NovelToon NovelToon
Celine Juga Ingin Bahagia

Celine Juga Ingin Bahagia

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Trauma masa lalu
Popularitas:753
Nilai: 5
Nama Author: *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*

Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Andai saja...

Felix yang melihat kedatangan Damian itu pun langsung menyambut ayahnya. "Papa, habis darimana?" Tanya nya dengan santai

"Habis pergi keluar tadi dan sekarang sudah kembali" dia melihat bibi Erina yang sedang memegang tangan Celine, lalu matanya tertuju pada Celine dengan tatapan yang tidak bersahabat.

"Felix katanya kamu mau pergi hari ini, kenapa sekarang masih di sini?" Valora ikut bicara.

"Ah, iya ini... Aku mengundur waktunya jadi nanti sore, tidak masalah... Aku akan sampai di sana tengah malam" jawabnya dan tampak sedikit kurang nyaman untuk bicara dengan ibu sambungnya itu.

Celine hanya melihat mereka tanpa mengatakan apapun, wajahnya hanya tampak murung dan terlihat ingin pergi cepat-cepat dari sana.

"Hm.. sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan pada papa" ucap Felix sambil melirik ke arah Celine.

Damian mengangkat alisnya, tampak penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh anak keduanya itu. "Apa yang mau kamu katakan?"

"Papa... apa tidak mengingat bahwa hari ini ada acara hari ayah di sekolah Celine dan mengharuskan orang tua untuk datang? Atau papa sengaja melewatkan nya?"

"Itu ya... Papa lupa kalau ada acara seperti itu di sekolahnya, papa tadi pergi ke sekolah Anastasya jadi tidak ingat" ucapnya dengan nada datar dan langsung merangkul valora untuk masuk ke dalam bersama Anastasya juga

Damian tampak tak ingin membicarakan apapun tentang Celine, jadi dia buru-buru pergi dari sana dan meninggalkan mereka.

Mendengar jawaban dari ayahnya itu Felix tampak sedih, tapi lebih-lebih lagi dengan Celine. Bagaimana ayahnya bisa lupa padahal baru kemarin malam dia menyampaikan nya pada ayahnya itu atau, ayahnya sengaja tidak datang?.

Matanya tampak berkaca-kaca tapi dia menahan air matanya untuk jatuh, dia diselimuti kesedihan karena dia dilupakan. Dan rasa iri serta marah menyerbu ke tubuhnya, mengapa ayahnya lebih begitu peduli dengan Anastasya dibandingkan dirinya? Padahal dia kan juga anaknya.

Celine yang tampak kesal itu pun langsung menarik tangannya dari genggaman Erina dan dia langsung masuk ke dalam menaiki tangga menuju kamarnya.

Bibi Erina sedikit terkejut karena Celine melepaskan genggamannya dan langsung berlari masuk, sedangkan Felix tersentak dan langsung menyadari adiknya itu sudah berlari masuk ke dalam.

"Celine!" Seru Felix dan hendak menyusulnya ke kamar adiknya.

Celine yang sudah tiba di kamarnya dengan terengah-engah dan air mata yang sudah jatuh dari matanya, mencoba menutup pintu kamar nya. Tapi, Felix yang sudah menyusulnya dengan cepat menahan pintu itu untuk tertutup.

Felix menatap adiknya itu dengan perasaan cemas, Celine yang berdiri di depan pintu pun mundur perlahan karena melihat kakaknya itu sudah berdiri di sana.

Dan kali ini, tampak jelas dia bisa melihat kesedihan adiknya itu, berderai air mata jatuh membasahi pipi Celine sambil adiknya itu sendiri mengusapnya dengan tangannya.

Felix tanpa bicara perlahan masuk ke dalam kamar adiknya, menutup pintu di belakangnya dan menghampiri Celine.

Helaan nafasnya terdengar berat, dia berjongkok di depan Celine dan memegang bahunya dengan kokoh tapi tidak kuat. "Celine..." panggilnya dengan pelan tapi suaranya terdengar tegas.

Celine yang sudah menangis sesenggukan di depannya tak bisa lagi menatapnya dengan benar, dia terus mengusap air matanya yang tak mau berhenti.

Felix memandangi nya dengan perasaan sedih dan hancur, sakit rasanya harus melihat tangisan adiknya itu.

Dia pun menarik Celine untuk duduk di tepi tempat tidurnya, dan tak mengatakan apapun. Hanya menunggu adiknya itu selesai dengan tangisannya.

Tangannya dengan lembut mengelus rambut adiknya itu dan juga mengelus pundaknya. Dia tak tahu harus mengatakan apa pada adiknya, tapi dibandingkan menenangkan nya, Felix memilih agar adiknya itu meluapkan kesedihannya.

Satu menit

dua menit

sepuluh menit

lima belas menit

Dan setelah waktu yang cukup lama, akhirnya Celine berhenti menangis dan bisa menatap Felix yang duduk di samping nya dengan benar.

Felix pun kembali menatap Celine. "Sudah?" tanyanya dengan suara lembut.

Celine mengangguk. "Iya..." dia pun mendekat dan memeluk kakaknya itu dengan erat.

Felix pun langsung menerima pelukannya dan kembali memeluk adiknya itu dengan erat. "Maafkan kakak Celine, kakak tidak bisa bersikap tegas pada papa tentang mu, andai saja aku bisa mengatakan nya dengan lantang di depannya..."

Celine menatapnya dan menggelengkan kepalanya dengan pelan "Ini bukan salah kakak, kakak tidak perlu meminta maaf. Aku tahu kakak juga anak papa, kakak tak boleh membantah papa" jelasnya pada Felix.

Felix yang mendengar itu hanya bisa diam, tapi dia sudah menahan tangisannya saat mendengar itu.

"Aku... Andai saja aku bisa memberikan kasih sayang yang cukup untukmu" Felix mengusap pipi adiknya itu dengan ibu jarinya perlahan dan lembut.

"Kakak memang kan sudah menyayangi Celine" senyuman terukir kembali di bibir kecil adiknya itu, cukup sudah membuat hatinya terenyuh.

Felix pun menarik adiknya ke pelukannya yang lebih dalam, memeluknya dengan erat dan mencium puncak kepala adiknya.

"Justru ini kesalahan ku, kak." ucapnya yang terdengar sedikit sedih. "Andai saja waktu itu aku tidak menyuruh mama untuk menyebrang jalan dan membelikan minuman, mungkin mama sekarang masih ada di sini dan papa... Bisa menyayangi Celine seperti dulu"

Felix menatap mata Celine dengan lekat, mata yang penuh dengan rasa bersalah itu. "Tidak Celine, itu semua sudah kehendak Tuhan. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri."

"Tapi, lihatlah bagaimana papa selalu menyalahkan aku atas kematian mama, ini semua memang salahku." nada penyesalan semakin terdengar dari suaranya.

Bagaimana bisa anak berumur delapan tahun di salahkan atas kematian ibunya yang bahkan dia tidak ingin ibunya itu pergi dengan cepat? Mengapa dia selalu di salahkan?.

Setelah lama mereka berbicara Celine tampak mengantuk. Dan Felix menyuruhnya untuk naik ke tempat tidurnya dan berbaring.

Felix pun menyusulnya dan berbaring di samping adiknya itu, tawa kecil terdengar dari mereka yang sedang bersama.

"Kak... Bukankah kakak seharusnya ditemani asisten kakak? Kemana dia perginya?" tanya Celine memecahkan keheningan

Mendengar pertanyaan itu membuat alis Felix naik sebelah "Itu ya? Kakak menyuruhnya untuk mengambil cuti, karena kakak hari ini akan pergi jadi dia kakak suruh untuk beristirahat." ucapnya sambil tersenyum

"Siapa namanya ya? Celine lupa"

"Christian" jawab Felix

"Kalau begitu, asisten nya kak Michael siapa namanya?"

"Kalau itu ya... Dia tak punya asisten di rumah, tapi asisten nya di kantor perusahaan nya"

"Ohhh begitu ya, kak?"

"Iya Celine" dia kembali dengan lembut mengelus kepala adiknya itu

"Kalau Anastasya siapa nama asisten nya?"

"Itu... Zoey"

Celine pun mengangguk angguk mendengar jawaban dari kakaknya itu.

"Tapi...kenapa kamu menanyakan hal seperti itu?" Felix kembali bertanya dengan penasaran.

"Tidak, kak. Hanya... Celine ingin tahu saja. Celine kadang berpikir ingin punya asisten seperti itu, tapi... Kakak sendiri bilang memiliki asisten pribadi tidak menyenangkan"

1
Musri
baru awal aja dh suka,mudah2n alur ceritanya bagus GK berbelat Belit...semangat Thur💪🫰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!