Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KERUMAH SUAMI
Siang itu selepas menengok anaknya di pesantren, Mursyidah mengajak Aini pergi ke kota. Setelah menempuh satu jam lebih perjalanan dengan menggunakan motor akhirnya mereka sampai di ibukota kabupaten tempat mereka tinggal. Aini terkejut saat kakaknya mengajaknya ke sebuah dealer motor.
"Mbak mau beli motor?" tanya Aini heran. "Untuk siapa mbak? Bukannya mbak mau balik lagi bekerja, kenapa mbak beli motor?"
Mursyidah hanya tersenyum mendengar pertanyaan Aini. Mursyidah memang sudah berniat untuk membeli motor karena dia sudah punya rencana untuk menyelidiki suaminya selama dia tinggal di kampung. Kebetulan uang jatah buat suaminya selama tiga bulan ini, belum dia berikan dan sekarang uang itu dia belikan motor daripada dia berikan pada suaminya yang sudah mengkhianatinya.
"Mbak beli motor ini buat investasi aja, kalau nanti mbak nggak kerja lagi kan motornya bisa mbak pakai buat ngojek. Lagi pula nanti kamu juga bisa pakai atau mungkin dipakai Dika buat mengantar Mbok Jah kalau mau pergi atau bisa juga Dika pakai buat sekolah, kasian dia harus berjalan kaki setiap hari ke desa sebelah untuk sekolah," sahut Mursyidah menjelaskan.
"Ada uangnya mbak? Apa nggak sebaiknya uangnya mbak tabung aja apalagi mbak nanti butuh biaya buat mengurus perceraian mbak."Aini menatap kasihan pada kakaknya.
"Ada... sama sekali nggak mengurangi tabungan mbak kok. Buat kamu dan Amar juga nanti ada," jawab Mursyidah sambil tersenyum.
Ya. uang untuk membeli motor adalah uang jatah suaminya yang tiga bulan belum dikirimkannya.
Rencananya uang itu akan diberikannya langsung pada suaminya itu tapi setelah mengetahui suaminya itu menikah lagi Mursyidah jadi mengurungkan niatnya.
"Memang Mbak punya tabungan?" bisik Aini di telinga kakaknya. saat itu beberapa orang melihat ke arah mereka.
Setahu Aini lebih dari tiga perlima gaji kakaknya itu dikirimkan pada suami kakaknya itu dan satu perlima untuk ibu mereka sedangkan kakaknya itu hanya dapat sisanya saja. Mursyidah kembali tersenyum. Semua orang tahunya gaji Mursyidah memang sudah habis dibagi-bagi, tapi sebenarnya tiga bulan setelah dia bekerja majikannya menaikkan gajinya dan Mursyidah tidak menceritakan pada siapa pun. Dia menyimpan sendiri uang itu untuk tabungan pribadinya untuk dia membuka usaha nanti jika tidak bekerja lagi. Seandainya saja uang itu ia berikan juga pada suaminya itu pastilah sekarang dia tidak punya uang sama sekali.
Selesai dari dealer motor mereka mampir ke mall yang tidak jauh dari situ. Mursyidah membeli kebutuhannya buat di rumah dan juga beberapa skincare buat Aini. Setelah itu mereka pergi makan.
"Mbak... Mas Gun pasti kaget kalau liat kamu mbak. Kamu cantik banget, dia pasti menyesal karena menduakan kamu."
"Jadi dulu mbakmu ini nggak cantik?" tanya Mursyidah mencebik, ia menghentikan tangannya yang saat itu tengah sibuk mengetik di ponselnya.
"Cantik... hanya dulu nggak terawat."
Aini memandang kagum pada kakaknya. Kakaknya itu memang sangat cantik dengan paras seperti wanita latin yang punya hidung mancung dan mata indah serta kulit kecoklatan, tapi sekarang kulit kakaknya itu sudah berubah putih mungkin karena sudah menggunakan skincare. Berbeda dengan dirinya yang punya kulit kuning langsat dan wajah asli pribumi. Terkadang Aini berpikir mengapa dia dan kakaknya berbeda.
"Kok melihatnya gitu banget!"
Mursyidah mengibaskan tangannya di depan wajah Aini. Adiknya itu memundurkan wajah ke belakang sambil mengulum senyum.
"Sumpah, mbak sekarang cantik banget. Tau nggak tadi lelaki yang ketemu sama kita di depan pesantren? Dia ngeliatin mbak terus tau."
"Yang mana?" Mursyidah mengerutkan keningnya.
"Mas-mas yang keluar dari mobil sedan BMW tadi, inget nggak?"
"Ah nggak tau! Mbak nggak merhatiin."
Mursyidah kembali meneruskan ketikannya, dia sedang melakukan chating dengan seseoarang yang akan dia mintai bantuan besok. Dia besok akan datang diam-diam ke rumah suaminya.
"Mbak ngelamun aja sih mikirin mas Gun. Mbak
Kamu benar sudah yakin mau pisah sama dia?"
Hum! Mursyidah mengangguk cepat mendengar pertanyaan adiknya.
"Untuk apa mempertahan lelaki yang sudah membuang kita," sahut Mursyidah yakin
"Iya mbak, betul. Buat dia menyesal, cari lelaki yang lebih dari dia. Yang ganteng dan kaya."Aini menaikkan alisnya saat mengatakan itu.
"Emang kamu pikir kayak di novel-novel yang kamu baca, semudah itu." Mursyidah menyentil pelan kening Aini dengan jari telunjuknya hingga adiknya itu cemberut sambil mengusap-usap keningnya yang sebenarnya tidak sakit.
**
Pagi itu setelah menemani Aini ke terminal, Mursyidah menunggu seseorang di sebuah ruko yang baru saja buka. Tidak terlalu lama sebuah mobil SUV putih susu berhenti di depannya dan kepala sang sopir menyembul ke arah Mursyidah yang berdiri di sisi jalan.
"Ayo non naik!" perintah pak sopir yang bernama Paiman tersebut.
"Terima kasih pak," sahut Mursyidah sambil membuka pintu mobil lalu duduk manis di kursi belakang.
"Maaf ya non agak telat karena saya mengantar penumpang dulu," kata pak Paiman saat Mursyidah sudah masuk dan duduk.
"Nggak apa-apa pak. Ayo kita jalan sekarang saja biar
Tidak telat!"
"Baik non. Saya harus antarkan non kemana ini?" Pak Paiman mulai menjalankan mobilnya kembali.
"Ke rumah suami saya pak."
"Suami Non?" tanya Pak Paiman terkejut. Pria paruh baya itu reflek menengok ke belakang nyaris berputar sembilan puluh derajat.
"Jadi non Aliya ini sudah menikah?" Tanya Pak Paiman lagi nyaris tidak percaya.
"Iya pak, saya bahkan sudah punya anak. Memang kenapa pak?"
"Nggak apa-apa."
Pak Paiman menggeleng, matanya menyipit melihat Mursyidah yang duduk di belakang. Tiba-tiba saja raut wajah pak Paiman berubah murung, terlihat dia sedikit kecewa. Entah mengapa? Mursyidah agak kaget juga melihat reaksi Pak Paiman saat mengetahui jika dia sudah menikah. Mursyidah merasa aneh pada sopir taksi yang bernama paiman tersebut. Ada ketakutan dan khawatir pada dirinya. Dari awal pun Mursyidah sedikit curiga pada mobil mewah yang dibawa oleh Pak Paiman. Mursyidah ingin bertanya tapi dia sungkan pada pria tua tersebut. Mursyidah berusaha mengenyampingkan semua prasangka yang ada di hatinya dan dia berdoa semoga saja pria itu tidak punya niat jahat padanya.
"Non Aliya kelihatan masih muda sekali, bapak kira masih kuliah," kata Pak Paiman sambil terus menjalankan mobil yang dikendarainya. Mursyidah hanya tersenyum memperhatikan Pak paiman yang sesekali menengok ke kursi belakang tempat Mursyidah duduk.
"Nggaklah pak... saya sudah tua, anak saya saja sudah besar," sahut Mursyidah dengan tetap tersenyum.
"Kalau yang kemarin non datangi itu rumah siapa?"
Mursyidah kembali tersenyum mendengar pertanyaan pak Paiman meskipun dia tidak suka pada sikap ingin tahu pria tua tersebut.
"Itu rumah ibu saya. Jangan panggil saya non lagi pak, bapak kan sudah tau kalau saya sudah menikah. Aneh saja rasanya dipanggil non, saya kan bukan majikan bapak," ungkap Mursyidah seraya sedikit mengangguk saat matanya bersirobok dengan mata pak Paiman pada kaca spion dalam mobil.
"Nggak apa-apa non, bapak udah terbiasa sejak mengantar non Aliya pulang kemarin itu. Lagi pula non siapa tau nanti bapak betulan kerja sama non Aliya," sahut Pak Paiman.
Ada-ada saja. Mursyidah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum tidak percaya. Setelah sepuluh menit di perjalanan, Mursyidah menyuruh Pak Paiman untuk berhenti di tepi jalan dan menepi ke bawah pohon trembesi yang tumbuh di situ. Mursyidah membuka sedikit kaca mobil dan melihat keluar.
"Rumah suaminya yang mana non?" tanya Pak Paiman yang melihat Mursyidah tidak turun dan hanya diam memandang keluar.
"Ini pak yang di depan kita banget."
Mursyidah menunjuk rumah minimalis yang terlihat baru dengan warna cat hijau alpukat. Saat itu sepasang suami istri keluar dari pintu rumah, sang suami menggendong seorang balita perempuan yang sedang menangis.
"Mas Gun," lirih Mursyidah tercekat.
aku suka cerita halu yg realitis.