Senyuman Iblis Di Balik Topeng Cinta

Almira terdiam dalam kamarnya, mencoba kembali menghubungi Derio ataupun Dio. Tapi tanpa hasil sama sekali. Menghela napas kasar berbaring di atas tempat tidur.

Mencerna segalanya yang terjadi. Dengan tegas memutuskan pertunangannya? Maka segala fasilitas yang didapatkannya dari tunjangan keluarga Ryu Dean juga akan lenyap. Begitu juga sokongan bisnis dari keluarga tunangannya.

Ada beberapa pesan lagi yang masuk. Ryu Dean sering mengirimkan e-mail atau pesan padanya. Segalanya dibalas olehnya dengan jawaban hanya untuk menyenangkan si gajah gemuk.

Seperti saat ini.

'Kamu sudah makan? Aku merindukanmu.' Itulah isi pesan yang masuk dari Ryu Dean.

Menatap jenuh, Almira membalasnya.

'Sudah, aku juga merindukanmu. Maaf, aku harus tidur lebih awal. Besok ada kegiatan kampus.'

Beberapa saat kemudian pesan kembali masuk dari Ryu Dean.

'Happiness in your dream.'

Sebuah pesan dengan emoji hati dari Ryu Dean. Ini sudah biasa baginya, membayangkan gajah gemuk yang membalas pesan.

Mengapa Almira membalas seolah memberi harapan? Matanya menelisik, sebuah paperbag terlihat di kamarnya. Sudah pasti Cheisia Muller, membawakan hadiah titipan Ryu Dean.

Melangkah memasuki kamar ganti membawa paperbag berisikan tas serta sepatu bernilai puluhan, atau mungkin ratusan juta. Kala membuka pintu, satu ruangan dipenuhi dengan baju dan gaun yang tergantung rapi. Satu lemari lainnya diperuntukkan khusus untuk sepatu. Sedangkan rak dibagian tengah lengkap dengan sekat kaca sudah seperti toko perhiasan, dipenuhi dengan perhiasan bernilai tinggi. Bahkan koleksi jam tangan terdapat pada laci terpisah.

Belasan tahun menjadi tunangan seorang Ryu Dean. Kesetiaannya sudah dibeli sepenuhnya. Istilahnya Almira masih menginginkan berbagai tunjangan dan hadiah, tapi tidak menginginkan menikahi pria gemuk jelek suatu hari nanti.

Begitu cantik, dari keluarga berada, ditambah memiliki tingkat pendidikan yang bagus. Banyak pria tertarik pada Almira, kekasih pertamanya bukan seorang Derio. Tapi teman sekelasnya semasa SMU. Seorang pemuda yang begitu rupawan.

Bukankah wajar bagi manusia jika mengagumi objek yang indah? Mungkin hanya satu kekurangan Almira. Memberikan harapan pada banyak pria.

Itulah mengapa dirinya putus dengan pacarnya semasa SMU, seseorang yang bahkan berhubungan di luar nikah dengannya. Satu? Tidak! Ada banyak nomor pria di handphone Almira. Ditambah dengan Almira yang merespon setiap pria yang mendekat.

Hanya bermain-main, menganggap dengan kecantikannya banyak pria yang menempel. Lagipula tidak ada yang menyandang status pacarnya kecuali Derio.

Meletakkan tas dan sepatu yang dititipkan Ryu Dean, ke dalam rak khusus.

Menghela napas kasar, kini harus kembali mencari kekasih yang akan disetujui ibunya. Wanita yang mulai duduk di tepi tempat tidur. Mengutak-atik handphonenya, memang terasa sedih kala Derio memutuskan hubungan dengannya.

Tapi, akan ada jalan untuk bahagia bukan?

Beberapa pria menjadi teman chatting-nya. Hanya untuk menghibur diri. Ada yang merayunya dengan kata cantik, tentu saja didinya akan membalas, kamu juga tampan.

Sulit memang mengatakan bahwa Almira bukanlah wanita yang setia. Karena dirinya tidak pacaran dengan lebih dari satu pria, hanya saja memberikan harapan yang begitu besar pada pria-pria lainnya.

Seperti Dio, yang bukan pacarnya tapi sempat berciuman bibir. Bahkan sempat melakukan one night stand. Apa itu wajar? Entahlah...

Segalanya tertutup dengan ego. Aku berhak mendapatkan yang lebih baik dari Ryu Dean.

*

Sedangkan di tempat lain. Seorang gadis memarkirkan motornya di depan rumah. Dirinya mengirim pesan pada Yudha.

'Kak security sedang apa? Aku sedang memikirkan kakak...' Pesan yang dikirimkannya pada Yudha. Berjalan memasuki teras rumahnya, bagaimana dirinya tidak jatuh hati pada kak security yang super tampan.

'Sedang mengurusi aset keluarga. Memecat beberapa karyawan hotel. Jangan ganggu aku, aku sedang sibuk.' Segera setelahnya Yudha membalas.

'Ihh... bohongnya keterlaluan. Tidak usah pura-pura kaya. Kakak tidak kaya pun aku tetap cinta. Nanti setelah menikah, kita usaha sama-sama, mendirikan keluarga berencana dengan dua orang anak.' Pinguin yang bagaikan menemukan targetnya, itulah gadis manis ini.

Walaupun dirinya akan perlahan berusaha move on dari cinta pada pandangan pertamanya.

'Aku tidak menyukaimu. Tidak akan pernah menyukaimu. Ingat! Kamu harus membantuku mendekati Almira!' Tegas Yudha menampakkan emoji batu yang berderet di bagian akhir.

Fiona mengernyitkan keningnya, menghela napas kasar.'Siap bos!'

Teman baru? Mungkin itulah status mereka. Memasukkan handphonenya ke dalam saku. Dirinya memasuki rumah tanpa permisi setelah melepaskan helm ojek onlinenya.

"Kamu baru dari mana?" Tanya sang ayah pada putrinya. Mengingat ini sudah melewati pukul 10 malam.

"Mengantar penumpang yang sakit perut, karena ingin mengeluarkan unek-uneknya. Kemudian menemani kak security depan kampus, makan malam romantis, alias kencan ditemani penjual nasi goreng sebagai saksi cinta. Dilanjutkan mengantar penumpang kesasar." Laporan singkat, padat dan jelas dari Fiona.

"Kamu punya pacar?" Tanya Wira, yang merupakan pensiunan angkatan laut. Pensiun muda akibat penyakit jantung yang dideritanya.

Fiona terkekeh."Tidak...aku ditolak."

Wira menghela napas kasar, menatap ke arah putrinya yang harus bekerja keras sepulang kuliah. Tujuan Fiona, mendirikan usaha setelah lulus kuliah nanti. Tidak ingin bekerja pada orang.

"Anak ayah ditolak security? Biar ayah tempeleng kepalanya---" Kalimat Wira yang menunjukkan gerakan kuda-kuda disela.

"Jangan galak-galak begitu. Nanti anak kita kesulitan mendapatkan jodoh." Fera, istri Wira, menghela napas kasar menatap kelakuan suaminya. Menyajikan teh hangat untuk anaknya.

"Kakak dimana?" Tanya Fiona, matanya menelisik. Tidak ingin dirinya terkena jebakan Batman.

"Tidak tau." Wira mengangkat bahunya. Bagaikan masa bodoh.

Perlahan Fiona bangkit, sumpah demi apapun jantungnya berdegup cepat. Bukan karena jatuh cinta pada kak security, tapi karena kakak br*ngseknya.

Pintu kamarnya sendiri dibuka olehnya. Benar-benar berhati-hati, tidak ada jebakan ember air atau apapun. Menelan ludah kasar.

Kriet...

Pintu lemari terbuka sendiri. Itu sudah biasa, mungkin itu hanya setan penghuni kamar ini yang tidak menampakkan diri. Karena terpesona oleh seorang Fiona yang cantik menggoda, harum mewangi sepanjang hari.

Melanjutkan langkahnya, melihat pada bagaian bawah tempat tidur."Dor!" teriaknya ingin mengejutkan sang kakak.

Tapi sayangnya tidak ada yang bersembunyi di bawah sana. Jika bukan bagian bawah tempat tidur, sudah pasti kamar mandi.

Membuka pintu perlahan."Dor!" Tidak ada seorangpun di dalam sana. Kamar mandi dengan penerangan lampu remang-remang.

"Aman..." Fiona menghela napas kasar, berbalik hendak menutup pintu kamar mandi.

Hingga kala dirinya berbalik dengan cepat. Seorang wanita berwajah pucat pasi terlihat, dengan bagian pupil mata berwarna putih aneh, bagian bibirnya sobek memperlihatkan sedikit aliran darah, seragam biarawati jaman VOC.

"Aaaaa!!!" Teriak Fiona histeris, menutup wajahnya. Benar-benar hampir pingsan rasanya.

Tapi tawa terdengar dari sang setan. Tawa seorang pria.

"Br*ngsek!" Teriak Fiona, memukuli kakaknya menggunakan gayung.

"Ini hanya properti syuting. Sudah! Sakit..." Ucap sang kakak masih tertawa.

Properti syuting? Benar! Sang kakak berprofesi sebagai asisten sutradara. Pekerjaan yang sejatinya cukup mapan. Tapi tetap saja mereka hidup sederhana. Sang ibu dan ayahnya memiliki toserba.

Keluarga sederhana berkecukupan, itulah keluarga seorang Fiona.

"Jangan pukul aku lagi!"

"Kamu yang mencari masalah!"

"Aku kutuk kamu dipenjara oleh suamimu!"

Kalimat dari sang kakak membuat adiknya tertunduk. Menghela napas kasar."Kak, kenapa aku tidak pernah punya pacar ya? Aku tidak jelek-jelek amat. Pria incaranku juga tidak yang high class."

"Yang sabar...orang sabar disayang Derio." Sang kakak menepuk bahu adiknya, tersenyum tengil.