Yura yang terjerat masalah terpaksa meninggalkan Hanan suaminya dan putri yang baru dilahirkannya, agar mereka tetap hidup karena kritis dirumah sakit akibat kecelakaan. Hanya keluarga suaminya yang memiliki uang yang bisa membantunya dengan satu syarat menyakitkan!
Lima tahun kemudian, Yura dipertemukan dengan anak yang dilahirkan, dibawa sebagai pengasuh oleh istri baru Hanan. Dengan kebencian dari keluarga Maheswari serta pria yang di cintai, mampukan Yura bertahan demi anaknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Pilihan yang menyakitkan
Dulu jalan bersama Hanan dan anak mereka adalah impian Hanan serta Yura, menikmati indahnya cinta mereka dengan kehadiran buah hati yang dinantikan.
"Aku yakin, kita akan jadi keluarga yang paling bahagia, sayang." Suara Hanan yang saat itu sangat lembut dan selalu menatapnya penuh cinta.
Yura sampai tidak pernah berhenti tersenyum mendengar ucapan manis dan ungkapan perasaan yang berkali-kali suaminya ucapkan, Hanan adalah pria yang sangat romantis dan memanjakannya, apalagi setelah Yura mengandung anak pertama mereka, tentu saja hidup Yura seperti ratu ditangan Hanan.
Yura yang hanya gadis miskin, dulu sangat beruntung dicintai Hanan. Hingga banyak merasa orang iri karena Yura mendapatkan suami sempurna.
"Aku juga yakin, kalau nanti anak kita perempuan, aku ingin memberinya nama Aura. Apa boleh?" Tanya Yura.
"Aura?" Hanan berfikir arti nama Aura, sepertinya dia juga cocok dengan nama yang disebutkan istrinya. "Boleh, apapun namanya kalau kamu yang kasih, pasti memiliki arti yang baik!"
Yura tersenyum. Percakapan mereka sebelum kecelakaan dan saat mereka masih menjadi pasangan yang sempurna untuk saling melengkapi. Tapi kini kenyataannya berbeda, suami yang berjanji akan menjaga dan mencintainya selamanya, selalu menatap Yura penuh dengan kebencian.
Dari pagi sampai siang, Hanan sangat kejam membawa mereka jalan-jalan tapi menyuruh Yura menunggu didalam mobil saat Hanan dan Aura sarapan diluar, bahkan makan siang. Aura hanya membawakan roti atas perintah Hanan, saat Aura mau memesankan makanan untuk bibi Yura, Hanan melarangnya dan mengatakan Yura sudah makan.
Tapi Yura tidak berani protes dan mengatakan pada Aura bahwa dia belum makan dari pagi, bahkan semalam saja dia tidak jadi beli nasi goreng, Hanan membawanya kerumah lalu langsung bertemu Aura, Aura minta ditemani sampai tidur. Karena sudah larut, Yura jadi lupa untuk makan malam.
Yura terpaksa memakai roti yang diberikan Aura, dalam hatinya dia begitu tidak menyangka Hanan bisa setega itu. Didalam agama dan negara, seharusnya status mereka masih suami dan istri, karena saat pergi Yura tidak pernah menceraikan Hanan.
Dan saat Yura pergi, Hanan tidak mau menggugat cerai atau mengajukan dipengadilan. Semuanya dilakukan karena Hanan tidak mau Yura menikah lagi dan hidup bahagia. Sedangkan Hanan dan Gendhis juga menikah resmi, mereka juga mengadakan acara pesta supaya orang-orang tau mereka sudah menikah, dan supaya orang-orang tau Gendhis adalah menantunya Eva Maheswari, bukan Yura yang hanya gadis miskin.
Bagaimana Hanan bisa menikah dengan Gendhis secara resmi, itu karena Eva membuat surat kematian untuk Yura setelah Yura pergi. Dan Hanan menyetujuinya begitu saja tanpa mencegah yang dilakukan ibunya.
Cintanya yang begitu besar untuk Yura pudar saat ibunya mengatakan Yura pergi meninggalkannya dengan seorang pria asing. Hanan tidak berusaha mencari tau yang sebenarnya atau bahkan mencari keberadaan Yura.
Setelah dari restoran, barulah Aura mengajak papanya untuk ke boutique milik Gendhis. Mobil milik Hanan melaju membelah lalu lintas menuju boutique istri mudanya.
"Mama!" Aura berseru memanggil sambil berlari, setelah turun dari mobil dan masuk kedalam boutique, melihat Gendhis tengah melayani pengunjung.
Gendhis menoleh, tersenyum melihat Aura sudah datang. Sejak tadi dia sudah menunggu Aura, tapi Hanan menelpon kalau Aura ingin makan ice cream dan makan di restoran terlebih dahulu, barulah sekarang mereka tiba di boutique.
"Sudah sampai sayang. Mama kangen banget, sama peri kecil ini!" Gendhis mencubit pelan gemas kedua pipi putrinya lalu menciumnya bergantian.
"Aura juga kangen!"
Pengunjung tersenyum melihat keharmonisan Owner boutique dan Aura. "Putrinya kak Gendhis ya? Cantik sekali!" Puji gadis itu.
Gendhis tersenyum, Aura memang cantik dan imut, kulitnya putih rambut tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis warna coklat seperti orang luar. Perpaduan yang begitu sempurna menurut Gendhis, matanya yang indah sudah pasti bukan mirip Hanan, bola mata Hanan hitam sementara Aura hazel, sama seperti bola mata Yura. Tapi sekarang Gendhis belum menyadari kalau Aura adalah perpaduan Yura dan Gendhis yang sempurna.
Dibelakang Hanan, Yura tersenyum tipis mendengar pujian dari pelanggan setia Gendhis. Dia bersyukur memiliki putri seperti Aura yang cantik. Tapi didalam hati kecilnya, Yura merasa perih karena tidak bisa mengakui anaknya sendiri, memperkenalkannya dihadapan orang-orang seperti Gendhis.
"Ayo kita duduk disana sayang?" Gendhis menggandeng tangan Aura menuju kursi tamu sofa, setelah dia menyuruh salah satu karyawannya untuk melayani pelanggannya tadi.
Aura mengangguk lalu mengikuti langkah ibunya, "Ayo bibi Yura. Kita duduk disana!" Ucap Aura. Yura tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya, ikut berjalan namun berada diantara mereka dengan jarak dua meter.
Gendhis duduk disebelah kanan dan Hanan disebelah kiri, Aura berada ditengah-tengah mereka dengan canda tawanya karena Hanan dan Gendhis menggoda gadis kecil itu.
Seharusnya pemandangan itu menjadi milik Yura seandainya kecelakaan itu tidak terjadi, dia yang berada diantara Hanan dan Aura, tapi sekarang Yura merasa benar-benar kehilangan rumah yang selama bertahun-tahun dia harapkan bisa kembali.
"Permisi, bu Gendhis. Saya mau izin ketoilet apa boleh?" Tanya Yura.
Gendhis menoleh. "Boleh." Gendhis memanggil seorang karyawan untuk mengantarkan Yura ketoilet.
Yura tidak akan sanggup melihat keharmonisan keluarga kecil didepan, hatinya begitu sakit meskipun ada bahagia melihat Aura sangat bahagia. Gendhis adalah sosok ibu yang baik meskipun Aura bukanlah putri kandungnya.
Tapi bagi Yura tetap saja hatinya perih dan tidak sanggup melihat mereka. Yura menghapus air matanya, mencuci wajahnya dengan air mengalir di wastafel. "Kamu harus ikhlas Yura, melihat Aura saja itu sudah cukup bahagia." Gumam Yura.
.....
Sampai sore hari, Aura ketiduran diboutique. Hanan menunggu sambil memainkan ponselnya. Yura juga menunggu duduk dikursi sendiri.
Tiba-tiba Gendhis menghampiri mereka. "Mas, mamaku menelpon aku disuruh mampir sama Aura. Mas bisa kan, pulang sama mbak Yura terus ambilin baju gantinya Aura. Tadi pagi dia mau pakai baju tidur kesukaannya untuk malam ini!"
Mendengar itu, Hanan dan Yura tersentak kaget. Hanan melirik Yura dengan sinis, sementara Yura berharap Hanan menolaknya. Yura tidak mau hanya satu mobil dengan pria itu.
"Ya, baiklah. Aku akan pulang dan ambilkan!" Jawaban Hanan membuat Yura kecewa.
"Mbak Yura, bajunya Aura ada dilemari gantung ya, warna putih ada gambar bonekanya!"
Yura berusaha untuk tersenyum, "Baik bu Gendhis. Nanti saya akan cari!" Jawab Yura.
Sebelum Hanan dan Yura pergi, Hanan mendekati Gendhis. Gendhis bingung begitu juga Yura, tidak disangka, tiba-tiba Hanan mendekatkan wajahnya dan mencium kening Gendhis dihadapan Yura.
Hati Yura jangan lagi ditanya, cinta yang masih bersemayam dan terjaga rapi dihatinya, membuatnya perih tapi Yura berusaha menutupinya. Kedua mata Yura mengembun, dia tidak berani menatap Gendhis
"Aku pergi dulu, sayang." Ucap Hanan, lalu Yura mengikuti keluar.
Begitu diluar, Hanan masuk kedalam mobil lebih dulu lalu Yura menyusul, namun Yura membuka pintu belakang dan masuk. Tapi Hanan menatapnya dengan tajam. "Kamu fikir saya sopir hah? Cepat keluar dan pindah kedepan!" Bentak Hanan.
Yura terperanjat, dia tidak berani membantah lalu keluar dari mobil sembari menghapus air matanya. Membuka pintu depan setelah menghapus air matanya lalu masuk kedalam disamping Hanan.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, seolah Hanan begitu sengaja karena tau Yura takut naik mobil dengan kecepatan tinggi. Apalagi setelah kecelakaan, Yura merasa trauma. "Pak, tolong turunkan kecepatannya!" Yura menggenggam seat belt dengan sangat kuat.
"Kenapa, kamu takut? Takut mati disini? Kamu masih ingatkan, saat kecelakaan itu? kalau kamu lupa, saya bisa ingatkan!" Sahut Hanan dengan menantang.
Yura menggeleng. Sungguh, dia benar-benar merasa ketakutan. Sekelebat bayangan-bayangan kecelakaan itu muncul di ingatannya. Air mata Yura menetes saat mengingat kembali bagaimana mereka berusaha selamat dari maut. Yura tidak mau kejadian itu terulang lagi, melihat Hanan terbaring koma dan berjuang untuk bertahan hidup. "Kalau pak Hanan tidak mau berhenti, saya akan lompat dari sini pak!" Yura membuka pintu mobil yang ternyata Hanan lupa menguncinya.
wah untung ajaa ada paman tampan 😌