Hamil Anak Siluman.

Revisi.

Mecca dan Pandita sudah siap untuk menembus portal gaib yang Pandita buat. Pandita menggandeng tangan Mecca untuk masuk ke dalam. Portal gaib di dinding kamar dengan cahaya putih yang menyilaukan mata.

"Pejamkan matamu sayang, dan jangan di buka sebelum aku memintanya." ucap Pandita.

Mecca mengangguk paham lalu memejamkan matanya dan melangkahkan kakinya menembus cahaya di depannya.

Saat dalam perjalanan Mecca merasakan tubuhnya benar-benar melayang dan ringan seperti kapas. Mecca merasakan perjalan spritual yang sangat mengagumkan, baru kali ini ia melakukan hal ini seumur hidupnya.

Tiba-tiba Mecca merasakan tubuhnya dingin seperti berada di dalam kulkas, sampai gemetar. Pandita langsung memeluk tubuh Mecca hingga Mecca merasakan hangat.

"Buka matamu sayang, kita sudah sampai." ucap Pandita. Mecca lalu membuka perlahan matanya dan melihat saat ini dirinya sudah berada di depan Castil kristal.

Mecca tersenyum dan mengalihkan wajahnya kearah Pandita di sampingnya.

"Pandita, aku benar-benar merasakan seperti di negeri dongeng." ucap Mecca dengan wajah sumringah.

Pandita ikut tersenyum karena melihat Mecca senang.

"Kamu senang?" tanya Pandita, Mecca menganggukkan kepalanya.

"Tentu saja. Ini pengalaman baru dalam hidupku selama 22 tahun aku hidup. rasanya luar biasa mendebarkan tapi juga menyenangkan." ucap Mecca yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

"Aku akan mengajakmu ke telaga kristal. kita bisa mandi disana!" Pandita menggandeng tangan Mecca menuju ke bagian belakang Castil melalui jalan di samping Castil.

Mecca ikut melangkah kan kakinya di samping Pandita. Mecca melihat halaman belakang Castil yang kemarin ia sempat singgahi, ia juga melihat gazebo tempatnya pertama kali menyerahkan kesuciannya bersama Pandita. Wajah Mecca bersemu merah mengingat percintaan nya pertama kali di gazebo itu. Tidak terlalu sakit seperti yang di katakan teman-temannya karena Pandita melakukannya dengan lembut. Hingga saat ini Mecca selalu mendambakan sentuhan Pandita yang memabukkan.

Pandita menghentikan langkah kakinya dan menatap Mecca dengan senyum penuh arti.

Ia lalu mengangkat dagu Mecca dan mengecup bibirnya sekilas.

"Aku akan memperlakukan mu dengan sangat lembut sayang, tidak akan menyakitimu. Jika memang kamu mendambakan lagi sentuhan ku, katakan saja, aku akan memuaskanmu kapanpun kau mau!" ucap Pandita dengan menatap manik mata milik Mecca.

Mecca sedikit gelagapan karena pandita seperti mengetahui isi hatinya. pandita terkekeh melihat wajah Mecca.

"Aku bisa membaca apa yang ada di dalam pikiranmu Mecca." jelas Pandita.

"Apa karena kamu seorang siluman?" tanya Mecca penasaran.

Pandita mengangguk dengan tersenyum.

"Tapi kamu tenang saja, hanya pangeran yang bisa membaca isi hati dan pikiran permaisurinya. Karena mereka sudah menyatu secara jiwa dan raga." jelas Pandita lagi, lalu kembali menggandeng tangan Mecca dan melanjutkan perjalanan menuju telaga Cristal.

Pandita berhenti di bawah sebuah pohon apel yang rindang dengan batang yang tidak terlalu besar dengan buah apel berwarna merah yang sangat lebat. Tidak ada satupun buah apel atau daun yang berjatuhan di bawah nya. Bawahnya adalah sebuah Padang rumput yang sangat lembut seperti permadani berwarna hijau yang menyegarkan mata. Sekitar 100 meter dari pohon apel tersebut ada sebuah telaga yang di kelilingi oleh bebatuan cadas dan beberapa pohon palem. Pandita mengajak Mecca mendekati telaga itu.

Semakin dekat, Mecca melihat telaga itu airnya berwarna biru, air di dalam telaga itu berkilat-kilat saat terkena cahaya matahari hingga seperti kristal.

"Apa karena pancaran cahaya matahari yang mengenai air telaga itu yang membuatnya seperti kristal. Makanya di beri nama telaga kristal?" tanya Mecca.

Pandita mengangguk dan mencium tangan Mecca.

"Calon permaisuri ku ternyata sangat pintar, kita mandi sekarang saja ya." Pandita mengajak Mecca untuk mendekati telaga itu, ia membuka pakaiannya hingga telanjang lalu menceburkan diri ke dalam air telaga.

"Ayo sayang, buka pakaianmu, airnya sangat segar." ajak Pandita karena melihat Mecca hanya berdiri diatas batu cadas.

"Aku malu Pandita." teriak Mecca. Pandita berenang mendekati Mecca.

"Tidak usah malu, hanya ada aku disini. tidak ada yang bisa mengintip karena telaga kristal ini di dalam pagar Castil.

"Benarkah, kamu yakin Pandita?"

"Yakin sayang, ayo cepat. disini sangat segar." Pandita kembali berenang. Mecca lalu melucuti pakaiannya dan kakinya menyentuh air yang segar.

Mecca duduk di atas batu cadas di dalam air dan mengusap-usap tubuhnya dengan air. Ia tidak bisa berenang hingga takut tenggelam.

"Pandita, aku ingin melihat wujud mu yang menjadi harimau berenang." teriak Mecca karena Pandita berada di ujung sana. Pandita tersenyum dan mengacungkan jempolnya. Ia lalu berubah menjadi seekor harimau putih yang gagah dan berenang mendekati Mecca. Mecca tertawa senang melihat Pandita.

Wajah harimau putih yang sangat gagah itu berada tepat di depan Mecca. Mecca mengusap pipi harimau itu dengan tangannya.

Kemudian Pandita kembali berubah menjadi pangeran tampan. "Sudah ya, sekarang ayo kita berenang." Pandita mengajak Mecca dengan memegang tangannya.

"No no, Pandita, aku tidak bisa berenang. Kamu saja, aku tunggu di sini." ucap Mecca

Pandita tersenyum dan menggendong Mecca dari depan.

"Kamu harus lihat pemandangan di bawah sana sayang." ucap Pandita lalu berenang dengan menggendong Mecca. sesampainya di ujung telaga, Pandita mendudukkan Mecca di atas batu cadas dan menunjuk di belakang Mecca.

"Lihat itu, pemandangan nya sangat bagus." Mecca menoleh kebelakang dan membelalak melihat matahari yang akan terbenam.

pendar warna jingga yang bersemburat di langit benar-benar sangat indah di pandang dengan pemandangan laut di bawahnya.

"Pandita, ini bagus sekali." ucap Mecca dengan mata tak berkedip melihat pemandangan di bawah.

Pandita menolehkan wajah Mecca agar menatapnya.

Pandita menatap Mecca dengan pandangan sayu, ia lalu melumat bibir Mecca dengan lembut dan membawa Mecca ke dalam pelukannya. Pandita mengusap-usap punggung telanjang Mecca dengan nafsu membara.

Sementara di balkon atas Castil kristal, Rengganis menatap putranya dan Mecca yang sedang bercinta di telaga kristal.

Ia tersenyum senang karena berharap Mecca bisa mengandung anak dari Pandita.

Telaga Cristal adalah telaga yang mereka yakini bisa membuat siapa saja yang mandi dan bercinta di telaga itu bisa mengandung.

Dulu saat dirinya dan suaminya menginginkan seorang putra juga melakukan hubungan suami istri di telaga kristal itu, dari situ Rengganis langsung mengandung Pandita. Sekian lama pernikahan nya dan suaminya, akhirnya Rengganis mengandung pandita di usia pernikahannya yang ke 10 tahun.

Telaga itu sengaja di buat suaminya dengan bertapa di puncak gunung Arjuno selama 100 malam, karena ingin memiliki putra sebagai penerusnya mengurus kerajaannya.

Setelah 100 malam bersemedi di puncak gunung Arjuno, Pramudya pulang dengan membawa beberapa bongkahan batu dari puncak ogal-agil dan memerintahkan para prajuritnya menyusun bebatuan itu membentuk melingkar di halaman belakang Castil, dan menggali tanah bagian tengahnya.

Setelah itu, Pramudya kembali bertapa selama 100 malam di dalam tanah yang sudah di gali, ditengah-tengah susunan bebatuan itu, dan pada malam ke 100 tiba-tiba keluar. Mata air dari cela bebatuan yang menumpuk.

Setelah air itu terisi penuh ia dan Rengganis melakukan hubungan badan di telaga itu, hingga beberapa hari kemudian Rengganis mengandung Pandita.

Selama hamil Rengganis selalu mandi di telaga itu, karena suaminya mengatakan jika telaga itu akan memberikan kekuatan pada anak yang ia kandung.

Semua itu terbukti benar adanya, karena Pandita selalu menang ketika menjadi panglima perang menggantikan ayahnya ketika ayahnya jatuh sakit.

Saat ini kawasan siluman harimau bertambah luas karena musuh menyerahkan tanah mereka pada Pandita karena takut Pandita akan membinasakan mereka.

Saat ini Pramudya tidak hanya menjadi raja bagi siluman harimau putih, tapi juga menjadi pemimpin bagi siluman buaya putih, dan siluman monyet. Meskipun mereka memiliki raja sendiri, tapi kerajaan mereka sudah tidak sekuat dulu.

Mereka meminta kemerdekaan dari Pramudya dan Pandita dengan perjanjian bahwa mereka bersedia memberikan upeti dan beberapa wilayah mereka, sebab kalah bertarung dengan Pandita.

Rengganis tersenyum senang melihat bahwa perut Mecca bercahaya seperti kristal setelah bercinta dengan Pandita. Ia yakin bahwa benih yang Pandita tanamkan sudah mulai tumbuh.

"Aku akan memiliki cucu berdarah manusia. Dengan begitu Pandita dan anaknya akan bisa memimpin kerajaan ini, dan membuat kerajaan ini menjadi kerajaan paling berkuasa di dalam dunia Siluman." ucap Rengganis dengan senyum mengembang. Ia harus segera memberi tahukan pada suaminya tentang berita membahagiakan ini, mereka harus segera menikah kan Mecca dan Pandita.

Mecca dan Pandita kembali memakai pakaian mereka dan meninggalkan telaga itu dengan perasaan puas.

Mecca menggelayut manja di lengan Pandita. Pandita memeluk Mecca dengan bahagia.

"Mecca, mulai hari ini kamu tinggal di castil ini ya." ucap Pandita.

Mecca mengangguk senang, ia sudah tidak memusingkan ayahnya lagi. Karena Pandita membuat Mecca mengikuti semua keinginannya.

Pandita mengajak Mecca masuk ke dalam Castil kristal melalui pintu belakang, sesampainya di ruang keluarga, Pandita dan Mecca bertemu dengan seorang dayang yang di perintahkan Rengganis untuk mengurus keperluan Mecca.

"Pangeran, kami di perintahkan ratu untuk menjadi dayang calon permaisuri, kami akan membawa permaisuri ke dalam kamarnya. Lalu raja dan ratu menunggu pangeran di ruangan raja dan ratu." ucap dayang yang berjumlah 4 orang. Pandita menatap Mecca dan menangkup wajahnya.

"Sayang, kamu ikut para dayang ini ya. Mereka akan membantumu mengurus semua keperluanmu." Mecca tersenyum dan mengangguk.

"Ingat untuk langsung menemui ku setelah urusanmu dengan raja dan ratu selesai. Aku masih asing disini." ucap Mecca.

Pandita mengusap wajah Mecca yang terlihat semakin berseri setelah mandi di telaga kristal.

"Pasti sayang, aku akan menemanimu lagi. Sekarang pergi ke kamarmu ya!" ucap Pandita seraya mengusap pucuk kepalanya.

"Tolong luluri tubuh permaisuri dengan lulur yang wangi, setelah itu berikan calon permaisuri ku pakaian yang indah." ucap Pandita pada sayang di belakang Mecca.

Para dayang itu menunduk sopan lalu mengajak Mecca menuju kamarnya di lantai 2. Sementara Pandita menuju ruangan ayah dan ibunya.

Mecca merasa hidupnya berubah 180° ketika bersama Pandita. Ia seperti tidak lagi mengingat bagaimana sulitnya hidup.