Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hubungan Alfarez dan Keluarganya
"Ini belum seberapa, ada banyak hal yang belum kamu ketahui, saksikan saja secara perlahan, pelajari apa yang perlu, tutup mata dan telinga jika sekiranya membuatmu tak nyaman."
Bisikan Aaron membuyarkan Alleta dari pikirannya yang sedang berisik.
"Saya tidak mengerti maksud Anda, Pak." Tatapan mata Alleta tersirat sebuah tanda tanya yang amat besar. Akan tetapi Aaron malah cuma tersenyum padanya tanpa menjawab apa yang sedang ia maksud.
"Silahkan, Tuan Muda." Salah satu dari mereka membukakan pintu mobil untuk Alfarez.
Alfarez menoleh pada Alleta dan berkata, "Berpisah di sini saja, mereka akan mengantarmu sampai ke kota." Alfarez pun masuk ke mobil tanpa menoleh lagi.
"Aku akan menyusulmu setelah pemilihan kepala desa baru," ucap Aaron, dan Alfarez mengabaikannya.
"Selamat jalan Alfarez!" teriak Aaron dengan senyum sumringah meski mobil sudah berjalan menjauh.
"Semoga Anda tidak terkejut dengan sikap dinginnya, ya, Nona. Dia memang sulit dihadapi," ucap Aaron tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.
Alleta masih terdiam kebingungan.
"Sudah, cepat masuk, jangan sampai terlambat menyusulnya." Aaron mendorong pelan tubuh Alleta menuju ke mobil yang pintunya sudah terbuka.
Masih dengan wajah linglung, Alleta masuk ke mobil tanpa membantah.
****
tepat sebelum siang, Alfarez tiba di kediaman sang ayah, dan segera disambut oleh beberapa pelayan di depan pintu.
"Selamat datang kembali, Tuan Muda."
Alfarez tidak menggubris sambutan tersebut dan terus melangkah masuk ke rumah.
Para pelayan itu saling tatap satu sama lain, pertemuan kembali dengan sang majikan satu ini, terkesan lebih menyeramkan, sikap tuan muda mereka terlalu dingin sejak ia meninggalkan rumah selama lima tahun.
Kepala pelayan tergesa-gesa mengejar Alfarez dari belakang sembari berkata, "Tuan Muda, jika Anda butuh sesuatu, katakan saja langsung pada saya, akan saya siapkan tepat waktu."
"Aku hanya mau mandi," jawab Alfarez singkat dengan wajah datarnya.
"Baik, Tuan Muda, akan saya siapkan airnya untuk Anda." Beliau pun berlalu pergi dengan langkah cepat menuju kamar Alfarez.
Sambil menunggu, Alfarez memakan beberapa potong buah yang disiapkan oleh pelayan.
"Tuan, apa Anda perlu dipijit?" tanya salah satu pelayan. Alfarez mengangkat tangannya agar pelayan tersebut diam di tempat dan jangan mendekat.
"Jangan ada yang berani menyentuhku," ucapnya dengan suara pelan. Namun berat.
Semuanya tertunduk dan mundur beberapa langkah.
"Tuan Muda, air Anda sudah siap," ucap kepala pelayan dengan hormat.
Alfarez beranjak dan melangkah menuju ke kamarnya, melihat kepala pelayan tersebut mengikutinya hingga ke kamar, ia pun berbalik badan menatap pria itu.
"Kenapa terus mengikutiku? Kau takut aku akan membuat keributan di rumah ini?" tanya Alfarez dengan sinisnya.
"Maafkan saya, Tuan Muda, saya tidak bermaksud seperti itu, saya takut Anda butuh sesuatu dan akan kesulitan jika saya tidak ada di sini." Kepala pelayan tersebut membungkuk takut, menghadapi majikan yang satu ini memang sedikit merepotkan dan serba salah, jika tak sesuai kemauannya, maka nyawamu akan jadi taruhan.
"Keluarlah, aku tak ingin diganggu!"
Melihat manik mata Alfarez yang menajam, kepala pelayan itu kembali menundukkan pandangannya. "B-baik, Tuan Muda." Ia pun keluar secara perlahan.
Alfarez menghela napas dengan kesal, di mana-mana selalu saja ada yang membuatnya tak senang.
****
Sementara di sisi lain, Alleta juga telah tiba di salah satu kamar kos yang sudah ia pesan kemarin, kamar kos tersebut merupakan tempat tinggalnya ketika ia menjalani masa-masa kuliah dulu.
Dulu ia hanya ingin pulang sebentar setelah menyelesaikan studinya dan kembali lagi untuk bekerja, tapi siapa sangka ia malah dijebak dan berakhir menikahi pria yang tak ia kenal.
Alleta merebahkan tubuhnya di kasur sambil tersenyum ceria, kini ia memulai hidupnya sebagai perantau, dan akan sedikit lebih bebas hidup sendiri seperti ini.
Tanpa menunggu waktu lama, ia bangkit dan membuka laptopnya untuk membuat surat lamaran pekerjaan.
"Semoga peruntunganku cepat dan tepat. Semangat, Alleta." ujarnya menyemangati diri sendiri.
Malam harinya, setelah makan malam, Alfarez menemui sang ayah di ruang kerjanya.
"Ada apa?" tanya Esson setelah melihat Alfarez mendatanginya.
Alfarez meletakkan sebuah amplop coklat ke meja kerja sang ayah.
"Apa ini?"
"Buka saja."
Tanpa banyak bertanya, Esson membukanya, ia melihat berkas identitas diri Alleta, lengkap dengan beberapa foto.
"Aku punya permintaan sebelum berangkat," ucap Alfarez selagi ayahnya membaca data tersebut.
"Katakan!"
"Mengenai perempuan itu, jika dia datang melamar pekerjaan di perusahaan Papa, aku ingin Papa menerimanya."
Esson tampak berpikir sejenak, lalu mendongak menatap Alfarez. "Siapa dia?" tanyanya penasaran.
"Aku sudah memberikan identitas lengkap tentang dirinya, apakah masih perlu bertanya?" Alfarez menjawab dengan nada ketus.
"Kamu harusnya tau, Papa tidak pernah menerima sembarang orang untuk bekerja di Golden Everdawn."
Golden Everdawn adalah perusahaan milik Esson dan mendiang istrinya yang merupakan ibu kandung Alfarez, mereka mendirikan perusahaan itu bersama-sama, dan seluruh hidup mendiang istrinya telah dicurahkan ke perusahaan tersebut, berharap kelak jika Alfarez tumbuh dewasa, ia tak perlu harus memulainya dari nol, Alfarez hanya perlu mewarisi perusahaan yang telah mereka perjuangkan mati-matian dari pasang surutnya harga saham.
Dan hingga sekarang perusahaan itu telah menjadi sebuah induk serta kiblat bagi perusahaan perintis lainnya di luar sana.
"Anda tak perlu memberikannya posisi yang bagus, hingga tak akan memengaruhi kinerja perusahaan."
Esson mengangguk paham, hal kecil ini mudah saja untuk dilakukan asal putranya bersedia untuk melanjutkan studinya dan mengambil alih perusahaan tersebut.
"Ingat untuk pertahankan dia sampai aku kembali," ucapnya sembari melangkah keluar tanpa menoleh sedikit pun.
Esson menghela napas dengan berat, hubungannya dengan Alfarez dari tahun ke tahun semakin memburuk, sejak Esson membiarkan wanita lain menempati posisi mendiang istrinya, sejak saat itu pula Alfarez sudah tak pernah lagi tersenyum pada ayahnya.
Ketika keluar dari ruang kerja Esson, Alfarez berpapasan dan bahkan sempat tabrakan tipis dengan seorang wanita paruh baya yang juga kebetulan hendak masuk ke ruang kerja tersebut.
Alfarez menepis bajunya yang sempat bersentuhan dengan wanita itu, seolah-olah dia adalah sebuah kotoran yang menjijikkan.
Aleena, wanita yang dinikahi ayahnya belasan tahun lalu, wanita yang merampas posisi ibunya, dan wanita yang paling tak ingin ia ajak bicara.
"Alfarez, kamu sudah pulang? Sejak kapan?" Wanita itu tersenyum pada Alfarez, dari dulu hingga sekarang, ia selalu berusaha untuk akrab, tapi Alfarez sama sekali tak membiarkannya menembus tembok es itu.
"Kenapa? Tak senang aku pulang?" Tatapan tajam Alfarez membuat Aleena sedikit menciut, tetapi ia masih berusaha untuk tetap tersenyum.
"Bagaimana mungkin tak senang, Mama sangat menantikan kepulanganmu."
Alfarez tersenyum sinis menatap Aleena. "Mama? Apakah kau berpikir layak menyebutmu dirimu begitu di hadapanku?"
Aleena terdiam.
"Sadari posisimu, kau hanya pemeran pengganti untuknya yang sedang kesepian," lanjut Alfarez sembari melangkah pergi meninggalkan Aleena yang mematung tanpa kata.
Wanita paruh baya itu menggigit bibirnya sebagai pelampiasan, ucapan Alfarez selalu membuatnya terjatuh ke lubang yang bahkan dia sendiri pun tak tahu sedalam apa dasarnya.
Saya Author Marnii, suka Durian dan Mangga, serta suka menulis tentunya. Buat kalian yang sudah bersedia mampir dan memberikan dukungan, semoga sehat selalu, diperlancar rezekinya.
Kapan-kapan aku sapa lagi ya, udah terlalu panjang soalnya /Scowl/