NovelToon NovelToon
Star Shine The Moon

Star Shine The Moon

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta Murni
Popularitas:515
Nilai: 5
Nama Author: Ulfa Nadia

Setelah kecelakaan misterius, Jung Ha Young terbangun dalam tubuh orang lain Lee Ji Soo, seorang wanita yang dikenal dingin dan penuh rahasia. Identitasnya yang tertukar bukan hanya teka-teki medis, tapi juga awal dari pengungkapan masa lalu kelam yang melibatkan keluarga, pengkhianatan, dan jejak kriminal yang tak terduga.

Di sisi lain, Detektif Han Jae Wan menyelidiki kasus pembakaran kios ikan milik Ibu Shin. Tersangka utama, Nam Gi Taek, menyebut Ji Soo sebagai dalang pembakaran, bahkan mengisyaratkan keterlibatannya dalam kecelakaan Ha Young. Ketika Ji Soo dikabarkan sadar dari koma, penyelidikan memasuki babak baru antara kebenaran dan manipulasi, antara korban dan pelaku.

Ha Young, yang hidup sebagai Ji Soo, harus menghadapi dunia yang tak mengenal dirinya, ibu yang terasa asing, dan teman-teman yang tak bisa ia dekati. Di tengah tubuh yang bukan miliknya, ia mencari makna, kebenaran, dan jalan pulang menuju dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

제7장

Setelah beberapa minggu penjalani pemulihan, Ha Young akhirnya kembali ke pekerjaannya sebagai artis. Jadwal pemotretan yang sempat tertunda kini menumpuk, menuntut kehadirannya di berbagai studio dan lokasi. Ia mencoba tersenyum di depan kamera, tapi hatinya belum sepenuhnya pulih.

Di tengah kesibukan itu, sebuah tawaran datang diam-diam dari CEO Jeon Ji Hoon, pemimpin Mirae Agency. Ia menawarkan kontrak baru kesempatan untuk pindah agensi dan memulai lembaran baru. Bagi Ha Young, tawaran itu seperti angin segar. Ia memang sudah lama ingin keluar dari lingkungan yang penuh intrik dan tekanan. Tapi kali ini, ia harus menyembunyikan niatnya. Ia tahu, jika CEO Song mengetahui rencananya lebih dulu, segala sesuatu bisa berantakan.

Sore itu, Ha Young menaiki mobil van putihnya. Tujuannya bukan studio, bukan kantor, tapi seseorang yang ia rindukan Park Hee Jae. Ia berharap, dengan bertemu pria itu, kesedihan yang mengendap bisa sedikit mereda.

Namun di sepanjang perjalanan, pikirannya terus melayang. Ia teringat perkataan ayahnya yang mengancam akan menyakiti orang-orang terdekatnya. Terutama Hee Jae. Ancaman itu membuatnya gelisah. Ia bingung, bagaimana cara melindungi pria yang ia cintai dari kekuasaan ayahnya yang tak mengenal batas.

Ia terus menghela napas, satu demi satu, membuat Eunjung yang duduk di sebelahnya mulai cemas.

“Ha Young-ah, apa kamu sedang ada masalah?” tanya Eunjung, suaranya penuh selidik.

Ha Young tersadar dari lamunannya. “Aku baik-baik saja,” jawabnya lesu, tanpa semangat.

“Jangan berbohong,” sahut Eunjung, kini lebih lembut. “kamu kelihatan seperti menyembunyikan sesuatu. Ada apa? Katakan saja.”

Manajer yang duduk di kursi depan mengangguk pelan, menyetujui kata-kata Eunjung. Mereka berdua tahu, Ha Young bukan tipe yang mudah berbagi. Tapi mereka juga tahu, saat ia mulai diam... itu tandanya ada badai yang sedang ia tahan sendirian.

Ha Young memandang Eunjung dengan tatapan sendu. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi kata-kata terasa berat di tenggorokan. Ia merasa sulit untuk membuka luka yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Matanya mulai berkaca-kaca, dan akhirnya air mata itu jatuh tanpa bisa ditahan.

“Selama ini... aku tidak pernah meminta apapun pada ayahku,” ucapnya pelan, suaranya nyaris berbisik. “Dan dia juga... tidak pernah menanyakan apa yang kuinginkan.”

Eunjung terdiam, menatap sahabatnya dengan hati yang ikut teriris. Di kursi depan, Yeo Jin menoleh perlahan. Ia tidak berkata apa-apa, tapi matanya ikut basah saat melihat Ha Young menangis.

“Apa aku salah... kalau aku memintanya untuk tidak menggangguku?” lanjut Ha Young sambil terisak. “Aku hanya ingin merasa nyaman. Apa dia tidak tahu... kalau aku sangat kesepian?”

Eunjung menepuk-nepuk pundak Ha Young dengan lembut. Tidak ada kata-kata yang bisa menghapus luka itu. Tidak ada pelukan yang bisa mengubah masa lalu. Tapi kehadiran mereka Eunjung dan Yeo Jin adalah satu-satunya hal yang membuat Ha Young tidak sepenuhnya sendirian.

Mobil melaju pelan, membiarkan keheningan menyelimuti mereka. Tak lama kemudian, kendaraan berhenti di depan sebuah supermarket kecil. Eunjung keluar untuk membeli minuman, sementara Yeo Jin menyusul, mengatakan bahwa ia ingin ke toilet sejak tadi.

Ha Young tetap di dalam mobil, menatap keluar jendela. Hujan belum turun, tapi langit tampak berat. Seperti hatinya.

Mobil itu sunyi. Hanya suara mesin yang pelan dan detak jam digital di dashboard yang menemani Ha Young. Ia duduk diam, memandang keluar jendela ke arah langit yang mulai meredup. Di luar, orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan mereka. Tapi di dalam mobil, waktu seakan berhenti.

Ia memeluk dirinya sendiri, bukan karena dingin, tapi karena tubuhnya terasa kosong. Sejak kecil, ia terbiasa menahan tangis. Terbiasa menyimpan luka dalam diam. Tapi hari ini, semuanya terasa terlalu berat.

Ia teringat ayahnya. Bukan sebagai sosok pelindung, tapi sebagai bayangan yang terus menghantui. Ia tak pernah meminta apa-apa darinya. Tak pernah berharap banyak. Tapi tetap saja, pengabaian itu menyakitkan. Lebih dari tamparan, lebih dari ancaman.

“Apa aku terlalu egois karena ingin merasa nyaman? Apa salah jika aku ingin dicintai tanpa syarat?”

Pertanyaan-pertanyaan itu bergema di kepalanya. Ia tahu jawabannya tidak sederhana. Ia tahu dunia tempatnya berdiri bukan tempat yang memberi ruang untuk kelemahan. Tapi ia juga tahu, di balik sorotan kamera dan senyum yang dipaksakan, ada seorang gadis yang hanya ingin dipeluk dan diberi tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Ia menatap bayangan dirinya di kaca jendela. Wajah yang dikenal publik sebagai “Dewi Korea.” Tapi hari ini, ia hanya Ha Young. Seorang anak yang kesepian. Seorang perempuan yang sedang mencari tempat untuk pulang.

Dan di tengah keheningan itu, ia berjanji dalam hati, ia akan melindungi orang-orang yang ia cintai. Ia akan keluar dari bayang-bayang itu. Ia akan memilih jalannya sendiri.

Ha Young mengenakan topi dan masker penutup mulut, lalu keluar dari mobil tanpa sepatah kata. Udara sore terasa lembab, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Ia berjalan tanpa arah, membiarkan langkah kakinya menuntunnya ke mana pun. Ia tidak tahu tujuan, hanya tahu bahwa ia harus menjauh sejenak dari semua yang menekannya.

Batinnya tersiksa setiap kali mengingat perceraian orang tuanya. Bukan karena peristiwa itu sendiri, tapi karena ketidakjelasan yang mengikutinya. Tidak ada penjelasan, tidak ada pelukan, tidak ada ruang untuk bertanya. Hanya keheningan yang panjang dan rasa ditinggalkan.

Tanpa sadar, ia sampai di sebuah taman bermain. Anak-anak berlarian, tertawa, berteriak riang. Di sudut taman, sebuah keluarga sedang piknik. Seorang ayah membagikan buah, seorang ibu memeluk putrinya yang tertidur di pangkuannya. Pemandangan itu sederhana, tapi bagi Ha Young, terasa seperti mimpi yang tak pernah ia miliki.

Ia duduk di bangku taman, menatap mereka dari kejauhan. Hatinya semakin sakit. Ia ingin menangis, ingin membiarkan air mata itu jatuh begitu saja. Tapi ia tahu, dirinya adalah seorang artis. Ia tidak bisa menangis di tempat umum. Ia harus tetap menjadi citra yang kuat, meski di dalamnya ia rapuh.

Matanya tertuju pada pelukan sang ibu. Hangat, tenang, penuh kasih. Ia merasa iri. Anak-anak itu tumbuh dengan cinta yang nyata, sementara dirinya tumbuh dengan tuntutan dan pengabaian.

Pertanyaan mulai berkecamuk di benaknya. Kenapa ibu dan ayahnya bisa bercerai? Siapa yang sebenarnya bersalah? Kenapa ibunya tidak pernah menemuinya lagi? Apakah ia tidak cukup berarti untuk dicari?

Setiap hari, ada hal-hal baik yang menghampiri Ha Young. Dukungan dari ribuan penggemar, kemudahan untuk membeli apapun yang ia inginkan, tim profesional yang siap membantunya kapan saja, dan sorotan publik yang memujanya sebagai ikon kecantikan dan kesuksesan.

Namun, di balik semua itu, ada hal-hal buruk yang juga datang tanpa henti. Seperti pertengkaran barusan dengan sang ayah pertengkaran yang bukan hanya menyakitkan, tapi juga mengikis rasa aman yang selama ini ia bangun dengan susah payah.

Malam ini, semua orang mulai panik. Ha Young tidak memberi kabar. Ponselnya dimatikan. Tidak ada jejak keberadaannya. Dan yang paling khawatir adalah Seo Yeo Jin, manajer yang mengenalnya lebih dari siapa pun.

Yeo Jin duduk di ruang kerja dengan tangan gemetar. Ia mencoba menghubungi Ha Young berulang kali, tapi panggilan itu selalu berakhir di suara mesin. Ia mulai bertanya-tanya apakah Ha Young pergi karena dirinya Atau mungkin... ia gagal menjadi tempat yang aman bagi gadis itu?

Tapi bukan hanya rasa bersalah yang menghantuinya. Jika benar terjadi sesuatu yang buruk pada Ha Young, maka CEO Jung tidak akan melepaskannya dengan mudah. Ia tahu betul bagaimana dunia ini bekerja. Kesalahan kecil bisa berujung pada kehancuran karier.

Tanpa pikir panjang, Yeo Jin menghubungi pihak kepolisian untuk meminta bantuan. Ia tahu prosedurnya mengharuskan laporan resmi ke CEO Song terlebih dahulu. Tapi waktu tidak berpihak. Keadaannya mendesak. Ia tidak bisa menunggu izin ketika nyawa dan keselamatan Ha Young mungkin sedang dipertaruhkan.

Di tempat lain, Park Hee Jae juga dilanda kekhawatiran. Ia mencoba menghubungi Eunjung, mencoba mencari tahu di mana Ha Young berada. Tapi jawaban yang ia dapat hanya satu, Ha Young menghilang.

Dan di tengah malam yang sunyi, satu pertanyaan menggantung di udara: Di mana Ha Young? Dan apakah ia baik-baik saja?

Malam semakin larut, dan kabar tentang Ha Young yang menghilang mulai menyebar di lingkaran dalam agensi. Grup manajemen mulai panik, staf komunikasi saling bertanya, dan bahkan beberapa media mulai mencium ketidakhadirannya dari jadwal pemotretan hari ini.

Di ruang kerja yang kini terasa sempit, Seo Yeo Jin berdiri di depan jendela, menatap gelapnya kota. Ponsel di tangannya sudah puluhan kali mencoba menghubungi Ha Young, tapi tetap tak ada jawaban. Ia merasa dadanya sesak, bukan hanya karena khawatir, tapi karena rasa bersalah yang mulai menggerogoti pikirannya.

Sementara itu, Eunjung dan Park Hee Jae sudah turun ke jalan. Mereka menyusuri tempat-tempat yang biasa dikunjungi Ha Young studio lama, taman dekat apartemen, bahkan kafe kecil tempat Ha Young pernah mengatakan ia merasa tenang. Eunjung menggenggam ponselnya erat, terus mencoba menghubungi sahabatnya sambil menahan air mata.

“Dia tidak pernah seperti ini,” gumam Eunjung, suaranya gemetar. “Bahkan saat dia marah, dia selalu memberi kabar.”

Hee Jae menatapnya dengan mata yang sama cemasnya. Ia tidak berkata banyak, tapi langkahnya cepat, matanya terus mencari. Ia tahu Ha Young sedang terluka. Ia tahu gadis itu sedang menjauh dari dunia. Tapi ia juga tahu, jika mereka tidak menemukannya malam ini, luka itu bisa berubah menjadi jurang.

Di tengah kota yang ramai, mereka berdua berlari melawan waktu. Dan di tempat lain, Yeo Jin menunggu kabar dengan napas tertahan, berharap satu pesan saja bisa muncul di layar ponselnya.

Karena malam ini, semua orang menyadari satu hal Ha Young tidak hanya menghilang. Ia sedang tenggelam dalam kesepian yang tak seorang pun tahu cara menyelamatkannya.

Taman itu sepi. Tidak seperti taman bermain yang ramai tadi siang, tempat ini sunyi, nyaris tak berjejak. Hanya lampu jalan yang redup dan angin yang sesekali menyentuh daun-daun kering. Ha Young duduk di bangku tua, menyandarkan tubuhnya yang lelah. Topi dan masker masih menutupi wajahnya, menyembunyikan identitas yang selama ini ia kenakan seperti kostum panggung.

Ia tidak tahu bagaimana bisa sampai di sini. Langkahnya tadi seperti bergerak sendiri, menjauh dari semua orang, dari semua suara, dari semua tuntutan. Ia hanya ingin diam. Hanya ingin berhenti menjadi “Ha Young” yang dikenal semua orang.

Di tempat ini, tidak ada kamera. Tidak ada manajer. Tidak ada ayah yang mengancam. Tidak ada penggemar yang menuntut senyum. Hanya dirinya sendiri. Dan itu pun terasa asing.

“Kenapa aku harus terus kuat? Kenapa tidak ada yang bertanya apakah aku lelah?” Ia menatap langit yang gelap. Tidak ada bintang malam ini.

"Kenapa mereka bercerai? Siapa yang salah? Kenapa ibu tidak pernah mencariku?"

Pertanyaan itu berputar di kepalanya, seperti angin yang tak berhenti. Ia ingin tahu. Tapi ia juga takut tahu. Karena mungkin jawabannya akan lebih menyakitkan daripada ketidaktahuan.

Ia memeluk lututnya, mencoba menenangkan diri. Tapi tubuhnya gemetar. Bukan karena dingin, tapi karena hampa. Ia merasa seperti bayangan yang berjalan di dunia orang lain. Ia punya segalanya popularitas, uang, pujian. Tapi tidak punya tempat untuk pulang.

Dan di taman kosong itu, Ha Young akhirnya membiarkan air matanya jatuh. Tidak ada yang melihat. Tidak ada yang menuntut. Untuk pertama kalinya, ia menangis sebagai dirinya sendiri. Bukan sebagai artis. Bukan sebagai anak dari keluarga terkenal. Tapi sebagai seorang gadis yang hanya ingin dicintai tanpa syarat.

1
knovitriana
update Thor, saling support
Xia Lily3056
Gemesin banget si tokoh utamanya.
Muhammad Fatih
Membuat terkesan
🥔Potato of evil✨
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!