NovelToon NovelToon
Sabda Buana

Sabda Buana

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ilham Persyada

Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembagian Kelompok Misi

“Yaaaahh …, kenapa kita tidak berada dalam satu kelompok …?” keluh Ratnasari setelah pembagian kelompok di aula utama.

“Hm …, aku jadi curiga …,” Nala menganggapi hal itu sambil diam-diam memandang Barda dan kawan-kawannya yang terlihat sangat senang dengan pembagian kelompok itu, “Bagaimana bisa mereka bertiga berada dalam kelompok yang sama, sedangkan kita tidak …?”

“Huh! Nala benar. Mereka pasti berbuat curang. Seharusnya aku memberi mereka pelaja ….”

“Eh, Non Ratna, tunggu dulu…,” Wira buru-buru mencegah kedua temannya.

“Haduuuh, kamu ini kenapa sih, Wira?” Ratnasari memberontak.

“Begini, Non …,”

“Sudah gitu, masi pake ‘Non’ lagi?” gerutu Ratnasari dengan muka memerah yang membuat Wira balik terdiam. Barulah setelahnya Wira menyadari kalau dirinya tengah menggenggam tangan gadis itu.

Di sisi lain, Nala masih menatap Barda dan gerombolannya. Wira pun buru-buru melepaskan genggaman tangannya, membuat Ratnasari semakin cemberut sambil memegangi tangannya sendiri.

Wira menghela napas panjang, “Sudah … sudah, lebih baik kita kembali berlatih. Persiapannya kurang dari satu bulan lo. Lagi pula, menurut peta, area misi kelompokku nanti tak terlalu jauh dari lokasi kalian kan.”

Kata-kata Wira itu berhasil menarik perhatian teman-temannya kembali. Sebelumnya, Nala dan Ratnasari senang karena tergabung dalam satu kelompok, tetapi saat menemukan nama Wira berada dalam kelompok lain, ekspresi keduanya langsung berubah. Bahkan sebelum mereka keluar dari aula utama, Wira sudah setengah mati menghalang-halangi Ratnasari yang hendak protes kepada ayahnya.

Peserta dalam misi perburuan tahunan itu telah dibagi menjadi sepuluh kelompok. Masing-masing kelompok akan berisi 10 murid senior, 1 murid junior, dan 2 guru. Nala dan Ratnasari berada dalam kelompok tiga, sedangkan Wira berada di kelompok tujuh. Sementara itu, Barda, Mahendra, dan Sularsa tergabung dalam kelompok dua.

Area persebaran kelompok-kelompok itu mencakup 3 kota dan 4 desa terdekat dari lokasi perguruan. Kelompok tiga, tempat Nala dan Ratnasari berada, akan menuju Kota Ganmala, sementara Wira bersama kelompok tujuh akan menuju Desa Danpa.

Sesuai keterangan Wira, letak Ganmala memang tak terlalu jauh dari Desa Danpa. Kedua tempat itu berjarak tak sampai setengah hari.

Di samping itu, selama misi, anggota perguruan biasanya akan mendirikan kemah di luar kota. Biasanya, saat memiliki waktu luang di sela-sela pelaksanaan misi, beberapa di antara mereka saling mengunjungi satu sama lain.

“Tapi Wira, pembagian ini sepertinya sengaja untuk memberatkanmu.” ujar Nala.

“Mungkin begitu, tapi menurutku, aku memang harus mengasah kemampuanku sendiri kan.”

“Yaa …, tapi …”

“Sudahlah …, percaya saja padaku. Ayo.” kali ini, kata-kata Wira penuh dengan keyakinan.

...***...

Usai kegiatan rutinnya setiap hari, mulai dari latihan hingga membantu pekerjaan di dapur perguruan, Wira selalu berlatih olah tenaga dalamnya dengan metode pernapasan nirwana.

Ia melakukan latihan di sebuah area kecil, sebuah taman yang telah lama terbengkalai, yang terletak di ujung kebun belakang perguruan.

Wira sengaja mencari tempat di luar ruangan untuk berlatih karena beberapa tahap selanjutnya dari pernapasan nirwana memerlukan olah gerak juga.

Wira paham bahwa kamarnya terlalu sempit untuk hal itu, tetapi ia juga tak mau berlatih di dalam perguruan karena mungkin saja akan ada yang memperhatikannya.

Berdasarkan cerita dari pengalaman para guru dan berbagai informasi yang terdapat dalam buku-buku di perpustakaan, Wira berpendapat bahwa dunia persilatan adalah tempat yang tak memedulikan sebuah proses.

Seorang pendekar hanya akan bertahan hidup dan dikenal jika memiliki kekuatan yang cukup. Mengenai bagaimana pendekar itu mendapat kekuatannya, dunia persilatan tak peduli.

Tidak sedikit kasus yang Wira dapati menunjukkan bagaimana seorang pendekar yang berbakat atau bahkan seorang jenius dalam seni bela diri harus meninggal sebelum mencapai puncak kejayaannya.

Hal itu terjadi hanya karena segolongan orang atau pihak tertentu memandangnya sebagai ancaman di masa depan sehingga melenyapkannya sedini mungkin adalah langkah terbaik.

Banyak yang menganggap semua itu adalah kehendak takdir, tetapi Wira memiliki pandangannya sendiri. Oleh karena itu, ia ingin menjadi lebih kuat agar dapat melindungi dirinya sendiri.

Hanya setelah ia cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri, barulah ia dapat melindungi perguruan yang telah dianggapnya sebagai rumah ini.

Setelah sepuluh hari menggunakan menggunakan pernapasan nirwana Wira tak menyangka akan mendapatkan hasil yang jauh di luar harapannya.

Semula Wira berpikir setidaknya ia dapat memperkuat fondasi seni bela diri serta memperkuat fisik dan staminanya.

Ia ingat bagaimana dulu dirinya membutuhkan hampir dua tahun untuk menghimpun 5 lapisan tenaga dalam agar layak menjadi seorang murid tingkat dasar.

Meskipun waktu itu ia baru berusia tujuh tahun dan dinilai memiliki bakat yang cukup bagus, ia pun dengan cepat tertinggal dari teman-teman seangkatannya.

Wira baru dapat menyusul teman-temannya di tingkat murid senior saat ia berusia 14 tahun. Artinya, untuk memenuhi syarat murid senior yang harus memiliki minimal 15 lapisan tenaga dalam, ia membutuhkan tujuh tahun penuh.

Padahal, di saat yang sama, teman-temannya telah mencapai rata-rata 20 hingga 25 lapisan, setara dengan tingkat pendekar purwa.

Kini, hanya dalam sepuluh hari, Wira telah memiliki sekitar 30 lapisan tenaga dalam. Di samping itu, kandungan energi pada tenaga dalamnya pun jauh lebih murni dari pendekar kebanyakan yang berlatih dengan metode biasa.

Menurut perhitungan Wira, dengan kondisi saat ini, seharusnya ia dapat menandingi orang yang berada pada tahap akhir ranah pendekar purwa.

Di samping itu, seiring dengan perubahan dan peningkatan kemampuan olah tenaga dalamnya, penguasaan teknik alas angin dan tinju bayangannya pun meningkat drastis hingga mencapai tingkat sempurna.

Setiap gerakan yang ia lakukan, yang menggunakan tenaga dalam, kini terasa jauh lebih efektif dan efisien.

“Hm … sepertinya sekarang aku bisa mengimbangi tiga orang itu,” Wira terkekeh pelan.

Meski demikian, Wira pun sadar tak ada untungnya baginya jika ia hanya berniat memamerkan kemampuannya saat ini. Firasatnya mengatakan, dalam misi perburuan nanti, akan ada saat di mana ia harus mengerahkan seluruh kemampuannya.

Ia hanya berharap jika saat itu tiba, ia dapat melindungi saudara-saudara seperguruannya.

Setidaknya, untuk saat ini, apabila Barda, Mahendra, dan Sularsa datang dan mencari masalah dengannya, ia dapat memberi mereka pelajaran. Wira menatap langit malam itu dan menghela napas panjang.

Masih ada banyak waktu sebelum pagi tiba. Ia pun kembali melatih teknik alas angin dan tinju bayangan dengan kekuatannya yang baru.

Dahulu sekali, saat ia masih menjadi murid junior, Guru Harya Tama yang membimbingnya saat itu mengatakan bahkan sebuah teknik bela diri tingkat rendah, jika dikuasai dengan sempurna dan digunakan dengan bijak, bisa jadi akan lebih mematikan daripada teknik tingkat tinggi.

Gurunya itu juga menceritakan seorang pendekar bernama Kamarastra yang dahulu sering kali diremehkan karena hanya menguasai satu teknik tingkat rendah, yaitu teknik halimun.

Kamarastra tak menggubris setiap orang yang meremehkannya. Beberapa tahun kemudian, ia muncul dan berada di garis depan dalam sebuah perang besar melawan sekte iblis.

Dengan teknik halimun yang dianggap remeh, ia justru dapat memusnahkan ratusan ribu prajurit sekte iblis yang terkenal kuat seorang diri.

Dahulu, Wira sempat merasa gurunya menceritakan kisah yang telah menjadi legenda itu hanya untuk membuatnya tidak berkecil hati dan tetap giat berlatih seni bela diri.

Namun, kini Wira berpikir hal itu tidaklah mustahil untuk dicapai oleh seorang pendekar. Wira bahkan berangan-angan, akan seperti apa nantinya jika dua teknik yang kini dikuasainya itu dapat ia kembangkan lebih jauh.

1
anggita
like, iklan utk novel fantasi timur lokal, moga lancar👌
anggita
Wira...,,, Ratnasari😘
Mythril Solace
Seru banget ceritanya, thor! Alurnya ngalir dan gaya penulisannya hidup banget—bikin aku kebawa suasana waktu baca. Aku juga lagi belajar nulis, dan karya-karya kayak gini tuh bikin makin semangat. Ditunggu update selanjutnya ya! 👍🔥
Ilham Persyada: siyap kak ..🫡
total 1 replies
Hillary Silva
Gak kebayang ada cerita sebagus ini!
Kaede Fuyou
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
Ilham Persyada: terima kasih Kak ... mohon dukungannya 🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!