Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.
Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.
Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memendam Rindu
“Assalamualaykum Papa, Mama. Gadis datang. Bagaimana kabar Papa dan Mama di sana? Ma, sekarang anak Gadis udah hampir tiga tahun. Kata Opa, Ara itu makin mirip sama Mama. Pa, Ma … Gadis kangen. Pengin dipeluk sama kalian. Gadis juga sedih karena … karena … karena suami Gadis ternyata berselingkuh dengan orang yang dekat sama Gadis.” Ucap Gadis dengan suara tercekat. Ia lalu meletakkan dua tangkai bunga mawar di makam kedua orang tuanya.
“Ma, Gadis sakit hati sama Jadden. Sakitnya sampai ke tulang. Gadis akan bongkar kebusukan Jadden dan Melati. Gadis harus kuat, demi Ara.“
Jika ada sakit yang paling sakit, itu adalah mengetahui bahwa pasangan telah mengkhianati cinta. Hidup segan, mati tak mau. Begitulah Gadis menjalani hari-harinya.
Gadis tidak mau ceroboh. Dia ingin mendapatkan lebih banyak bukti walau itu menambah rasa sakit hatinya. Kini ia masih menata hati, mempersiapkan hempasan yang pasti terjadi pada cintanya untuk Jadden.
“Pa, masih ada nggak ya laki-laki kayak Papa? Opa selalu bilang kalau Papa itu bucin setengah mati sama Mama. Papa selalu setia sama Mama. Andai aja Papa dan Mama nggak kecelakaan mobil, pasti kita masih sama-sama. Gadis ngerasa sendirian, Pa. Gadis nggak mau cerita sama Opa karena sudah sepuh. Takut jadi sedih. Gadis akan hadapi ini semua sendiri, Pa. In syaa Allah Gadis bisa dan kuat.”
Gadis kemudian menoleh ke makam neneknya.
“Oma, bagaimana sih caranya dapat suami kayak Opa? Sampai sekarang Opa masih cinta banget sama Opa. Keliatan banget kalau lagi ngomongin Oma, matanya langsung hidup.”
Gadis meletakkan bunga ke tiga di pusara neneknya.
“Pa, Ma, besok Gadis dan Ara akan ke kampung Mama. Pertama kali Gadis ke sana. Biar sekalian Ara tau asal usul mamanya. Gadis pamit, semoga Papa, Mama, Oma, tenang dan bahagia.”
Wanita muda itu berdoa sejenak untuk orang-orang terdekat yang telah mendahuluinya lalu bangkit menuju mobilnya. Dalam waktu sekejap, ia sudah melaju membelah jalan ibukota menuju restorannya.
***
Askara mengepulkan asap rokok. Seorang wanita tanpa busana terkapar di tempat tidurnya.
“Pergilah, aku sudah cukup denganmu,” titahnya dari sofa besar.
“Tidak bisakah aku bermalam di sini? Aku terlalu lelah. Jawab wanita itu tanpa mampu membuka mata.
Askara bangkit lalu mendorong tubuh wanita itu hingga jatuh dan terkulai di lantai.
“Aduh!” Wanita itu mengaduh. Jatuhnya cukup keras. Matanya terbelalak ngeri melihat betapa cepat Askara sudah mengungkungnya. Dengan sekali gerak, pria itu melepas mantel tidur yang membungkus tubuh tegap sempurna.
“Please udah, jangan, Aska. Aku nggak kuat,” ratap Davina berusaha mencari celah untuk kabur.
Tangan kokoh Askara menahannya. Tanpa aba-aba pusaka pria itu sudah berada di dalam tubuh Davina.
Askara menyeringai keji. Diindahkannya Davina yang berteriak kesakitan karena setiap gerakan kasar yang diterimanya. Tubuh molek itu tak berdaya di atas dingin dan kerasnya lantai marmer.
“Rasakan ini, Gadis!”
Askara menyentak dengan kasar berulang kali. Davina memejamkan mata menahan sakit di area intinya. Bibirnya merintih memohon belas kasihan, namun Askara makin menggila.
“Nikmatin aja, Brengsek!” Gumam Askara dengan suara serak. Kini membalik Davina ke posisi tengkurap.
Tak bertenaga, Davina berbaring pasrah ketika Askara mengulangi pelepasan hasratnya.
Begitu selesai Askara berkata, “Pergi kamu!”
Susah payah, Davina bangkit. Tak sabar, Askara menarik rambut panjang yang sudah kusut masai, menyuruhnya berdiri kemudian mendorongnya ke luar kamar. Masih dengan tubuh polos, Davina berusaha berdiri.
Askara kembali ke kamar lalu keluar dan melempar semua baju dan barang-barang Davina ke arah perempuan yang sudah menjadi kekasih Askara selama dua tahun.
“Besok, aku ke apartemen. Awas kalau kamu coba kabur lagi, Sayang.”
Davina memunguti satu persatu pakaiannya setelah Askara membanting pintu kamar. Perlahan ia memakai lagi busananya, lalu berjalan tertatih ke luar rumah. Berusaha menjauh dari kamar laknat itu. Jangan sampai hasrat Askara naik dan dia harus melayani kebuasan kekasihnya.
Dengan hati-hati Davina menuruni tangga rumah mewah Askara, melintas ruang bawah yang luas sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Dari dalam mobil ia menatap rumah mewah dengan luas 1000m2. Dulu ia berjuang sekuat tenaga agar Askara jatuh cinta padanya. Cita-citanya adalah menjadi Nyonya Askara Anantara yang kaya raya.
Keinginannya terkabul. Askara menjadikannya kekasih. Ia dihujani dengan kemewahan mulai dari satu unit apartemen mewah di bilangan Sudirman, sebuah mobil mini cooper warna merah, belum lagi tas dan baju-baju branded.
Askara menjadi orang yang mendapatkan kesuciannya. Davina merasa posisinya untuk menjadi istri Askara sudah aman.
Jika awalnya Davina hanya menginginkan kekayaan Askara, lama kelamaan ia benar-benar jatuh cinta padanya.
Davina menggeleng dan berucap, “Jika aku bisa memohon, maka aku tidak pernah ingjn bertemu denganmu.”
Meski Askara sangat royal, namun lama kelamaan Davina dijadikan sekadar pemuas napsu. Askara hanya ingin menuntaskan hasrat padanya, tidak pernah ada percakapan atau perlakuan layaknya sepasang kekasih.
Yang menyakitkan adalah setiap melakukan, Askara selalu memanggil nama Gadis Anantara.
Davina pernah mencoba memutuskan hubungan dan pulang ke kampung halamannya. Namun Askara datang mengamuk dan mengancam akan menjadikan adik perempuan Davina menjadi pemuas nafsu bejatnya.
Akhirnya Davina pasrah pada nasib. Jika dulu bertemu Askara adalah hal yang dinanti, kini berada dalam satu ruangan bersamanya menjadi hal yang ditakuti.
Dinyalakannya mesin mobil, lalu ia keluar dari gerbang menuju apartemennya. Tubuhnya terasa mau patah-patah. Entah apa yang merasuki Askara hingga hari itu ia lebih kuat dan garang daripada biasanya.
Sementara Davina di balik kemudi menahan kantuk dan meluncur ke apartemennya, Askara sudah asik menatap foto seorang wanita yang dibenci sekaligus juga dicintainya.
“Dis, aku harus bagaimana sama kamu?”
***
“Anwar, tolong siapkan semua untuk kedatangan Gadis sebagai penerusku.”
Ucapan yang membuat hati Adrian mencelos. Ia ingin Darius memilih Askara menjadi penerus dibanding Gadis.
“Sorry, Adrian. Askara akan tetap menjadi salah satu direktur, hanya Gadis lah yang akan menjadi Direktur Utama.”
“Tapi bukankan Askara lebih mumpuni dan memahami industri perusahaan kita? Dia pun terbukti punya jiwa kepemimpinan serta jadi panutan bagi seluruh karyawan.”
“Anantara Corporation adalah perusahaan yang kakek bangun untuk anak cucu yang segaris. Itu niatan kakek dari awal.” Darius membalas dengan tegas.
Adrian tidak bisa menyembunyikan raut kekecewaan. Askara telah berjasa luar biasa untuk Anantara Corporation. Adrian berharap Darius tidak sekadar mementingkan garis darah tapi juga prestasi dan kemampuan.
Sebaliknya, Gadis lebih fokus mengembangkan steak house dan hanya sesekali mengikuti rapat di Anantara Group.
“Opa, Anantara perlu sosok pemimpin bisnis.”
“Betul, Gadis lah orangnya. Adrian, aku tau kamu menginginkan anakmu yang memegang kepemimpinan di Anantara Group. Maafkan Opa yang tidak bisa mengabulkan. Tapi percayalah, Adrian, anakmu tetap bisa membangun Anantara bersama Gadis.”
Adrian tak berani membantah lagi. Ada nada tak lagi mau dibantah dari suara Darius.
Anwar menepuk bahu Adrian.
“Sudah saatnya kita menyerahkan kepemimpinan pada Gadis. Tugas kita menjagai Anantarai sudah selesai. Oom yakin Gadis dan Askara sangat bisa bekerja sama.”
Adrian mengusap wajahnya kasar, mengangguk tidak rela dengan ucapan Anwar.
“Menjadi orang nomor satu dan membantu orang nomor satu tidaklah sama,” batinnya dalam hati.
“Minggu depan, aku akan mengumumkan ke publik. Setelah itu Gadis akan belajar sehingga tahun depan ia sudah bisa sepenuhnya memegang tampuk kepemimpinan di Anantara,” ucap Darius menutup pertemuan.
Dari hapenya terlihat pesan masuk.
Tuan, Nyonya Gadis dan Nona Aurora sudah masuk pesawat menuju kampung almarhumah ibunya.
Darius membalas.
Pastikan tidak ada berita tentang sebab kematian anakku dan istrinya sampai ke telinga Gadis.
Darius menghela napas. Dua puluh tahun ia menutupi sebab kematian Riza dan Sekar. Bahkan semua berita terkait juga berhasil dicabut setelah dirinya minta secara pribadi pada setiap pemimpin redaksi hingga pemilik media yang sempat menayangkan.
Darius memberitahu Gadis bahwa orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil di tol.
“Maafkan Opa yang menyimpan rahasia ini darimu,” batin Darius sambil merenung apakah langkahnya sudah tepat.
***
Gadis, Ara, ditemani beberapa pengawal telah mendarat di lapangan terbang privat tak jauh dari desa kelahiran ibunya.
Darius sering mengajaknya kesana, tapi ini pertama kali ia mengajak Ara. Mereka masuk ke dalam kendaraan yang yang sudah disiapkan untuk membawa mereka.
Ara sambil memeluk boneka gajah kesayangannya nampak ceria pagi itu. Pergi bersama ibunya selalu menyenangkan. Tangan kecilnya menggandeng erat tangan Gadis.
Di samping mengenalkan Ara pada kampung neneknya, maka Gadis ingin tahu apakah benar Jadden akan menemui Mel selama dia pergi.
Gadis sudah menyewa seorang detektif untuk mencari bukti lengkap. Seorang mantan anggota bareskrim yang keluar dari jajaran karena cedera permanen.
Irsad Mumtaz yang berusia tiga puluh tahun memiliki karir cemerlang di kepolisian. Tiga tahun lalu ia menyamar di sindikat narkoba. Saat terjadi penggerebegan, tulang ekornya patah hingga menyebabkan kelumpuhan.
Dengan tegar, Irsad berlatih hingga akhirnya bisa kembali berjalan walau tak sempurna.
Ia mengundurkan diri dan membuka jasa penyelidik yang memang belum umum ada di negara ini. Irsad memasarkan jasanya melalui akun media sosial.
Tak berapa lama, ia sudah mendapatkan beberapa klien. Yang menyedihkan adalah sebagian besar tentang perselingkuhan. Irsad yang belum menikah jadi meragukan kesucian janji yang diucapkan saat ijab kabul.
Pertemuannya dengan Gadis saat ia membuntuti seorang istri yang sedang makan malam romantis dengan simpanannya. Ia berharap wanita sesukses dan secantik Gadis tidak akan pernah menyewa jasanya. Sejak itu mereka berkawan.
Gadis menghubungi Irsad dan langsung menceritakan duduk perkaranya. Irsyad berjanji akan membantu Gadis.
Sementara Ara sibuk menikmati pemandangan sawah membentang yang jarang ditemui di kota besar. Gadis memeriksa temuan Irsad melalui pesan singkat.
Ada kabar?
Sebuah balasan masuk:
Gue sedang ikutin Melati. Nanti akan gue kasih kabar. Gue juga udah bawa kamera. Dis, lu yakin mau lanjut dengan rencana lu?
Sambil tersenyum getir, Gadis membalas.
Lanjutkan!
***
Kendaraan Gadis berhenti di depan rumah yang dulunya adalah tempat tinggal Riza dan Sekar.
Pasca kebakaran, Darius membangun lagi seluruh desa lengkap dengan fasilitas sosial dan fasilitas umumnya. Setiap bulan perusahaan Anantara mengucurkan dana yang cukup besar untuk memelihara keapikan desa tersebut.
Rumah tersebut kini dihuni oleh sebuah keluarga kecil. Gadis dan Ara hanya menatap dari luar kemudian berjalan kaki keliling desa. Gadis tak habis pikir kenapa ayahnya mau hidup di desa meninggalkan kemewahan. Darius berkata karena Riza bosan dengan kehidupan di kota.
”Mungkin di desa semua orang lebih berpikir sederhana …” batinnya sambil mengingat betapa ruwet hidupnya saat ini.
Setelah dua puluh tahun, penduduk desa telah berganti dengan pendatang baru. Tidak ada yang mengenal Riza dan Sekar.
Gadis dan Ara langsung menyukai suasana desa yang tenang. Angin sejuk semilir menerpa wajah mereka. Ara terpesona dengan barisan bebek yang berjalan menyusuri jalan bersama gembala.
Tak terasa mereka terus berjalan jauh hingga ke desa sebelah.
“Mommy, aku mau pipis …”
“Oh yuk ke klinik di sana.”
Ara menggandeng Gadis sambil berdendang menuju klinik.
“Permisi, anak saya pengin ke toilet, apakah bisa?”
“Oh monggo, ada di belakang.”
Klinik bersalin itu bersih dan nyaman. Perawatnya pun ramah. Gadis gegas membawa Ara ke toilet.
Setelah selesai, Gadis melihat dinding dengan foto-foto bayi bersama ibunya. Sampai matanya menatap ke satu bingkai kosong dengan tulisan bergaya kaligrafi: Untuk Ibu Sekar Ayu dan bayi kembarnya.
***
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
❤❤❤❤
karyamu keren thor. good job
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️