Vania dan Basir terpaksa harus meninggalkan kampung tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Kampung itu sudah tidak beres, bahkan hal-hal aneh sudah mulai terlihat.
Basir pun mengajak adiknya untuk pindah ke kota dan menjalankan kehidupan baru di kota. Tapi, siapa sangka justru itu awal dari perjalanan mereka. Terlahir dengan keistimewaan masing-masing, Vania dan Basir harus menghadapi berbagai macam arwah gentayangan yang meminta tolong kepada mereka.
Akankah Vania dan Basir bisa menolong para arwah penasaran itu? Lantas, ada keistimewaan apa, sehingga membuat para makhluk astral sangat menyukai Vania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Misteri Arwah Fitri Part II
Vania menggenggam erat bantal membuat Ibu kos dan Doni mengerutkan keningnya. "Kamu kenapa?" tanya Doni ramah.
"Ti--tidak, aku tidak apa-apa," sahut Vania gugup.
"Vania, itu makanannya nanti makan ya! Ibu harus pulang dulu, soalnya sebentar lagi ibu bakalan ada tamu," ucap Ibu Nenden.
"Iya, Bu, terima kasih," sahut Vania.
"Aku juga pamit dulu, kalau ada apa-apa kamu bisa panggil aku," ucap Doni.
Vania tidak menjawab, dia justru memalingkan wajahnya. Akhirnya Nenden fan Doni pun keluar dari kontrakan Vania. Vania melompat dari kasur dan segera mengunci pintu.
"Ya, Allah bagaimana ini? kenapa orang itu tidak di penjara? apa keluarga si arwah gak mencarinya?" batin Vania penuh tanya.
Belum juga jantung Vania normal, dia dikagetkan dengan kedatangan arwah Fitri di hadapannya. "Astaghfirullah!" pekik Vania.
"Tolong bantu aku, sampaikan kasus pembunuhan aku ke Ibu Nenden kasihan keluarga aku yang sampai sekarang mencari keberadaan aku," ucap Arwah Fitri.
"Bagaimana aku bisa memberitahukan semuanya, sedangkan aku tidak punya bukti sama sekali," seru Vania.
"Nanti siang Doni berangkat kerja dan pulangnya malam, kamu bilang saja kepada Ibu Nenden dan suruh buka kontrakan itu untuk menemukan tubuh aku," sahut Arwah Fitri.
Arwah Fitri pun seketika menghilang. Vania lemas, dia terduduk di pantai dengan napas yang masih terengah-engah. Menjelang siang, Vania mendengar Doni memanaskan motornya dan benar saja kata Fitri kalau dia mau berangkat kerja.
Doni bekerja di sebuah pabrik yang tidak jauh dari kontrakan itu. Doni sempat menoleh ke arah kontrakan Vania, hingga tidak membutuhkan waktu lama Doni pun pergi. Vania keluar dari kontrakan dan terlihat tetangga kontrakan di sebelahnya sedang duduk di teras bersama anaknya yang masih kecil.
Vania menghampiri Ibu itu. "Halo Bu, sedang main sama anaknya ya!" seru Vania basa-basi.
"Ah, iya Neng. Neng penghuni kontrakan baru itu?" tanya Ibunya dengan ramah.
"Iya, Bu."
"Saya tadi malam baru pulang dari kampung, jadi tidak tahu ada penghuni baru. Tapi tadi pagi saya melihat suami Neng keluar dari sana," ucap Ibu itu.
"Bu, dia bukan suami aku tapi kakak aku," sahut Vania dengan senyumannya.
"Owalah, kirain suaminya. Pantas saja wajahnya mirip," seru Ibu itu.
Vania tersenyum. "Bu, Ibu sudah lama ngontrak di sini?" tanya Vania.
"Iya, sudah hampir 5 tahun. Kenapa gitu Neng?" tanya si Ibu.
"Begini, Ibu tahu dong penghuni kontrakan yang ada di depan kontrakan aku?" seru Vania.
"Tahu lah, itu si Doni. Dia kira-kira baru 1 tahun ngontrak di sana, tapi sekarang sikap dia berubah gak kaya dulu," sahut si Ibu.
"Berubah bagaimana maksud Ibu?" tanya Vania penasaran.
"Dulu dia selalu bahagia, bahkan pacarnya dulu sering datang ke sini tapi sekarang pacarnya sudah 1 bulanan tidak kelihatan datang, apa mungkin mereka sudah putus kali ya, sehingga membuat si Doni jadi pendiam dan murung seperti itu," ucap Ibu itu dengan kekehannya.
Vania tersenyum dingin. "Apa Ibu tidak pernah bertanya apa pun selama ini?" tanya Vania.
"Bertanya apa, Neng?"
"Bertanya mengenai pacarnya Doni," ucap Vania.
"Tidak ah, si Doninya juga sekarang sudah jarang keluar kontrakan. Kalau dulu dia memang sering keluar dan ngobrol sama saya, tapi sekarang dia sering mengunci diri di kamar, entah kenapa?" sahut Ibu itu.
"Oh begitu, tapi mereka tidak ada masalah 'kan?" Vania semakin penasaran.
"1 bulan yang lalu, pacarnya sempat datang ke sini dan sepertinya mereka bertengkar karena si perempuan minta dibelikan tas kalau gak salah. Tapi si Doni gak bisa mengabulkan permintaan si perempuan karena memang dia gak punya uang sebanyak itu. Tapi pacar si Doni memang menyebalkan sih menurut saya karena selalu minta ini itu tanpa tahu bagaimana kondisi si Doni, tapi sekarang kayanya mereka sudah putus menurut saya bagus sih kasihan si Doni semoga si Doni bisa mendapatkan wanita yang bisa ngertiin dia," sahut si Ibu yang bernama Lastri itu.
Vania terdiam, dia memang diperlihatkan bagaimana Doni membunuh Fitri tapi dia tidak tahu apa masalah Doni sampai membunuh Fitri. Awalnya memang Vania tidak percaya kepada ucapan arwah Fitri karena di lihat dari penampilannya Doni seperti orang baik. Tapi entahlah, Vania penasaran kenapa Doni sampai membunuh Fitri sekejam itu.
***
Sore pun tiba....
Basir baru saja pulang kerja. "Bagaimana Kang, kerjaannya lancar?" tanya Vania sembari mengambil tas yang Basir bawa.
"Alhamdulillah Dek, lancar. Akang di tempatkan di bagian produksi," sahut Kang Basir.
"Kang, Vania sudah masak tadi Vania ke warung beli bahan-bahan makanan, Akang mau langsung makan atau mandi dulu?" seru Vania.
"Akang mandi dulu lah, sudah gerah sama keringat," sahut Kang Basir.
Basir pun segera masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Vania membuka laptopnya. Tadi siang, dia sudah mendapatkan panggilan interview dari sebuah perusahaan dan dia sudah tidak sabar untuk memberitahukannya kepada Basir. Setelah selesai mandi dan berganti baju, Basir pun duduk di hadapan Vania.
"Ayo kita makan!" ajak Kang Basir.
"Akang, Vania punya kabar bahagia," ucap Vania dengan senyumannya.
"Kabar bahagia apa?" tanya Kang Basir sembari mengambil nasi.
"Vania besok ada panggilan di sebuah perusahaan. Ini perusahaan lumayan besar loh, Kang," sahut Vania antusias.
"Alhamdulillah, semoga kamu keterima ya," ucap Kang Basir.
"Aamiin."
"Ya, sudah sekarang kita makan dulu nanti habis makan kamu cerita-cerita sama Akang apa saja yang sudah terjadi," ucap Kang Basir.
Vania terdiam, Basir memang sangat peka dan dia tahu pasti adiknya mengalami sesuatu hal. Kedua kakak beradik itu pun makan bersama tanpa ada obrolan karena Basir paling tidak suka jika mengobrol saat makan. Selesai makan, Basir pun langsung mencuci piring dan gelas kotor yang baru saja dipakai.
"Sudah, biar Akang saja yang cuci. Kamu sudah melakukan banyak hal, sekarang giliran Akang yang mencuci piring dan gelas," ucap Kang Basir.
Vania mengangguk, dia pun kembali menyalakan laptop dan menonton di laptop karena saat ini mereka belum punya TV. Tidak membutuhkan waktu lama, Basir pun selesai dan menghampiri adiknya yang sedang fokus menonton drakor itu. "Dek, arwah gadis kontrakan depan tadi masuk ke kontrakan ini 'kan?" tanya Kang Basir.
"Iya, Kang."
"Dek, jangan ikut campur urusan mereka ya, bagaimana pun itu bukan ranah kamu dan polisi juga tidak akan percaya dengan ucapan kamu," seru Kang Basir.
"Tapi Vania kasihan sama Fitri, Kang. Keluarganya pasti sedang mencari keberadaan Fitri, dan Doni harus mempertanggung jawabkan perbuatannya," sahut Vania.
"Tapi, semua orang gak bakalan percaya dengan cerita kamu, Dek," seru Kang Basir.
"Semua orang pasti percaya, asalkan sekarang Akang bantu Vania untuk membujuk Bu Nenden membuka pintu kontrakan itu. Nanti Vania tunjukan buktinya," sahut Vania.
"Bukti apa?" tanya Kang Basir.
"Lihat saja nanti, yang penting sekarang Akang temani Vania ke rumah Bu Nenden dan membuka pintu kontrakan itu," sahut Vania.
Basir terdiam, dia juga memang mempunyai kemampuan melihat dan berinteraksi dengan makhluk tak kasat mata tapi dia tidak bisa melihat penyebab kematian si arwah seperti yang dimiliki oleh adiknya, Vania.