NovelToon NovelToon
Akad Yang Tak Kuinginkan

Akad Yang Tak Kuinginkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikah Kontrak
Popularitas:16.1k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Jingga Nayara tidak pernah membayangkan hidupnya akan hancur hanya karena satu malam. Malam ketika bosnya sendiri, Savero Pradipta dalam keadaan mabuk, memperkosanya. Demi menutup aib, pernikahan kilat pun dipaksakan. Tanpa pesta, tanpa restu hati, hanya akad dingin di rumah besar yang asing.

Bagi Jingga, Savero bukan suami, ia adalah luka. Bagi Savero, Jingga bukan istri, ia adalah konsekuensi dari khilaf yang tak bisa dihapus. Dua hati yang sama-sama terluka kini tinggal di bawah satu atap. Pertengkaran jadi keseharian, sinis dan kebencian jadi bahasa cinta mereka yang pahit.

Tapi takdir selalu punya cara mengejek. Di balik benci, ada ruang kosong yang diam-diam mulai terisi. Pertanyaannya, mungkinkah luka sebesar itu bisa berubah menjadi cinta? Atau justru akan menghancurkan mereka berdua selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memo Potongan Gaji.

Pagi itu, kantor Pradipta Group masih lengang. Sunlight dari kaca tinggi jatuh ke lantai marmer, membuat ruangan divisi keuangan terasa dingin dan formal.

Jingga datang lebih awal, menaruh tote bag besar di mejanya, lalu sibuk merapikan kertas sambil bersenandung kecil. Dari ujung ruangan, Nisa datang tergopoh-gopoh sambil membawa map putih berstempel HRD.

“Jingga…” suara Nisa lirih, wajahnya penuh rasa bersalah. “Aku bawa ini.”

Jingga menoleh dengan mata berbinar. “Eh, apa tuh? Surat cinta? Jangan bilang HRD mau ngajak aku liburan gratis ke Bali.”

Nisa menaruh map itu di meja Jingga. “Bukan, Jingga… ini memo potongan gaji lagi. Dari HRD. Katanya laporan keuangan yang kamu pegang kemarin ada kesalahan fatal.”

Jingga buru-buru membuka, lalu membaca keras-keras sambil mengangkat alisnya dramatis.

“Kesalahan input data: Laporan cabang Bandung. Tertulis pengeluaran biaya operasional Rp 3.250.000, padahal seharusnya Rp 32.500.000. Satu nol hilang. Aduh…”

Ia langsung menepuk jidatnya sendiri, lalu bersuara dramatis.

“Serius nih? Gara-gara satu nol ilang, gaji aku lagi-lagi diculik HRD? Nol itu beneran iblis berkedok bulatan polos. Kalau bisa jalan, dia pasti sekarang lagi kabur ke pantry sambil ketawa.”

Nisa gelisah. “Jingga, ini udah ketujuh kalinya bulan ini. Kamu nggak takut apa? Pak Savero bisa meledak kapan aja.”

“Takut sih takut…” Jingga menyandarkan dagunya di meja, lalu tersenyum nakal. “Tapi kalau dipikir-pikir, HRD itu kayak mantan posesif. Dikit-dikit motong, dikit-dikit nyari salah. Untung aku masih punya hati yang lapang.”

Belum sempat Nisa membalas, interkom di meja Jingga menyala. Suara bariton dingin menggema:

“Jingga. Ke ruangan saya. Sekarang.”

Jingga bangkit, memberi gaya hormat ke Nisa. “Kalau aku nggak balik, tolong jaga koleksi sendok plastikku ya, Nis. Itu aset berharga. Limited edition dari semua warteg dekat sini.”

“Jingga! Aku serius!”

“Aku juga serius. Hidup harus dijalani dengan tawa, Nis. Doain aku selamat ya.” Jingga berangkat dengan langkah ringan.

...****************...

Ruang kerja Savero seperti biasa: formal, kaku, setiap benda tertata rapi seperti di pameran. Meja eboni besar, kursi kulit hitam, rak buku simetris. Tidak ada aroma kehidupan, hanya aura dingin yang membuat siapa pun sudah down duluan.

Savero berdiri bersedekap di belakang mejanya. Begitu Jingga masuk, wanitamenutup pintu dengan wajah penuh senyum.

“Selamat pagi, Pak Bos. Saya datang dengan membawa semangat baru… meski dompet makin tipis.”

“Jingga.” Suara Savero tajam. “Tujuh kali. Dalam satu bulan. Dan kali ini, kesalahanmu membuat laporan perusahaan hampir melenceng tiga puluh juta rupiah. Apa kamu sadar seberapa serius ini?”

Jingga menarik kursi dan duduk seenaknya, meletakkan memo dari HRD di meja.

“Sadar banget, Pak. Nol itu memang licin. Dia suka main petak umpet. Tahu-tahu hilang, tahu-tahu nongol. Saya yakin kalau nol bisa jadi manusia, dia pasti tukang copet kelas internasional.”

Savero mengetuk meja dengan jarinya, menahan kesal. “Saya tidak mau dengar alasan konyol kamu. Akibat kelalaianmu, gaji kamu terpaksa dipotong lagi. Dan kalau masih begini, saya tak segan mengusulkan pemecatan.”

Jingga menepuk dadanya sendiri. “Wah, keren juga ya. Kalau saya dipecat, saya bisa bikin seminar motivasi. Judulnya, Cara Tetap Bahagia Walau Gaji Dipotong HRD Tujuh Kali. Tiketnya pasti sold out, Pak.”

“Jingga!” suara Savero meninggi.

“Ya, ya, saya ngerti.” Jingga mengangkat tangan seperti menyerah, lalu tersenyum lagi. “Tapi coba pikir deh, Pak. Kalau saya terus murung, saya pasti kelihatan tua. Kalau saya tua, HRD makin gampang motong gaji saya karena katanya nggak produktif. Jadi… lebih baik saya ketawa. Hemat biaya perawatan juga, kan?”

Savero menghela napas panjang, rahangnya mengeras. “Saya… benar-benar tidak habis pikir dengan kamu.”

Jingga berdiri, menepuk meja dengan gaya dramatis. “Tenang saja, Pak Bos. Mulai hari ini, saya janji akan lebih sayang sama nol. Kalau perlu saya ajak nol jalan-jalan biar dia nggak kabur lagi. Demi Bapak, demi perusahaan, demi dompet saya sendiri.”

Savero hanya bisa mengibaskan tangan, menahan diri agar tidak meledak. “Keluar.”

“Baik, Pak. Semoga hari Bapak penuh dengan nol yang benar… nol di rekening tabungan maksudnya.” Jingga melangkah keluar sambil nyengir.

Begitu pintu menutup, Savero menatap kosong ke arah pintu. Dia sendiri tidak tahu kenapa setiap kali marah, wanita itu selalu berhasil meninggalkan jejak tawa, meski menyebalkan, tapi sulit diabaikan.

Begitu pintu ruang Savero menutup di belakangnya, Jingga menahan tawa kecil. Dia berjalan di lorong dengan langkah ringan, seolah bukan habis dimarahi habis-habisan. Tangannya memainkan memo HRD itu seperti kipas, sambil bersenandung.

Di meja, Nisa sudah menunggu dengan wajah penuh cemas. “Gimana, Jingga? Dimarahin parah ya?”

Jingga menjatuhkan diri ke kursinya dengan gaya dramatis, seperti artis sinetron yang baru jatuh dari tebing. “Nis, kalau marah itu bisa dibotolin, barusan aku minum satu galon. Rasanya sampai mual.”

Nisa buru-buru meraih memo di tangannya. “Astaga, beneran potong gaji lagi. Kamu masih bisa ketawa? Ini udah ketujuh kali, lho!”

“Justru itu.” Jingga menepuk dadanya, lalu meraih selembar kertas kosong. Dengan serius, ia menuliskan angka-angka lalu menunjukkannya pada Nisa.

“Gaji normal, sepuluh juta. Potongan HRD, tujuh kali. Sisa: tinggal gorengan sama es teh manis.”

Nisa menutup mulut, menahan tawa. “Kamu tuh, ya!”

Jingga melipat memo itu rapi, lalu meletakkannya di papan pin pribadinya, berdampingan dengan post-it warna-warni. “Lihat tuh. Koleksi memo HRD-ku makin lengkap. Sebentar lagi bisa dipajang kayak sertifikat.”

“Ya Allah, Jingga…” Nisa menggeleng tak percaya. “Kamu bisa aja bikin ini kayak penghargaan.”

“Harus dong.” Jingga menyilangkan kaki, menyandarkan diri ke kursi. “Hidup sudah cukup keras, Nis. Kalau aku ikutan keras, bisa-bisa aku jadi beton. Mending aku jadi karet aja, bisa mental kalau dilempar masalah.”

Nisa menatapnya dengan campuran kagum dan geleng-geleng. “Tapi serius, gimana kamu bisa tetap positif kayak gini? Aku aja kalau dimarahin Pak Savero sekali, butuh seminggu buat move on.”

Jingga terkikik, lalu menirukan gaya Savero dengan wajah kaku dan suara dingin.

“Jingga. Ini kesalahan fatal. Kamu akan kena potongan gaji.”

Nisa spontan tertawa keras, sampai beberapa rekan kerja menoleh. “Sssst! Jangan keras-keras!”

“Kenapa? Takut Pak Bos muncul dari balik printer?” Jingga berbisik dramatis, lalu menoleh kanan kiri seolah mencari bayangan. “Hati-hati, Savero suka teleport.”

Beberapa karyawan lain yang mendengar ikut menahan tawa, tapi buru-buru kembali fokus ke layar komputer mereka.

Jingga mengangkat memo HRD itu tinggi-tinggi. “Lihat, Nis! Walau gajiku berkurang, semangatku tetap seratus persen. Nih aku kasih judul, Memo Cinta HRD.”

“Memo Cinta HRD?” Nisa hampir terbatuk menahan tawa.

“Ya iya lah. HRD tuh kayak mantan posesif. Suka banget ngasih surat, padahal aku udah nggak pengen lagi.”

Nisa akhirnya menyerah, tertawa terpingkal-pingkal. “Ya ampun, Jingga, kamu ini bener-bener aneh tapi bikin hidup rasanya lebih ringan.”

Jingga mengedip nakal. “Itu dia! Kalau aku nggak ada, kantor ini pasti kerasa kayak museum. Sepi, kaku, dingin. Aku kan tugasnya jadi maskot keuangan. Meski minus, tetap ceria.”

Mereka berdua masih tertawa kecil ketika pintu kaca terbuka. Sosok tinggi Savero berjalan melewati divisi mereka, wajahnya setajam biasa.

Jingga langsung merapatkan bibir, lalu menunduk pura-pura sibuk di layar komputer. Begitu langkah Savero menjauh, ia berbisik pada Nisa.

“Lihat? Bos besar lewat, aura es langsung bikin AC nggak kepake. Untung aku pakai jaket dalem hati.”

Nisa hampir tersedak tawa lagi, buru-buru menutup mulut dengan map.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ruang rapat dipenuhi staf dari berbagai divisi. Laptop-laptop sudah terbuka, kertas catatan bertebaran di meja panjang. Savero duduk di ujung, posisi kepala meja, ekspresinya serius dan dingin seperti biasa.

“Baik, giliran bagian keuangan,” ujar salah satu supervisor.

Jingga berdiri dengan penuh percaya diri, meski baru saja dapat memo potongan gaji dari HRD pagi itu. Ia menggenggam laptopnya, melangkah ke depan dengan senyum lebar.

“Selamat siang semuanya,” sapanya ceria. “Hari ini saya akan coba bikin laporan keuangan yang lebih sehat daripada saldo rekening saya. Mohon dukungannya, ya.”

Beberapa staf langsung tertawa kecil.

Jingga menancapkan kabel proyektor, mengklik file di laptop. “Oke, mari kita lihat posisi laba rugi bulan ini…”

Namun layar besar justru menampilkan jendela Windows Media Player dengan playlist lagu. Judulnya bikin ruangan seketika hening lalu pecah: Kenangan Terindah, Menunggumu, Janji Satu Tahun.

“Eh?” Jingga menatap layar, lalu buru-buru klik close. Alih-alih laporan, terbuka folder berisi foto-foto. Dan di situlah terpampang: foto-foto absurd bersama Mahesa. Ada yang mereka sama-sama nyengir sambil pakai masker lumpur, ada selfie dengan bando berbentuk love di kepala, bahkan ada satu foto di mana Mahesa merangkul Jingga sambil tertawa lebar.

“HAHAHA!” tawa meledak.

“Ya ampun, Jingga!”

“Ini bagian keuangan atau bagian percintaan, sih?”

“Pacarnya kocak banget, ya!”

“Ayo dong, kapan resmi sama Mahesa?”

Jingga menutup mulutnya sendiri sambil tertawa, pipinya merah padam. “Astaga, ini jelas bukan laporan bulanan. Ini… laporan kerinduan saya.”

Tawa semakin pecah.

“Serius, kalian cocok banget,” kata salah satu staf.

“Udah, jangan pacaran lama-lama, nikah aja,” tambah yang lain.

Jingga geleng-geleng kepala, matanya berbinar meski salah tingkah. “Aduh, kalau saya nikah sekarang, jangan-jangan gaji kalian semua juga ikut dipotong sama bos.”

Orang-orang semakin ngakak.

Savero, yang duduk tenang sejak awal, mengetuk meja dengan keras. “Cukup.”

Seketika tawa berhenti. Semua menunduk.

Mata Savero menusuk ke arah Jingga. “Nona Jingga, apakah Anda mengira rapat ini forum untuk memamerkan kehidupan pribadi?”

Jingga buru-buru menutup folder fotonya, menoleh ke arahnya dengan senyum canggung. “Maaf, Pak. Tadi salah klik. Maksudnya laporan laba rugi, tapi yang keluar… rugi muka saya.”

Beberapa staf menahan tawa, tapi langsung terdiam saat Savero menatap tajam.

“Setelah rapat ini, gaji Anda dipotong,” katanya dingin, datar, seolah sudah sering mengucapkan kalimat itu.

Jingga menegakkan tubuhnya. “Baik, Pak. Mungkin bulan ini saya harus berhemat. Nasi putih sama kerupuk dan kecap masih cukup kok.”

Beberapa staf tak tahan lagi, bahu mereka berguncang menahan tawa.

Savero tetap menatap lurus, tapi dalam hatinya ada sesuatu yang lain. Marahnya terasa aneh. Apakah karena Jingga benar-benar ceroboh? Atau karena di depan matanya sendiri, istrinya jadi bahan candaan soal menikah dengan pria lain… dengan foto-foto yang terlalu manis, terlalu hangat, sesuatu yang tak pernah ada di antara mereka?

“Lanjut ke agenda berikutnya,” suara Savero memecah keheningan.

Rapat kembali berjalan, kali ini kaku. Jingga mencoba fokus, menampilkan file yang benar, sementara Savero duduk tanpa suara, rahangnya mengeras, pikirannya sibuk sendiri.

(Bersambung)…

1
Purnama Pasedu
cinta yang menentukan,murni apa bukan
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Purnama Pasedu
ooo,,,,savero baru tahu,,,pelan pelan ya
Purnama Pasedu
pas tahu jingga dah nikah,gimana Kevin y
Mar lina
Semoga Kak Savaro
langsung mp sama Jingga...
biar Kevin gak ngejar-ngejar Jingga
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Nuriati Mulian Ani26
ohhh kasihan jingga
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄. Thor lucu banget aduhhh
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄. keren alurnya thor
Purnama Pasedu
nikmatilah jingga
Nuriati Mulian Ani26
lucuuuuuuu
Nuriati Mulian Ani26
bagusss ceritanya
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya😌
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄 lucu menarik sekali
Nuriati Mulian Ani26
aku sangat tertarik kekanjutanya ..keren dari awal ceritanya
Halimatus Syadiah
lanjut pool
Lily and Rose: Siap Kak 🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
survei resepsi pernikahan ya jingga
Lily and Rose: Ide bagus… bisa jadi tempat buat mereka resepsi juga tuh Kak 😁
total 1 replies
Purnama Pasedu
kamu salah jingga
Lily and Rose: Iya, Jingga salah paham terus 😂
total 1 replies
Halimatus Syadiah
Thor up dete kelamaan ya, tiap hari nungguin trus , kl bisa tiap hari ya 👍
Lily and Rose: Siap Kak, Author update sesering mungkin pokoknya 🥰
total 1 replies
Desi Permatasari
update kak
Lily and Rose: Done ya Kak…
total 1 replies
Purnama Pasedu
ada kevin
Lily and Rose: Ide bagus 🥰
total 1 replies
Cookies
lanjut
Lily and Rose: Siap Kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!