⚠️ *Peringatan Konten:* Cerita ini mengandung tema kekerasan, trauma psikologis, dan pelecehan.
Keadilan atau kegilaan? Lion menghukum para pendosa dengan caranya sendiri. Tapi siapa yang berhak menentukan siapa yang bersalah dan pantas dihukum?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.H., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Selamat Dari Bahaya
Pagi itu aku terbangun, mendapati Rafael yang kini tengah berada di dapur sedang memakan roti dan lengkap mengenakan pakaian seragam sekolah.
Aku berdiri di ambang pintu dapur, menatapnya dengan tatapan dingin. Dia balik menatapku sambil tersenyum memperlihatkan gigi-giginya.
"Kalau mereka masih menganggu mu lagi, lawan jangan jadi pengecut." Ucapku sambil bersandar di pintu dapur. Entah kenapa aku seolah perduli kepadanya. Padahal, aku tak punya hubungan darah sama dia.
Rafael hanya menganguk, Iyah. Sambil mulutnya dipenuhi roti.
"Paman tenang aja, aku tak akan membiarkan mereka menggangu ku lagi. Kalau Iyah, boleh kan? Aku membawanya diruang penghakiman?" Ucapnya, aku yang malas menanggapi hanya menjawab deheman seolah aku tidak perduli karna aku tau pasti dia hanya bercanda.
Aku segera mandi dan Rafael sudah pergi sambil berlari takut terlambat. Entah kenapa kehadirannya membuat suasana menjadi berbeda.
'Oh ya ampun. Aku lupa menanyakan perihal kemarin.' Pikirku sambil memukuli kepala. Pasalnya semenjak aku mengizinkannya tingga, aku yang lelah akhirnya memilih tidur dan lupa menanyakan tentang bagaimana dia tau tentangku?
Baru saja aku ingin ke luar, aku mendengar samar-samar suara rintihan dari ruang bawah tanah. Segera aku mengambil Hoodie hitam dan tak lupa memakai topeng. Aku melihat Aaron kini sudah tersadar, histeris menahan sakit. Darahnya menetes bercampur dengan darah tri yang belum aku bersihkan.
Bibirnya yang robek menatapku dengan dendam, aku terdiam sesaat. Ku lihat dirinya yang begitu sengsara. Bergerak sedikit saja atau berbicara, darah akan mengalir dan, luka robekan akan semakin besar.
"Kenapa... sakit? Gimana rasanya, luar biasa bukan?" Ucap ku menyeringai lalu bertepuk tangan senang. Aku tertawa, di hanya menatapku dengan tatapan ingin membunuh.
Aku mendekat perlahan dan aku yakin dia tak akan lagi bisa berjalan. Ku lirik kakinya yang kini sudah membiru seperti bangkai. Menurutku cara seperti ini sangatlah ampuh untuk membuatnya mengakui dosa-dosanya.
Aku menginjak kakinya, dan kutekan dengan kasar sambil menatap matanya—yang menahan sakit luar biasa. Aku sangat puas, lalu pergi meninggalkannya.
***
Beralih ke Rafael. Dia kini berada di rooftop bersama ke empat anak muda yang suka membully-nya. Aku menatap lelaki berambut gondrong yang bernama Erlan, anak pengusaha sukses yang terkenal di kota ini. Dia menatapku remeh, sedangkan ketika pengikut setianya berada di sisinya.
"Mau apa kamu?" Tanyaku sambil mengepalkan tangan. Dia hanya melipat kedua tangannya sambil menatapku jijik sambil tersenyum meremehkan.
"Ya, seperti biasa. Mengganggu anak orang miskin yang tak mampu." Ucapnya mengejek disertai tawa yang menggema.
Aku tersenyum kecut, aku tatap matanya dengan tatapan tajam sambil bibirku diangkat tipis. Erlan yang melihat ekspresi ku tampak tak suka. Dia tiba-tiba memukul rahangku tambah aba-aba. Aku tersentak kaget sambil menunduk memegang bibirku yang robek.
Aku yang teringat kata lion tadi pagi, langsung menatap keempatnya. Ku tatap Erlan yang menatapku seolah aku adalah manusia kotor yang harus di singkirkan. Aku mendekat perlahan-lahan, seketika mereka langsung mundur dan waspada. Aku semakin maju dan...
Argggggg
Aku mencekik leher Erlan seperti orang kesetanan. Ketiga Cs erlan langsung panik, mereka terbelalak kaget. Erlan mencoba untuk melawan namun aku seolah mempunyai kekuatan.
Tiba-tiba salah satu teman erlan menendang ku dari arah belakang dan menarik bajuku dengan kasar. Aku tersentak kaget, dan jatuh terduduk. Ketiga Cs erlan langsung memukuliku membabi buta. Aku mencoba untuk melawan, mencari celah namun sia-sia. Mereka memborong ku. Sedangkan Erlan dia hanya diam sambil mengatur nafas.
Aku sudah tak bisa lagi melawan, tubuhku lemah dan tulang-tulang ku seperti patah. Aku hanya berharap dengan mata sayu semoga cepat usai.
Tiba-tiba, seorang wanita datang membuka pintu rooftop dengan kasar. Membuat mereka menoleh dan berhenti menendang ku. Aku menatap wanita itu dengan pandangan sedikit buram. Keempat anak sialan itu mereka langsung berlari. Sedangkan wanita itu datang menghampiriku dengan wajah panik.
iblis✔️
mampir juga yuk ke cerita ku "Misteri Pohon Manggis Berdarah"