Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Bertemu Kembali
Dengan berjalan cepat Asila menuju stand siaran. Dia masih dengan membawa troli dan menggandeng tangan anak laki-lakinya. Raut wajahnya begitu pucat, dia berharap pemberitahuan itu tertuju untuk dirinya.
"Permisi, apakah di sini ada anak kecil cewek dengan rambut dikepang dua?"
Petugas itupun membenarkan. Gadis kecil yang dimaksudnya itu masih ada di sana ditemani oleh wanita tua beserta keluarganya. Niat mereka yang ingin merayakan ulang tahun, kini malah berurusan dengan anak kecil yang terlepas dari pengawasan orang tuanya.
"Iya benar, kalau boleh tahu anak itu siapanya anda?" tanya petugas.
"Anak saya Pak, ini kembarannya. Izinkan saya bertemu dengan anak saya. Sekarang dia ada di mana?"
"Nyonya, silahkan anda masuk ke sini. Di ruang tunggu anda bisa menjumpai anak anda dan orang yang membantunya."
Asila mengangguk. "Baik Pak, terimakasih banyak sudah membantu saya. Kalau begitu saya mohon izin untuk menemui anak saya."
Asila diarahkan ke tempat anak perempuannya. Dia sudah tak sabaran ingin segera menemuinya. Sungguh mati ia tak sanggup hidup jika salah satu dari mereka ada yang meninggalkannya.
"Sheila!"
Asila memanggil putrinya yang duduk di pangkuan wanita tua. Sheila yang dalam kondisi menangis langsung menoleh padanya.
"Mommy!"
Semua pasang mata langsung tertuju padanya. Di situ Sheila langsung berlari memeluk ibunya.
"Mommy, Sheila takut."
"Tenang sayang, mommy udah datang. Sheila nggak apa-apa kan?"
Gadis kecil itu menggeleng. Dia tak mau melepas pelukannya pada sang ibu. "Mommy, Sheila takut nggak bisa ketemu sama mommy lagi."
Asila berjongkok mensejajarinya menghapus air mata anak gadisnya yang terus mengalir cukup deras. Hatinya terenyuh, ternyata anak perempuannya juga memiliki pemikiran yang sama, tak bisa hidup tanpanya.
"Sayang, sudah jangan menangis lagi ya? Mommy sudah datang untuk menjemput Sheila. Maafin mommy yang sudah lalai menjaga Sheila. Lain kali kalau mommy bilang jangan kemana-mana harus nurut ya? Kalau mommy nggak nemuin kamu gimana? Sekarang ayo temui nenek yang sudah bantu kamu. Mommy harus berterimakasih padanya."
Nina beranjak dan menemui wanita tua yang berdiri tidak jauh darinya. Di situ ia langsung mengucapkan banyak-banyak terima kasih karena sudah memiliki kepedulian terhadap anak perempuannya.
"Tante, anda yang sudah membantu anak saya?" tanya Asila.
Wanita itu mengangguk. "Iya benar, anak saya yang sudah membantu melapor mengenai keberadaan anak ini."
"Terimakasih banyak Tante, anda sudah banyak membantu saya. Saya lalai menjaga putri saya."
Diah menggeleng dengan menatapnya haru. Seorang gadis muda membawa dua anak kecil tanpa bantuan siapapun dianggapnya hebat, belum lagi dia masih sibuk membawa belanjaan. Keliling mall dengan belanjaan dan membawa anak masa aktif bukanlah mudah, bahkan ia sendiri tak mungkin mampu menanganinya.
"Nak, kami tidak menyalahkanmu. Kamu adalah wanita yang hebat. Kamu ke sini tadi ditemani oleh siapa?" tanya Diah.
Asila menggeleng. "Saya bertiga sama anak-anak saja Tante."
"Hah? Cuma bertiga saja? Di mana keluargamu? Di mana suamimu? Harusnya dia peduli padamu, sesibuk apapun dia punya tanggung jawab untuk membantu menjaga anak-anaknya. Inilah yang aku tidak suka sama laki-laki, mau enaknya saja, tak peduli dengan kesusahan istri. Beruntung sekali suamimu itu, jadi istri jangan selalu memanjakan suami nak, bisa ngelunjak."
Asila hanya mengulas senyuman tipis. Mungkinkah ia harus cerita bahwa dia melahirkan tanpa seorang suami? Sudah banyak orang mengatakan bahwa anak yang dilahirkan haram, selama ini ia berusaha untuk kuat mental menghadapi gunjingan orang-orang di sekitarnya. Ia tak mau berbagi keluh kesah dengan orang lain yang belum tentu peduli dengan kehidupannya.
"Saya sudah terbiasa seperti ini Tante. Tadi saya lalai dan nggak tau kalau putri saya kabur."
Diah terkekeh. "Yaudah, nggak apa-apa. Anggaplah ini sebagai pelajaran agar lebih berhati-hati lagi."
"Mommy, aku dikasih kue sama nenek. Nenek tadi ulang tahun."
Dengan polosnya Sheila menunjukkan sepotong kue yang belum sempat dilahapnya. Dia sibuk menangis sampai melupakan kue pemberian orang asing itu.
"Ya ampun nak, apa kamu tadi minta kue sama nenek?"
Gadis kecil itu menggeleng. "Enggak kok, aku nggak minta, aku dikasih."
"Aku yang kasih, sisanya masih ada di cafe. Ayo ikut ke sana, kita rayain sama."
Asila menolak, ia hanyalah orang asing dan tak seharusnya ikut nimbrung bersama keluarga orang yang sudah membantu putrinya.
"Em..., kayaknya saya langsung pulang aja Tante, saya masih memiliki banyak pekerjaan. Saya tidak bisa berlama-lama di sini, keburu malam."
"Oh, begitu ya? Sebenarnya aku ingin mengajak si kecil tiup lilin. Setua ini aku masih saja kesepian. Belum ada cucu, bahkan anakku sangat sulit disuruh nikah, entah sampai kapan pria bodoh itu mau menuruti keinginanku. Asal kamu tahu saja nak, anak laki-lakiku memiliki kemiripan dengan anak-anakmu, melihat mereka aku langsung teringat pada masa kecil putraku. Andai saja dia punya anak pasti bakalan mirip dengan anak kamu ini."
Asila tak peduli dengan celotehan wanita itu. Mau anaknya nikah ataupun menjomblo selamanya juga bukan urusannya. Dilihat dari dandanannya wanita itu datang dari kalangan atas, mungkin pebisnis atau memiliki jabatan tinggi, sangatlah tak pantas jika ia berlama-lama nimbrung bersamanya.
"Saya doakan anak Tante segera menikah dan memberikan cucu buat Tante. Kalau gitu saya permisi dulu ya Tan, sekali lagi saya ucapkan banyak-banyak terima kasih karena sudah menyelamatkan putri saya. Jika tidak ada Tante entah apa yang bakalan terjadi pada putri saya."
"Ini hanya kebetulan saja. Siapapun yang butuh pertolongan pasti bakalan kami tolong. Di dunia ini kita tidak bisa hidup sendirian, masih membutuhkan orang lain, jadi jangan pernah merasa paling tinggi, apapun kedudukannya."
Asila menanggapinya dengan senyuman. "Iya benar Tante. Saya pamit Tante, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam salam."
"Ayo sayang, kita pulang sekarang."
Asila menggandeng kedua anaknya sembari membawa troli . Ia belum sempat membayar belanjaannya keburu mencari anaknya yang hilang.
Seorang pria dewasa berjalan dengan langkah tegap berniat untuk menemui orang tuanya yang sudah cukup lama berada di stand siaran. Dia kesal karena acara orang tuanya hancur gara-gara insiden yang terjadi pada gadis kecil itu.
"Mama peduli banget sama anak itu, sampai-sampai lupa dengan acaranya sendiri. Aku itu nggak punya banyak waktu untuk bersantai, sebentar lagi masih harus ngurus kerjaan lain."
Tak sengaja tubuhnya tersenggol dengan troli hingga membuatnya mengumpat.
"Shit! Hati-hati kalau bawa troli! Main tabrak saja!"
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja!"
Sepasang matanya langsung tertuju pada seorang wanita muda dengan dua anak kecil beserta belanjaannya. Begitu terkejutnya dia dan langsung teringat kejadian enam tahun yang lalu.
"Kau...? Bukankah kau itu?"
"Maaf, aku tidak mengenal anda. Ayo sayang, kita pergi dari sini!"
Asila langsung melangkahkan kakinya terburu-buru menuju kasir.