NovelToon NovelToon
Cinta Suci Aerra

Cinta Suci Aerra

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: manda80

Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kamu Tidak Mengancamku?

“Nah, itu yang kumaksud dengan performa. Sekarang, mari kita bicarakan besok pagi. Besok, Lika akan datang kemari. Kamu harus tahu bagaimana menyambut adik kandungmu yang manis itu, Aerra. Kamu harus menunjukkan bahwa kita—suami istri—berada di pihak yang sama.”

Kepalaku masih berdengung oleh kata-kata yang baru saja kuucapkan kepada Windu. Aku baru saja memutilasi sisa-sisa hatiku sendiri dan melemparkannya ke tengah jalan. Air mataku terasa kering. Bukan lagi kesedihan, melainkan kehampaan yang terasa mematikan. Aku seperti robot yang baru saja selesai melaksanakan perintah yang menghancurkannya.

“Kamu tidak mengancamku?” tanyaku dengan suara serak, mengulang kata-kata bohong yang tadi kuucapkan di telepon. “Kamu pikir kamu bisa mengontrolku dengan semua ini?”

Aldo beranjak berdiri, tingginya kini menjulang di depanku. Dia mencondongkan badan ke bawah, wajahnya hanya beberapa senti dariku. Aku bisa mencium aroma mahal dari parfumnya, yang sekarang terasa menyesakkan, seperti aroma kandang penjara emas.

“Tentu saja aku bisa mengontrolmu, Sayang,” bisiknya lembut, nada suaranya berubah 180 derajat, kembali menjadi suara Aldo yang bucin, yang kusesali kini, tak pernah benar-benar ada. “Kontrol yang kumaksud bukan hukuman, Aerra. Itu perlindungan. Aku hanya membersihkan sampah dari masa lalumu. Sekarang, mari kita hadapi ‘penusuk dari belakang’ yang kamu punya itu.”

Aku menelan ludah. Fokus beralih. Windu memang monster di masa lalu, tapi Lika adalah pengkhianat di masa sekarang. Adikku. Orang yang seharusnya paling aku lindungi dan sayangi, tapi malah bekerja sama dengan suamiku, memberinya senjata paling mematikan yang ia miliki.

“Apa rencanamu dengan Lika?” tanyaku. Aku sudah terlalu lelah untuk pura-pura tidak tahu atau menolak.

“Rencananya mudah. Dia sudah bekerja keras memberiku senjata. Dia pikir dia akan mendapatkan ganjaran—uang, perhatian, atau bahkan posisimu,” jelas Aldo sambil menyentuh pipiku, gerakan itu tidak terasa menenangkan, melainkan menandakan kepemilikan. “Kita tidak akan memberikannya semua itu.”

Aku terdiam, menunggu.

“Kita harus memberinya apa yang dia benci, Aerra. Bukti bahwa semua pengorbanannya sia-sia,” Aldo menyeringai, menampilkan kilatan licik yang berbahaya. “Lika harus melihat kamu dan aku sebagai pasangan yang sangat solid. Pasangan yang saling mencintai. Bahwa apa pun rahasia yang dia bongkar, itu justru membuat kita makin kuat dan intim.”

“Dan setelah dia tahu semua itu, dia akan mundur?” tanyaku skeptis. Lika adalah orang yang sangat keras kepala, didorong oleh rasa iri yang mendalam.

“Tidak, dia tidak akan mundur. Dia akan berusaha lebih keras lagi, mungkin mencoba menggoyahkan Windu yang sedang sekarat di rumah sakit, atau meracuni pikiran Mama Susi. Tapi itu tidak penting,” jawab Aldo santai, kembali duduk di tepi ranjang. “Yang penting, Lika tahu bahwa kartu AS-nya sudah hilang. Senjata pamungkasnya—bukti aborsi di masa lalu—tidak memisahkan kita. Justru, itu menyatukan kita.”

Aku menghela napas. Semua ini terasa seperti drama opera sabun, tetapi nyawa dan masa depanku ada di garis taruhan.

“Lalu, aku harus berbuat apa besok? Memelukmu di depan Lika? Atau pura-pura senang kamu membelikanku perhiasan?” Aku bertanya dengan nada sinis, tetapi Aldo hanya tertawa kecil.

“Ide yang bagus. Tapi lebih baik dari itu, kita tunjukkan kepadanya apa yang paling diinginkan oleh setiap wanita—kejelasan. Kejelasan status, kejelasan masa depan, dan… kejelasan kehamilan.”

Kata terakhir itu membuat darahku berhenti mengalir.

“Apa maksudmu ‘kejelasan kehamilan’?” tanyaku tajam. “Aku sudah bilang, aku tidak mau anak. Kamu sudah tahu alasannya. Kita sudah sepakat.”

Aldo memajukan tubuhnya, matanya menatap lurus ke mataku, menantangku. “Dulu, aku bersabar karena aku mencintaimu, dan aku pikir itu adalah hakmu untuk menentukan. Tapi sekarang, segalanya berubah. Kamu sudah memilih aku, Aerra. Atau lebih tepatnya, kamu memilih asetku, kekuasaanku, dan keselamatan ibumu.”

Dia mengambil napas dalam. “Aku sudah bilang, kita harus bergerak cepat. Lika tahu kamu sudah lima tahun menolak untuk punya anak, dan dia bisa menggunakannya. Besok, kamu akan mengumumkan kepada Lika bahwa kita sedang melakukan program kesuburan yang intensif. Atau, lebih baik lagi…”

Aldo bangkit dan berjalan ke nakas, mengambil sesuatu dari laci tersembunyi. Itu adalah selembar kertas—laporan medis.

“Ini bukan laporan kehamilan, ini lebih baik,” katanya, menyerahkannya kepadaku. “Ini adalah dokumen adopsi.”

Mataku membelalak membaca judul dokumen tersebut. “Adopsi? Kamu gila? Aku tidak ingin anak! Anak siapa ini?”

“Tentu saja bukan anak kita. Setidaknya, belum. Tapi ini anak yatim piatu yang malang. Kami bisa memfasilitasi adopsi kilat dalam status anak asuh dengan aset besar. Statusmu sebagai calon ibu akan langsung terangkat, dan kamu akan mengunci status ‘Nyoya Direktur’ lebih erat lagi. Lika tidak akan bisa mendekat,” jelas Aldo, nadanya tegas, tak menerima penolakan.

Aku merasakan sakit kepala hebat menghantamku. Bukan hanya dipaksa menikah, dipaksa memutuskan cinta sejatiku, sekarang aku dipaksa menjadi ibu. Menjadi ibu hanya sebagai tameng politik rumah tangga. Aku menatap kertas itu dengan horor, lalu menatap Aldo, yang kini benar-benar menjadi tiran berwajah tampan.

“Aku tidak bisa. Aku belum siap. Ini gila!” Aku membantah.

“Aerra,” potong Aldo, suaranya sangat dingin, memaksaku terdiam. “Setelah kamu menelantarkan Windu tadi, kamu tahu konsekuensinya, kan? Ada dua hal yang tidak akan kuizinkan terjadi: Pertama, kamu kembali kepadanya. Kedua, kamu gagal memenuhi peranku di sini.”

Dia berjalan mendekat dan mengambil kertas adopsi itu kembali dari tanganku. “Malam ini, kamu pikirkan bagaimana caramu akan menyambut Lika. Tapi besok pagi, kamu harus menerima paket kecil yang datang ke rumah kita. Dan paket itu harus kamu perkenalkan kepada Lika sebagai alasan baru bagi kita untuk makin ‘bahagia’ bersama.”

Aku melihat tangannya memegang laporan itu erat-erat. Ketidakberdayaan mencengkeramku. Dalam semalam, statusku beralih dari istri hampa menjadi tawanan politik. Aku mengangguk pelan, tanpa suara.

“Bagus. Sekarang, aku mau kamu tidur. Karena besok adalah hari besar untuk pembuktian cinta kita.” Aldo berjalan menuju tempat tidur dan menepuk sisi ranjang yang kosong, memberikan perintah terakhir, “Kemari, Aerra. Aku ingin memeluk istriku. Istri yang akan menjadi ibu secepatnya.”

Langkahku terasa berat. Aku tahu jika aku naik ke ranjang itu, aku bukan hanya menyerahkan tubuhku, tetapi juga masa depanku, kepada rencana gila Aldo. Tetapi ancaman terhadap ibuku dan Windu, ditambah ketakutan akan adopsi paksa itu, membuatku tidak punya pilihan.

Aku berbaring di sampingnya, kaku. Aldo memelukku dengan erat, kepala didudukkan di atas bahuku, dan ia menghirup aroma rambutku dengan kepuasan yang dingin.

“Selamat tidur, calon Mama. Kita punya hari yang panjang untuk menunjukkan pada Lika, betapa bahagianya kamu telah memilihku,” bisiknya. Dan aku tahu, malam itu, bukan hanya Windu yang terkunci, tapi aku juga. Aku terkunci di pelukan Direktur Utama yang kini menjelma menjadi predator paling buas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!