Sya yang merupakan fresh graduate tahun ini telah diterima bekerja di PT Santoso Group. Di hari pertamanya bekerja dia dikagetkan dengan seorang bocah berusia 3 tahun yang memanggilnya " Bunda".
" Dunda.. Dunda.. Kendla mau pipis. " seorang bocah laki-laki menarik celana kerjanya saat Sia berdiri di lobi kantor.
Maureen Calisya Putri ( 23 )
Sungguh mengejutkan ternyata bocah yang memanggilku Bunda adalah anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.
Raditya Diko Santoso ( 30 )
Kamu hanya akan menjadi ibu sambung untuk anakku karena dia menginginkannya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka disaat salah satu diantara mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati?
Akankah terus bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Penasaran
Begitu pintu lift tertutup Sia langsung menyenderkan tubuhnya ditembok seraya memegang dadanya.
" Kamu kenapa deh Si? Sesak nafas deket Pak Andre? " Tanya Tio sambil terkekeh.
" Astaga Mas, bukan Pak Andre, ini semua karena Pak Radit tau."
~
" Memang Pak Radit ngapain kamu? " Tio semakin terkekeh melihat wajah Sia yang sudah semerah kepiting rebus.
Sia kesal melihat Tio yang seperti meledeknya.
" Ishh, Mas sengaja kan ngebiarin aku berdiri di dekat Pak Radit. Mas Tio kan tau aku takut lihat wajah Pak Radit. " Sia memanyunkan bibirnya ke depan.
" Ya ampun Sia, muka kamu itu lho rasanya bikin aku pengen karungin kamu buat dibawa pulang kerumah, biar kaya Om Om ganjen diluar sana. Udah ayo kita balik ke ruangan dulu." Tio menggandeng tangan Sia yang sedari tadi masih menyenderkan badannya.
" Tuh kan bahasa Mas Tio aja aneh-aneh, dahlah aku males sama Mas Tio. " Sia menghentak-hentakan kakinya kesal masih dengan bibir yang maju kedepan.
" Lagian kamu sendiri yang bikin aku mikir aneh, lihat tuh muka kamu di kaca, udah kaya anak PAUD yang ngambek karena gak dibeliin es krim sama emaknya." Tio semakin tertawa keras begitu mereka sudah masuk ruang Akuntansi 2.
" Sumpah Mas, aku tuh takut banget disebelah Pak Radit, rasanya kaya udara disekeliling aku tuh ilang gitu aja, sesek nafas." Sia masih menenangkan dirinya.
" Itu mah kamu yang lebay, orang Pak Radit aja dari tadi diem aja." Jawab Tio.
Rinada hanya mencebikkan bibirnya.
" Ya kan Mas Tio sama-sama laki. Aku tuh ngrasa kalo dia tuh lagi melototin aku tau, emang aku punya salah apa coba." Sia masih kekeh dengan pendapatnya akan kejadian tadi.
" Kamu ada-ada aja deh. Udahlah ini dikerjain lagi, nanti harus selesai lho buat laporan sama Pak Sean." Tio kembali ke meja kubikelnya lagi untuk melanjutkan pekerjaan yang tadi tertunda karena jam istirahat.
Suasana ruangan akutansi 2 memang sepi saat ini, hanya ada Sia dan Tio karena Leo yang belum kembali dengan tugasnya diluar bersama Pak Sean.
" Iihh, Mas Tio mah nggak percaya sama aku, dari tadi tuh aku dipelototin sama Pak Radit. Mas Tio kan dibelakang aku, jadi nggak liat dong. Mana aura Pak Radit tuh dingin banget, bikin badan aku menggigil." Sia berbicara dengan dirinya sendiri dengan suara sedikit keras hingga Tio dapat mendengar gumaman Sia.
" Kalo dingin mah Pak Radit udah dai dulu Si, udah kerjain dulu tugasnya, deadline-nya bentar lagi lho, ini udah hampir jam 2." Ujar Tio mengingatkan.
" Astaga Mas, kerjaan aku aja belum beres semua, mana ini belum ngeprint, alamat lembur deh ini." Sia panik begitu Tio bilang sudah hampir pukul 2, dan dia masih belum menyelesaikan tugasnya.
" Ya udah kerjain dulu aja, nanti aku bantu kalo kerjaan aku udah beres." Jawab Tio dari sebrang kubikel Sia.
" Issh... Mas Tio emang terbaik." Sia memberikan fingerprint kepada Tio dan hanya dibalas gelengan kepala oleh Tio yang merasa lucu dengan kelakuan Sia.
.
.
Radit POV~
Sejak istirahat tadi aku sudah mengamati gadis yang dipanggil Bunda oleh Kendra. Terlihat dia masih seperti anak-anak. Bagaimana mungkin aku sempat berfikir untuk menjadikannya sebagai ibu untuk Kendra, dia masih terlalu muda untuk menjadi seorang ibu diusianya saat ini yang aku perkiraan masih dibawah 25 tahun. Aahhh siapa nama gadis itu? Mora? Maura? Maureen? Ya benar gadis itu bernama Maureen. Kalau aku menikah dengannya pasti dia akan lebih seperti anakku. Bagaimana mungkin dia bisa mengurus Kendra jika aku lihat saja tingkahnya sebelas duabelas dengan putraku itu.
Kenapa juga aku membayangkan untuk menikah dengannya. Tidak, spertinya hal itu tidak akan pernah terjadi. Biarlah Kendra hidup hanya denganku dan orang tuaku. Aku rasa itu sudah cukup. Kendra seorang anak laki-laki dan dia pasti akan lebih kuat mentalnya dari seorang anak perempuan. Dia masih bisa mencurahkan apapun bersamaku, kita sama-sama laki-laki bukan? dan dia akan sangat nyaman jika bersamaku, kita tidak butuh perempuan lagi untuk menjadi ibunya, karena aku bisa melakukan kedua peran sebagai Ayah sekaligus Ibu. Dan ya! Selama ini aku tidak merasakan kesulitan yang berarti.
Jam istirahat hampir selesai. Aku dan Andre kembali ke kantor setelah tadi ada meeting diluar bersama kolega dari Medan. Kami menuju parkiran basement bawah tanah dan menggunakan lift dari sana.
Baru saja lift naik dilantai 1, lift kembali terbuka. Disana ku lihat Maureen, gadis yang dipanggil Bunda oleh Kendra berdiri bersama teman laki-lakinya. Apa mungkin belum sampai seminggu dia bekerja disini sudah mendapatkan kekasih? Hebat sekali kalau benar begitu. Untuk apa juga aku memikirkan hal itu? Bukankah itu bukan urusanku. Aku menepis pikiran aneh yang mulai bermunculan didalam otakku.
" Kalian tidak ikut masuk? " Tanyaku saat melihat mereka hanya terdiam ditempatnya berdiri..
" Silahkan Bapak duluan saja Pak, kita nanti sehabis Bapak." Ujar laki-laki itu menjawab pertanyaan ku, sedangkan Maureen hanya bisa menunduk disampingnya.
" 2 menit lagi waktu istirahat habis, dan saya begitu tidak suka dengan orang yang tidak on time." Ujarku lagi. Ya aku memang tidak suka dengan orang yang tidak disiplin dalam hal apapun, terutama masalah waktunya. Aku sangat tidak suka jika karyawan ku ada yang terlambat tampa alasan yang jelas.
" Baik Pak. " Pada akhirnya Maureen dan laki-laki itu menggunakan lift yang sama bersamaku dan Andre. Andre berpindah ke belakang . Sedangkan laki-laki itu dibelakang Maureen. Maka secara otomatis aku berada disebelah Maureen yang hanya menunduk.
Aku perhatikan Maureen hanya diam dan menunduk. Tidak seperti saat dia bersama teman laki-lakinya ini. Apa benar dia memiliki hubungan dengan laki-laki dibelakangnya itu.
Sibuk dengan pemikiranku sendiri aku sampai tidak sadar jika aku memperhatikannya terlalu intens, sampai aku terkejut saat pintu lift terbuka tepat di lantai 5.
" Saya duluan Pak Radit dan Pak Andre." Ujar laki-laki ini kepada aku dan Andre. Sedangkan Maureen ku lihat dia hanya menundukkan badan dan memberikan sedikit senyumannya.
" Silahkan Mas Tio dan Mba Maureen." Andre yang menjawab ucapan laki-laki itu. Sedangkan aku hanya menatap mereka dari tempatku berdiri.
Begitu pintu lift tertutup Andre kembali ke posisinya berdiri disebelah ku.
" Laki-laki yang tadi bersama Maureen itu kekasihnya? " Tanpa sadar aku menanyakan hal konyol ini kepada Andre.
" Maaf, maksud Bapak Mas Tio? " Jawab Andre sekaligus bertanya kepadaku.
" Sudah lupakan saja, tidak jadi."
selalu ngalamin itu, karena nama asli saya juga panjang banget 😂
kali ini Lo salah sya, gimana kalau keadaannya di balik?
mengingat sifatnya diawal bagaikan freezer 😂