Alana Adhisty dan Darel Arya adalah dua siswa terpintar di SMA Angkasa yang selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Alana, gadis ambisius yang tak pernah kalah, merasa dunianya jungkir balik ketika Darel akhirnya merebut posisi peringkat satu darinya. Persaingan mereka semakin memanas ketika keduanya dipaksa bekerja sama dalam sebuah proyek sekolah.
Di balik gengsi dan sikap saling menantang, Alana mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungannya dengan Darel. Apakah ini masih tentang persaingan, atau ada perasaan lain yang diam-diam tumbuh di antara mereka?
Saat gengsi bertarung dengan cinta, siapa yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my pinkys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah yang hangat
Hari sudah semakin larut, tapi Darel dan Shasa masih berdiri menunggu,di luar jendela kamar Alana. Dan tiba-tiba Hujan turun dengan deras, membasahi pakaian sedikit karna mereka berteduh di atap jendela Alana,. Tapi itu bukan masalah.
Yang jadi masalah adalah suara tangisan Alana yang masih terdengar dari dalam kamar,membuat Darel geram ingin sekali membuka paksa jendela kamar Alana namun ditahan oleh Shasa .
Shasa menggigit bibirnya, menatap Darel yang tampak murka. “Menurut lo kita harus ngapain? Lo kan pinter, masa ngak ada cara buat buka jendela nya sih"kesal Shasa
Darel menatap jendela yang terkunci, lalu tanpa ragu, dia memutar tubuhnya dan melangkah ke pintu utama rumah Alana.
Shasa terbelalak. “Woy Darel, lo mau ngapain?” bisiknya panik.
Darel tak menjawab. Tangannya mengepal, matanya tajam. Dia mengetuk pintu besar itu dengan keras.
Tok! Tok! Tok!
Hening.
Lalu, terdengar langkah kaki mendekat dari dalam.
Pintu terbuka sedikit, memperlihatkan seorang wanita paruh baya—pembantu rumah tangga Alana. Wajahnya tampak kaget melihat Darel dan Shasa berdiri di sana, basah kuyup oleh hujan.
“Tuan muda, nona… apa yang kalian lakukan di sini?” suaranya berbisik ketakutan.
Darel menatap lurus ke matanya. “Kami mau beretemu Alana bi.”
Wajah wanita itu menegang. Dia menoleh cepat ke dalam, seolah takut seseorang akan mendengar mereka. “Kalian harus pergi. Tuan Adrian ada di rumah.”
Shasa ikut bicara, nada suaranya memohon. “Tolong, kami hanya ingin tahu apakah Alana baik-baik saja.”
Wanita itu menggigit bibirnya, ragu-ragu. Tapi akhirnya dia berbisik, “Kalian bisa masuk lewat pintu belakang,.”
Darel saling pandang dengan Shasa memberi kode agar ke pintu belakang.
"Ada apa Mbok?" suara tuan andrian bertanya.
"Ngak ada apa-apa tuan, tadi cuma cek takutnya gerbang belum di tutup" jawab Mbok Sari
"Oh,nanti tolong antarkan kopi ke ruang kerja saya" ucap ayah Alana.
"Baik tuan" balas Mbok Sari
Setelah nya Mbok Sari secepatnya membuat kopi untuk tuan nya, karna ada seseorang yang menunggu nya.
___
>Sementara di halaman belakang<
"Ini kenapa pintu nya ngak di buka-buka sih" gerutu Shasa.
"Brisik lo! " ucap Darel sarkas membuat Shasa diam.
'Buset.... ni cowok nyeremin amat ya' batin Shasa.
Tak lama kemudian pintu berwarna coklat dengan pinggir an putih itu terbuka dan menampilkan wanita paruhaya yaitu Mbok Sari, lalu dengan gerakan cepat, dia membuka pintu sedikit lebih lebar.
“Cepat masuk.”bisik Mbok Sari
Tanpa membuang waktu, Darel dan Shasa melangkah masuk ke dalam rumah besar itu.
>DI DALAM KAMAR ALANA<
Alana meringkuk di kasurnya, tubuhnya terasa panas dan sakit.
Semua sakit.
Lukanya belum diobati dengan benar, dan efek dari siraman air mendidih itu membuatnya demam sekarang di tambah mungkin karna cuaca yang dingin dan di kamar nya tak ada penghangat ruangan.
Tiba-tiba, suara pintu kamar berdecit pelan. Alana mengangkat kepalanya dengan lemah.
Dan di sana, berdiri Darel dan Shasa.
Mata Alana melebar. “Kalian…?”
Shasa langsung berlari mendekatinya, menatap dengan panik. “Ya Tuhan, Lana! Lenganmu! kamu panas banget”
Darel mengepalkan tangannya saat melihat luka di lengan kanan Alana yang masih memerah, sebagian kulitnya bahkan terlihat masih melepuh.
Tanpa banyak bicara, dia duduk di tepi kasur, meraih lengan Alana dengan lembut.
Alana meringis.
Awsshh
“Kita harus ke dokter Lana,” kata Shasa tegas.
“Tapi…” Alana menelan ludah, matanya berkaca-kaca. “Ayah—”
“Lupain ayah kmau dulu Lana, sekarang kamu lagi sakit"
Suara Darel tegas, matanya penuh dengan kemarahan yang ditahan.
“Mulai sekarang, kamu enggak sendiri.”
Alana menatapnya, bibirnya bergetar. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ada seseorang yang bicara seperti itu padanya.
Ada seseorang yang ingin melindunginya.
Ia merasa ada secercah semangat di hidup nya selain karna ia ingin bertemu ibu nya.
Malam itu, Alana meninggalkan rumah yang selama ini dia tinggali dengan penuh luka. Darel membawanya ke rumahnya dengan menggendong Alana dan membawa Alana menggunakan mobil nya, tanpa ragu, tanpa melihat ke belakang.
Sekarang Alana dan Darel ada di apartemen milik Darel, dan sementara Shasa sudah pulang karna hati sudah larut.
Apartemen Darel jauh berbeda dari rumah Alana. Tidak hanya besar dan mewah, tapi juga terasa lebih hangat. Begitu mereka tiba, Mommy Darel, Liliana, langsung menyambut mereka dengan wajah terkejut. Ya pasalnya niat Mommy Darel datang ke apartemen Darel karna Darel menghubungi nya kalau bahan makanan di apartemen nya habis.
“Darel, siapa ini?” tanyanya, menatap Alana yang berdiri ragu di samping putranya.
Darel menarik napas panjang. “Namanya Alana, Mom. Dia untuk sementara waktu akan tinggal di apartemen Darel.”
Liliana menatap putranya lama, lalu mengalihkan pandangannya pada Alana yang terlihat pucat dan lemas dengan di bantu Darel menopang badan nya.
Alana merasa gugup. “Saya… saya hanya numpang sebentar aja kok, tante,” katanya pelan.
Namun, yang mengejutkannya,Mommy Liliana justru tersenyum lembut. “Jangan panggil tante. Panggil saja Mommy aja.”
Alana terbelalak.
Darel tersenyum tipis, sementara Shasa yang ikut bersama mereka langsung menghela napas lega.
“Alana, ayo masuk. Kamu pasti lelah,” ujar Mommy Liliana sambil menggandeng tangan Alana masuk ke dalam rumah.
Di dalam, suasana hangat langsung menyelimuti Alana. Dia melihat seorang pria paruh baya—Daddy Darel, —yang duduk di ruang tamu, membaca koran. Saat melihat mereka, pria itu mengangkat alis.
“Siapa ini?” tanyanya dengan suara berat.
"Daddy ikut juga? " heran Darel tumben sekali Daddy nya mau ke apartemen nya.
"Kenapa? Aku cuma nemenin istriku" balas Daddy Darel, ah Daddy Darel ini memang suka begitu julid pada anaknya sendiri karna semenjak ada Darel ia jadi berbagi istri.
"Jadi, siapa? " ucap Daddy Darel lagi.
“Alana, Pa. Dia akan tinggal di sini untuk sementara waktu,” jawab Mommy Liliana tanpa ragu.
Daddy Darel menatap mereka sejenak, lalu mengangguk singkat. “Kalau begitu, anggap saja ini rumahmu sendiri, Alana.”
"Iya Om"
"No om! Daddy saja" ucap Daddy Darel
Sekali lagi, Alana terkejut. Dia tidak menyangka keluarga Darel akan menerimanya sehangat ini.
Darel mengantar Alana ke sebuah kamar yang luas dan nyaman bernuansa cream dan putih yang mendominasi.
“Mulai sekarang, ini kamar kamu,” katanya sambil membuka pintu.
Alana melangkah masuk dengan perlahan, menatap sekeliling dengan mata berkaca-kaca. Tempat ini jauh lebih nyaman dibandingkan rumahnya sendiri. Tidak ada suasana dingin yang menyesakkan, tidak ada ketakutan yang selalu menghantui.
Alana menelan ludah. Dia tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti mimpi bisa berada di tempat yang begitu hangat seperti ini.
Darel berjalan ke arah meja kecil di dalam kamar. “Gue udah suruh pembantu rumah untuk menyiapin air hangat. Habis mandi, gue yang obati luka lo.”
Alana menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Kenapa… kenapa lo mau bantuin gue?”
Darel menatapnya dalam-dalam. “Karena aku peduli sama kamu Alana.”
Jawaban itu membuat Alana terdiam lama.Apa tadi...Darel mengubah panggilan nya pada nya.
Hatinya mulai terasa hangat.
Mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasakan apa itu kasih sayang yang sebenarnya.
To be continued…