NovelToon NovelToon
SHE LOVE ME, I HUNT HER

SHE LOVE ME, I HUNT HER

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dokter / Transmigrasi / Idola sekolah
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Noveria

Agatha Aries Sandy dikejutkan oleh sebuah buku harian milik Larast, penggemar rahasianya yang tragis meninggal di depannya hingga membawanya kembali ke masa lalu sebagai Kapten Klub Judo di masa SMA.

Dengan kenangan yang kembali, Agatha harus menghadapi kembali kesalahan masa lalunya dan mencari kesempatan kedua untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.

Akankah dia mampu mengubah jalan hidupnya dan orang-orang di sekitarnya?


cover by perinfoannn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Journey

Dua kantong plastik terbuka, aroma ayam goreng rempah menyeruak.

Gerimis berbisik di luar, namun suara yang lebih mengusik adalah teriakan seseorang yang mengira ada pencuri di gang sempit itu.

“Kamu bukan orang sini, kan?” Suara lantang itu membuat Larast terpaksa keluar.

Di bawah remang lampu jalan, seorang pria paruh baya tampak menginterogasi seorang pemuda. Pria itu, yang dikenal sebagai penjaga keamanan kompleks, menatap curiga pada sosok di hadapannya.

“Iya, Pak. Tadi cuma numpang lewat,” jawab pemuda itu. Suaranya lirih, namun tidak asing.

“Ya sudah, cepat pulang. Jam segini masih keluyuran. Siapa nama kamu?”

“Agatha, Agatha, Pak.”

“Cepat pulang! Jam segini banyak preman dan orang mabuk berkeliaran. Mengerti!”

“Iya, Pak.”

Larast tersenyum tipis, dari pagar dia mampu mengenali postur tubuh idolanya.

“Jadi dari dia.”

Sementara, langkah Agatha semakin cepat, berlari menjauhi gang seolah dikejar hantu. Sedangkan Larast kembali masuk ke dalam rumahnya.

Di dalam Ibunya sudah melahap habis satu kotak nasi. Larast bisa melihat kelegaan terpancar dari wajahnya, perutnya kini terisi penuh.

Tiga tumpuk keranjang pakaian berjajar rapi di depan meja televisi. Ibunya adalah seorang buruh setrika, sebuah pekerjaan yang cukup untuk menyambung hidup, apalagi dengan keterbatasan yang dimilikinya sebagai seorang tuna wicara.

Larast bersyukur ada orang yang masih mempercayai ibunya untuk menyetrika pakaian mereka.

Ibunya menoleh, memberi isyarat agar Larast segera makan. Larast mengangguk, namun matanya terpaku pada punggung ibunya.

Punggung yang semakin membungkuk karena berjam-jam duduk dan menyetrika demi mencari nafkah. Larast mendekat dan memeluk ibunya dari belakang. “Ibu, tetaplah seperti ini. Jangan tinggalkan Larast.”

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Kenangan pahit masa lalu kembali menghantuinya. Ia melihat ibunya meregang nyawa di hadapannya, sementara kakaknya melarikan diri, seolah tak terjadi apa-apa setelah melukai ibunya.

Ibunya menoleh, mencium punggung tangan Larast dengan lembut. Kemudian, ia meletakkan tangan kanannya di dada, menempelkannya di atas jantung, dan menutupi tangan kanan itu dengan tangan kirinya.

Sebuah simbol pelukan pelindung, yang berarti “Aku akan selalu di sini, menemanimu, menjagamu, dan melindungi mu.”

Larast, yang sudah hafal dengan setiap gerakan tangan ibunya, semakin mengeratkan pelukannya.

⚔️⚔️⚔️⚔️⚔️⚔️

Agatha yang baru saja tiba di rumah, dengan napas yang sedikit tersengal-sengal, mencium aroma dari jaket hoodie yang bau. Ia segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

“Ah … bisa-bisanya aku ngelakuin kaya gini buat dia,” gerutunya, sambil menatap bayangan wajahnya di cermin.

Senyumnya kemudian menyungging, ada seperti perasaan lega ketika mengetahui sebagian kehidupan Larast.

“Apa karena hidupnya berat, jadi dia ingin bunuh diri? Aku tidak tahu, ada teman sekolahku yang hidup seperti dia. Ceria di sekolah, memikul beban setelah keluar dari gerbang sekolah,” gumam Agatha.

Karena yang Agatha tahu, saat seusianya 17 tahun. Semua temannya hanya terlihat menghabiskan waktu dengan kesibukan bersama teman-temannya atau belajar.

Semalaman Agatha merasakan insomnia, mimpi buruk tentang Larast di masa depan terus-menerus terbesit. Kilatan satu persatu lembar isi buku harian Larast, membuat pikirannya terusik.

Pukul 4 pagi, Agatha keluar dari kamarnya. Dia menuju garasi rumahnya untuk mengeluarkan sepedanya. Sepeda Hybrid yang biasa digunakannya saat masa SMP.

“Apa aku harus menjemputnya? Kasihan juga kalau setiap hari dia berlari ke sekolah. Kalau aku kasih uang buat ongkos naik bus, nanti aku dikira meremehkannya.” Agatha memikirkan cara lain untuk membuat hidup Larast ringan.

Agatha mengelap sepedanya hingga mengkilap. Kemudian berkacak pinggang memikirkan caranya untuk memboncengkan Larast. “Masa iya di depan? Apa dia mau?”

“Tumben, mau naik sepeda, Kak?” Ibunya tiba-tiba datang, mengagetkannya dari belakang.

Agatha menoleh dan tersenyum, “Sekali-kali, biar agak kurusan, Bu.”

“Dua hari Ibu nggak lihat Reza main ke rumah, biasanya kalian berangkat sekolah boncengan,” ujar Ibunya.

Agatha menggaruk pelipis kirinya, merespon tersenyum. Pikirnya, Ibunya tidak perlu tahu, jika dia sedikit menjaga jarak dengan Reza. “Aku mandi dulu, Bu.”

“Iya. Gantian kamar mandinya, Ayahmu juga mau berangkat pagi,” sahut Ibunya.

Bukan segera mandi, Agatha memilih melangkah ke arah dapur. Dia melihat Ibunya telah menyiapkan sarapan di atas meja.

Agatha mengambil kotak bekalnya, diisi dengan nasi, lauk telur dadar serta tumisan selada yang dicampur dengan potongan timun yang ia buat sendiri.

“Yap, selesai!”

Agatha memasukkan kotak bekal itu ke dalam tasnya. Setelah itu dia bergegas mandi dan bersiap pergi ke sekolah.

“Kamu nggak sarapan?” teriak Ibunya dari dapur, ketika melihat Agatha berlari keluar menuruni tangga.

“Nanti di sekolah, aku sudah telat, Bu.” sahut Agatha sambil memakai sepatunya dengan tergesa-gesa.

“Telat gimana? Baru juga jam setengah 6,” gumam Ibunya.

Agatha berlari menuju halaman rumahnya kemudian mengayunkan pedal sepedanya, dia melaju menuju ke rumah Larast.

“Akh, gimana kalau dia mikir aku sok deket?” gumam Agatha sepanjang jalan, perasaan canggung dan khawatir jika Larast akan menolak membuatnya berhenti berkali-kali dalam mengayunkan sepedanya.

Ketika hampir sampai di area rumah Larast. Agatha berhenti dan mengatur nafasnya. Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, seolah mau ngajak nge-date anak gadis.

Agatha menunggu di ujung gang, menoleh ke arah tanjakan jalan yang menghubungkan dengan rumah Larast. Mengusap kedua tangannya berulang kali, karena merasa kedinginan.

Hampir 15 menit menunggu, akhirnya sang bidadari terlihat menuruni jalan. Agatha mengamati Larast, melihat gadis dengan rambut hitam panjang sepinggang itu juga tampak kedinginan dan terus meniup kedua tangannya untuk membuat tangannya tetap hangat.

“Dia kalau pagi, cantik juga,” gumam Agatha tanpa sadar, ia tidak bisa menahan senyum ketika melihat angin sedikit meniup rambut panjang Larast, tampak memukau di depan mata Agatha.

Begitu Larast menatap ke depan, Agatha segera sembunyi di balik tiang dengan cepat.

Ia menunggu saat-saat langkah Larast lebih dekat lagi, kemudian akan pura-pura lewat dan seolah menawari Larast tumpangan.

“1,2,3 …” Agatha mengayun sepedanya. Dia menekan rem ketika sampai di depan Larast. Lalu menoleh, “Eh, cewek plester.”

Larast menatap Agatha dengan wajah terkejut, karena tiba-tiba Idolanya menghentikan sepedanya di depannya.

“Apa, loe?” sahut Larast, kemudian membalikkan tasnya ke arah depan. Menekan kuat-kuat di dadanya, menutupi rasa canggung.

“Mau bareng, nggak?” ajak Agatha, dengan senyum yang berusaha terlihat santai namun menyimpan rasa gugup.

“Nggak, gue mau lari aja,” jawab Larast ketus, berusaha menyembunyikan rona merah yang mulai menjalar di pipinya. Kemudian berlari kecil meninggalkan idolanya, namun kali ini dengan langkah yang lebih ringan.

Agatha mendengus kesal, namun matanya tak bisa menyembunyikan senyum geli. Lalu mengayunkan sepedanya lagi, menyusul Larast dengan perlahan. “Ayo! Kita kan searah. Kamu bisa hemat energimu buat yang lainnya.”

Larast menghentikan langkah kakinya, berpura-pura berpikir sejenak. “loe bercanda? Lihat sepedanya nggak ada boncengannya.”

Agatha tersenyum, matanya berbinar menatap Larast. “Kamu bisa duduk di depan, menghadap samping. Pegangan di stang, biar nggak jatuh.”

Larast mengernyit, menyembunyikan senyum yang hampir meledak. “Ah, nggak mau. Nggak aman.”

Agatha mendekat, meraih tangan Larast dengan lembut. “Aman kok. Aku janji nggak akan ngebut. Kapan lagi di boncengin cowok tampan,” bisiknya, membuat bulu kuduk Larast meremang.

“Awas ya, kalau loe jatuhin gue!” Dengan wajah kesal berbalut canggung, Larast akhirnya duduk menyamping di depan.

Jarak mereka sangat dekat, aroma parfum Agatha menyeruak memenuhi indra penciuman Larast. Agatha menahan senyumnya ketika tawarannya akhirnya di terima, kemudian mulai mengayunkan sepedanya dengan hati-hati.

Deg

Deg

Larast menahan rasa bahagianya dalam-dalam, jantungnya berdegup kencang seiring dengan kayuhan sepeda Agatha. Sedang Agatha merasakan debaran yang sama, membuat lengannya sedikit gemetar ketika rambut panjang Larast menyentuh kulitnya.

Bersambung.

1
Wida_Ast Jcy
awas copot tu jantung🤭🤭🤭
Wida_Ast Jcy
Enak aja lu bilangin bau
Bulanbintang
Sat set banget, Ris.
Bulanbintang
Makanya, baik-baik sama donatur.😌
Shin Himawari
Yang suka genre time travel merapat sini! Penulisannya rapih dan alur ceritanya seru. Bagus juga yang suka judo karena ada istilah istilah judonya buat belajar. Ganbatte terus berkarya kak Dre 💪💪🤍
Drezzlle: terimakasih
total 1 replies
TokoFebri
jangan memasukkan nama gadis itu lagi riess.. nanti gak ada gunanya dong kamu transmigrasi?
Shin Himawari
Sabar ya Aga-kun, biasanya cewe cuek diawal nanti juga luluh kalo terus diperhatiin🫣
Shin Himawari
cuma diajak ngobrol aja kook santai dooong larast🤣
mama Al
apa ini kerjaan kakaknya Laras
mama Al
bener Bu omelin tuh di kasih tahu ngeyel
kim elly
jemput ries
kim elly
😭😭😭ya ampun nangis baca nya
kim elly
larast sumpah kamu tuh kayak aku jaman dulu 😩😩
Drezzlle: Berasa lagi baca buku harian kamu sendiri 😄😄
total 1 replies
Mutia Kim🍑
Agatha begitu karna kmu duluan yg berkhianat Rena!
Drezzlle: belum tentu
total 1 replies
Mutia Kim🍑
Dorong aja rena dari atas kasur🤭
Mutia Kim🍑
Berdoa aja ries, semoga larast baik-baik aja. Dan ayahmu segera menemukan larast
sunflow
ya allah.. kasihan.. sini aku peluk..
sunflow
disaat moment kemenangannya ia malah kehilangan ibunya
Goresan_Pena421
🙂 tahu kan kalau nyawa itu titipan. percaya jika ini terjadi artinya yang menitipkan nyawa memang sudah ingin mengambil apa yang Ia titipkan.
Goresan_Pena421
betull. gas ke masa depan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!