: Menyuntikkan Virus Ketidakpercayaan

Infiltrasi ke jaringan PKIE membutuhkan pendekatan yang berbeda dari target-target sebelumnya. Sistem keamanan mereka berlapis dan redundant, dirancang oleh para ahli terbaik di dunia untuk menahan serangan siber dari negara-negara musuh. Namun Eva telah mengantisipasi ini.

"Mereka membangun benteng mereka untuk melawan serangan dari luar," Eva berkata sambil mempersiapkan serangkaian perangkat yang tampak seperti kombinasi antara smartphone dan kristal. "Tapi mereka tidak mempersiapkan diri untuk serangan yang datang dari dalam kepercayaan mereka sendiri."

Raka memulai dengan memetakan arsitektur data PKIE. Dengan bimbingan Eva, dia bisa merasakan aliran informasi yang mengalir melalui sistem seperti aliran darah melalui pembuluh. Setiap laporan intelijen, setiap komunikasi terenkripsi, setiap analisis ancaman—semuanya memiliki pola dan ritme yang bisa dia rasakan.

Fase pertama adalah menyisipkan "anomali halus" ke dalam aliran data. Raka tidak mengubah isi laporan secara langsung, melainkan memanipulasi metadata—stempel waktu yang bergeser beberapa detik, lokasi GPS yang meleset beberapa meter, hash digital yang sedikit berubah. Perubahan-perubahan kecil ini tidak akan terdeteksi oleh sistem otomatis, tapi akan menciptakan ketidakkonsistenan yang akan dirasakan oleh analis yang berpengalaman.

Fase kedua lebih rumit. Raka mulai menyuntikkan "data hantu"—laporan intelijen palsu yang sangat meyakinkan tentang ancaman yang tidak ada. Misalnya, komunikasi terenkripsi antara sel teroris fiktif yang merencanakan serangan di Roma, lengkap dengan nama samaran, lokasi pertemuan, dan bahkan rekaman suara sintetis yang dihasilkan oleh AI canggih.

Yang paling berbahaya adalah fase ketiga: manipulasi komunikasi antar-negara sekutu. Raka mulai mengubah sedikit isi laporan yang dikirim oleh intelijen Jerman ke Prancis, atau data yang dibagikan antara Inggris dan Italia. Perubahan-perubahan ini sangat halus—misalnya, mengubah tingkat kepercayaan terhadap suatu informasi dari "tinggi" menjadi "sedang", atau mengubah prioritas ancaman dari "mendesak" menjadi "rutin".

"Mereka akan mulai meragukan satu sama lain," Eva berkata dengan kepuasan yang nyaris sensual. "Prancis akan bertanya-tanya mengapa Jerman menyembunyikan informasi. Inggris akan curiga pada Italia. Kepercayaan yang dibangun selama puluhan tahun akan terkikis dalam hitungan minggu."

---

**Sudut pandang Kolonel Klaus Richter**

Kolonel Klaus Richter telah mengabdikan tiga puluh tahun hidupnya untuk intelijen militer. Dia telah melihat keruntuhan Tembok Berlin, menyaksikan reunifikasi Jerman, dan berpartisipasi dalam pembentukan arsitektur keamanan Eropa modern. Ruang kendali PKIE adalah kuil pribadinya, tempat di mana dia memimpin tim analis terbaik kontinental untuk menjaga keamanan 450 juta warga Eropa.

Richter adalah seorang yang hidup dengan data. Setiap keputusan didasarkan pada analisis yang cermat, setiap tindakan didukung oleh bukti yang solid. Dia percaya pada sistem yang telah dia bangun dengan tangannya sendiri, percaya pada teknologi yang telah dia uji berkali-kali, dan yang paling penting, percaya pada timnya.

Anomali pertama muncul pada hari Rabu pagi, minggu kedua November. Salah satu analisnya, Hauptmann Lisa Weber, melaporkan ketidakkonsistenan dalam stempel waktu laporan dari agen di Istanbul.

"Kolonel, laporan ini menunjukkan waktu pengiriman pukul 14:30, tapi metadata sistem menunjukkan 14:27," Weber melaporkan, tampak bingung. "Hanya selisih tiga menit, tapi ini tidak pernah terjadi sebelumnya."

Richter mengangkat bahu. "Mungkin masalah sinkronisasi server. Periksa laporan lain dari region yang sama."

Tapi anomali itu terulang. Selisih waktu yang kecil, lokasi GPS yang bergeser sedikit, file yang ukurannya berbeda meskipun isinya tampak sama. Satu per satu, analisnya mulai melaporkan ketidakkonsistenan serupa dari berbagai sumber.

"Kolonel," Oberstleutnant Hans Mueller, analis senior, menghampiri meja Richter dengan ekspresi cemas. "Kami menerima laporan intelijen dari tiga sumber berbeda tentang aktivitas mencurigakan di Marseille. Masalahnya, detailnya tidak cocok satu sama lain. Bahkan nama target berbeda."

Richter menegang. Dalam dunia intelijen, informasi yang kontradiktif bisa berarti salah satu dari dua hal: sumber yang salah, atau ada yang memanipulasi data. "Verifikasi langsung dengan agen di lapangan."

"Sudah kami lakukan," Mueller menjawab. "Mereka bilang tidak pernah mengirim laporan apapun tentang Marseille."

Sebuah sensasi dingin menjalar di punggung Richter. Laporan hantu. Data yang muncul entah dari mana. Ini adalah mimpi buruk setiap kepala intelijen.

Minggu-minggu berikutnya menjadi semakin buruk. Tim Richter mulai menemukan pola komunikasi terenkripsi yang tidak masuk akal, laporan ancaman yang sangat detail tapi tidak bisa diverifikasi, dan yang paling meresahkan, ketidakkonsistenan dalam informasi yang dibagikan oleh negara sekutu.

"Prancis bilang mereka tidak pernah mengirim laporan tentang pergerakan mencurigakan di perbatasan Swiss," Weber melaporkan dengan suara yang mulai bergetar. "Tapi kami punya salinan laporan itu, lengkap dengan tanda tangan digital mereka."

Richter merasakan dunianya mulai goyah. Dia menghabiskan malam-malam tanpa tidur, membolak-balik data, mencari pola, mencari penjelasan rasional. Tapi semakin dia mencari, semakin dalam dia tenggelam dalam labirin ketidakpastian.

*Ada hantu di sistem,* pikirnya. *Atau ada pengkhianat di antara kita.*

Paranoid mulai menggerogoti ruang kendali PKIE. Analis saling menatap dengan curiga. Richter mendapati dirinya meragukan laporan dari rekan-rekan yang telah dia percayai selama bertahun-tahun. Setiap anomali baru memperdalam kecurigaannya bahwa ada konspirasi besar yang sedang berlangsung.

Puncaknya datang ketika operasi gabungan antiterorisme di Mediterania, yang direncanakan berdasarkan data dari PKIE, berakhir dengan kegagalan total. Tim khusus yang dikirim ke lokasi yang diberikan PKIE tidak menemukan apa-apa selain rumah kosong dan koordinat GPS yang salah.

"KITA DIKOMPROMIKAN!" Richter berteriak di ruang kendali, wajahnya merah padam. "Ada tikus di antara kita! Ada yang menjual informasi kita!"

Tapi ketika dia menatap wajah-wajah timnya—orang-orang yang telah bekerja bersamanya selama bertahun-tahun—dia melihat kecurigaan yang sama terpantul kembali. Mereka meragukan dia. Dia meragukan mereka. Kepercayaan yang menjadi fondasi operasi intelijen telah hancur berkeping-keping.

---

Dari apartemen mewah di pusat Berlin yang telah disediakan Eva, Raka mengamati kehancuran yang dia ciptakan melalui feed kamera tersembunyi yang telah dia tanam dalam sistem PKIE. Wajah-wajah panik di ruang kendali, suara teriakan frustrasi Richter, tatapan curiga yang dipertukarkan antar analis—semuanya adalah konfirmasi keberhasilan misinya.

"Mereka mulai saling memakan," Eva berkata dengan nada kepuasan yang nyaris orgasmic. Dia duduk di sofa kulit putih, kaki disilangkan elegan, tablet kristalnya berkilau dengan data real-time dari seluruh benua. "Richter mencurigai timnya. Timnya mencurigai Richter. Dan yang terpenting, mereka mulai mencurigai informasi dari negara sekutu."

Raka merasakan gelombang kepuasan dingin mengalir melalui tubuhnya. Ini berbeda dari kepuasan yang dia rasakan ketika menghancurkan Sterling atau Lin Wei. Ini lebih dalam, lebih fundamental. Dia tidak hanya menghancurkan individu—dia menghancurkan konsep kepercayaan itu sendiri.

"Efek dominonya sudah dimulai," Eva melanjutkan, menggeser layar tabletnya untuk menunjukkan peta Eropa yang dipenuhi titik-titik merah berkedip. "Pangkalan NATO di Italia mulai meragukan data yang mereka terima dari Berlin. Intelijen Prancis meminta verifikasi ulang untuk setiap laporan. Bahkan Inggris mulai menarik diri dari beberapa operasi bersama."

Raka mengangguk, menatap keluar jendela ke arah kota Berlin yang gemerlap di malam hari. Di suatu tempat di bawah sana, Kolonel Richter mungkin sedang tidak tidur, menganalisis data yang tidak akan pernah masuk akal lagi. Para analis mungkin sedang saling berbisik, bertanya-tanya siapa di antara mereka yang mungkin pengkhianat.

*Mereka pantas merasakan ketidakpercayaan ini,* bisik suara di kepalanya—suara yang semakin tidak bisa dia bedakan apakah itu dari Bumi atau dari Eva. *Mereka telah mengkhianati planet ini selama puluhan tahun. Sekarang saatnya mereka merasakan pengkhianatan.*

"Ada satu pilar terakhir yang harus kita hancurkan," Eva berkata, bangkit dari sofa dan berdiri di samping Raka. Refleksi mereka di jendela tampak seperti dua bayangan yang melebur menjadi satu. "Otak dari kemajuan teknologi mereka. Tempat di mana mereka menciptakan inovasi yang terus menguras planet ini."

Raka menoleh ke Eva. "Jepang?"

"Jepang," Eva mengonfirmasi, senyum dinginnya terpantul di kaca jendela. "Di sana, kita akan menunjukkan bahwa bahkan kecerdasan buatan mereka, teknologi tercanggih mereka, bahkan mimpi masa depan mereka, semuanya bisa diubah menjadi mimpi buruk."

Ketika malam semakin larut di Berlin, kota yang dibangun kembali dari abu kehancuran masa lalu kini bersiap menghadapi kehancuran baru. Namun bagi Raka, kegelapan ini bukanlah akhir—ini adalah kelahiran dari dunia baru yang akan bangkit dari reruntuhan kepercayaan yang lama. Dan dalam kegelapan itu, dia merasakan panggilan yang semakin kuat untuk melanjutkan misi pemurniannya ke timur, ke jantung inovasi teknologi manusia, untuk menghancurkan "otak" yang telah menciptakan begitu banyak dosa terhadap Bumi.

Setiap teriakan keputusasaan dari Richter dan timnya adalah lagu kemenangan dalam telinganya. Setiap kehancuran yang dia saksikan adalah langkah menuju dunia yang lebih adil, di mana sistem korup tidak akan pernah bisa bangkit lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!