Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Guru Anaknya
Turun dari mobil yang terparkir di depan Mansion mewah ini. Tangan Melati semakin berkeringat saja, apalagi jelas dia tahu jika keluarga ini bukanlah keluarga dari kalangan biasa.
"Mel, kamu harus menggandeng tangan Tuan Zaidan. Untuk semakin meyakinkan jika kalian memang benar-benar berhubungan karena cinta. Jangan lupa juga dengan panggilan kalian nanti" ucap Ares memperingati.
Disini malah Ares yang semakin gugup, dia takut semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Apalagi dengan Tuannya ini yang terkadang suka seenaknya sendiri dan malah menggagalkan semuanya.
"I-iya Kak" lirih Melati, dia menatap tangan kekar Zaidan yang berdiri disampingnya ini. Kenapa dia tidak inisiatif duluan buat gandeng tangan aku sih. Dia 'kan laki-laki. Hanya mampu bergumam dengan kesal di dalam hatinya. Tapi tetap dia yang mengalah. "Em, maaf Tuan. Saya izin merangkul tangan Tuan"
"Ekhem!" Suara deheman yang keras sambil melirik Ares. Yang dilirik tentu mengerti apa maunya, meski terkadang sedikit bingung dengan pria satu ini.
"Mulai biasakan panggil Sayang mulai sekarang aja, Mel"
Melati mengangguk pelan, dia melirik heran ke arah Ares. Hebat juga pria itu, bisa paham apa yang diinginkan Tuannya hanya dengan sebuah deheman saja.
Kak Ares memang selalu hebat. Melati tersenyum sendiri saat hatinya memuji pria yang dia suka itu.
Berjalan masuk ke dalam Mansion ini, semuanya terlihat sangat mewah. Bahkan dindingnya saja terlihat begitu mewah dengan beberapa ukiran unik. Lukisan, hiasan dinding, dan semua yang barang yang ada di Mansion ini benar-benar bukan barang biasa.
Sepasang paru baya datang menyambut mereka. Wajah mereka yang sama sekali tidak menunjukan usia mereka yang sebenarnya. Sungguh masih terlihat segar dan gagah, meski usianya sudah tidak lagi muda.
"Akhirnya sampai juga" ucap Mama dengan antusias, dia menatap ke arah Melati dengan tersenyum. Begitupun Melati yang langsung tersenyum dan mengangguk hormat pada keduanya.
"Ini yang namanya Melati itu ya. Cantik, seperti namanya" ucap Mama.
Melati cukup kaget, kenapa orang tua Zaidan sudah tahu lebih dulu namanya bahkan sebelum dia memperkenalkan diri.
"Dimana Zenia?" tanya Zaidan, tanpa menghiraukan Ibunya yang terlihat begitu antusias karena Zaidan membawa seorang gadis setelah hampir 5 tahun menyendiri sejak Diana meninggal.
"Zen disini Pa" teriak anak berusia 5 tahun yang berlari ke arah mereka. Rambutnya panjangnya yang di ikat dua terlihat bergerak seiring dia berlari. Sangat menggemaskan.
Melati mengerutkan keningnya melihat anak itu. Zenia yang sudah sampai di depan mereka, juga terlihat kaget melihat Melati yang ada disana. Bahkan Zaidan yang sudah siap untuk menggendongnya, tapi Zenia malah beralih ke depan Melati sekarang.
"Ibu Mel?"
Melati tersenyum, meski tidak bisa menutupi keterkejutannya. "Ya ampun, Zenia. Ternyata kamu anaknya Papa Zaidan ya"
Semua orang terlihat cukup terkejut karena Zenia mengenal Melati. Hanya Ares yang terlihat biasa saja, karena sejak awal dia sudah tahu akan ada drama seperti ini. Ares tahu dimana tempat Melati bekerja sebagai seorang guru dan itu adalah sekolah Zenia. Hanya saja dengan sengaja Ares tidak memberitahu soal ini pada Zaidan, agar ada sedikit drama dalam pertemuan ini. Haha.. Ares memang berbakat menjadi pengarang cerita sepertinya.
"Kalian saling kenal ternyata" ucap Mama.
"Oma, ini adalah Ibu Mel yang sering Zen ceritakan. Dia guru di sekolah Zen"
Usianya memang baru 5 tahun lebih sedikit, tapi bicaranya memang sudah lancar. Percayalah jika Zenia sudah menjadi murid paling pintar di sekolahnya.
"Ya ampun, ternyata begitu. Bisa kebetulan sekali ya" ucap Mama, masih sedikit tidak percaya ada sebuah kebetulan seperti ini.
Berakhir dengan mereka berkumpul di ruang keluarga sekarang. Zenia yang bahkan sudah langsung menempel pada Melati, hanya duduk dipangkuannya sejak tadi. Karena memang di sekolah, Melati cukup menjadi guru favorit anak-anak. Semuanya selalu ingin bersamanya.
"Jadi sejak kapan kalian kenal?" tanya Papa, tatapannya benar-benar datar.
Melati mulai fokus pada orang tua calon suaminya ini. Sekarang dia tahu, darimana turunnya sifat dingin Zaidan. "Em, kami sudah kenal selama 1 tahun. Tapi baru meresmikan hubungan baru 3 bulan ini"
Melati langsung menghembuskan nafas pelan saat selesai menjawab pertanyaan dari Pak Ketua ini. Sementara pria dingin yang duduk disampingnya, benar-benar hanya duduk diam tanpa berniat membantu Melati untuk menjawab semua pertanyaan orang tuanya.
"Apa kalian saling mencintai?"
"Pa, jangan terlalu kasar. Kasihan Melati, dia terlihat ketakutan" peringat Mama pada suaminya sambil memegang tangannya lembut.
Melati melirik ke arah Zaidan, pria itu benar-benar hanya diam saja. Apa dia tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun? Ini sih sama aja menumbalkan aku seorang diri. Ck. Melati menggerutu dalam hatinya dengan Zaidan yang hanya diam saja.
"Em, tentu. Kami sangat saling mencintai. Bahkan saya juga tidak menyangka akan begitu mencintainya, iya 'kan Sayang?" tanya Melati yang langsung menoleh pada Zaidan dengan senyuman manisnya.
Deg... Zaidan yang terkejut dengan jawaban Melati yang tidak sesuai dengan apa yan diberitahukan oleh Ares, membuatnya merasakan jantungnya berdebar saat tidak sengaja mata mereka saling menatap dan melihat senyuman manis Melati. Lesung pipinya langsung terlihat jelas, begitu dalam.
"I-iya"
Melati tersenyum dan kembali menatap kedua orang tua Zaidan. Melihat Zaidan yang malah gugup, membuat Melati merasa puas. Karena dia yang sejak tadi hanya diam dan membiarkan Melati bekerja sendirian. Ya, ini bagaikan sebuah pekerjaan bagi Melati karena dirinya dibayar.
"Zenia, apa kamu mau menerima Ibu Melati sebagai Ibu Zenia?" tanya Mama pada cucunya yang sejak tadi bermain game di pangkuan Melati.
Anak itu langsung mengalihkan fokus dari game, menoleh pada Melati yang sedang memangkunya. "Maksudnya Ibu Mel jadi Ibunya Zen? Seperti Mama? Tapi Ibu Mel tidak akan meninggalkan Zen seperti Mama 'kan?"
Sungguh hati Melati mencelos mendengar itu. Dia mengelus kepala Zenia dan mengecup puncak kepalanya dengan lembut. Anak sekecil ini, harus kehilangan Ibu kandungnya. Tentu itu tidak akan mudah.
"Zen tidak perlu takut, Ibu Mel akan selalu jadi Ibunya Zen. Ibu Mel tidak akan meninggalkan Zen" ucap Melati.
"Kalau begitu, Zen mau Ibu Mel saja. Daripada Papa dengan Tante Sany. Zen tidak suka Tante Sany"
Mama tersenyum mendengarnya, dia melihat kedekatan Melati dan Zenia yang sepertinya langsung cocok. Dan Mama tidak ingin jadi orang tua yang egois lagi, dengan tidak merestui hubungan anaknya hanya karena status sosial mereka. Sekarang, dia akan membiarkan Zaidan menikahi siapapun wanita pilihannya.
"Baiklah, sekarang mari kita makan bersama"
Ares yang sejak tadi duduk di sebuah sofa tunggal di dekat jendela dan bisa mendengar percakapan itu, cukup menghela nafas lega saat Melati ternyata bisa mengatasi semuanya.
Bagus Mel, kau bisa mengambil hati Zenia. Sekarang tinggal berusaha mengambil hati pria dingin itu.
Bersambung
nextttt thor.....