Namaku Inaya, aku baru lulus di sekolah menengah atas. Keseharianku membersihkan rumah, memasak, dan memberi makan ayam. Suatu hari, aku bertemu dengan seorang nenek yang kebingungan mencari kendaraan. Dia meminta bantuanku. Awalnya aku menolak, namun karena kasihan, akupun membantunya. Setelah itu, dia memberiku sebuah gelang. Aku sudah menolak, namun dia kekeh memaksaku menerimanya. Semenjak memakai gelang, kejadian aneh mulai bermunculan.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Hari ini ialah hari idul fitri. Aku dan keluargaku biasanya ziarah kemakam sang kakek dan nenek. Setelah itu kami pergi berkunjung kerumah nenek atau ibu dari ayahku. Diperjalanan, kecelakaan tak terelakkan terjadi. Aku terbang melayang dan jatuh keaspal. Tubuhku terguling-guling hingga memasuki sebuah empang atau biasa disebut kolam ikan. Aku sempat menatap gelang pemberian nenek tak kukenal, hingga kesadaranku pun hilang. Lalu setelah aku membuka mata kembali, aku berada ditempat asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zakina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 MENDAPAT HUKUMAN
Selesai berdandan, Aku mulai keluar dari kamar. Ku liat Sari tampak mondar mandir di depan pintu.
"Kamu kenapa mondar-mandir gitu?" Tanyaku.
"Saya...saya..," Ucap Sari gagap.
"Apa? Dasar aneh," Ucapku sembari melenggang pergi meninggalkan Sari yang masih berdiri didepan pintu.
Di perjalanan, aku menjadi bingung mencari jalan menuju dapur.
"Dapurnya dimana sih? Dari tadi aku keliling gak ketemu-ketemu. Ini kerajaan luas amat lagi, kayak dari kampung ke kota makasaar jauhnya. Krukkkkkk....aduh perutku udah lapar lagi," Gumamku memegang perut.
"Harusnya tadi ku ajak tuh Sari, sekarang aku susah sendiri jadinya," Gumamku.
Saat aku hendak melangkah, ku liat seorang anak kecil bersembunyi di balik tembok, dia sedikit mengintip ke arahku.
'Siapa anak kecil itu? Apa dia anak dari pemilik tubuh ini, seperti yang pernah Raja katakan? Tapi kenapa saat dia antar tabib ke kamarku, dia malah langsung pergi? Tatapannya juga kayak takut gitu? Coba aku kesana,' Batinku mulai berjalan melangkah ke arah anak kecil itu.
"Maaf Yang Mulia Putri Mahkota. Saya bersalah telah melihat Putri tanpa izin. Ampuni saya, Putri," Ucapnya.
"Nama kamu siapa? Apa kamu anak dari pemilik tubu...maksudku kamu anakku?" Tanyaku.
"Saya...," Ucapnya merasa takut.
"Kenapa? Apa kamu takut sama saya? Kamu tidak perlu takut, aku tidak bakal makan kamu. Sebutkan saja namamu," Ucapku.
"Saya Zahra," Ucapnya.
"Nama yang bagus," Pujiku, "Kamu belum jawab pertanyaan keduaku. Apa kamu anak dari pemilik....maksudku kamu anakku?" Tanyaku lagi, dia menggangguk mengiyakan ucapanku.
"Kenapa kamu takut sama Mam...maksudku Ibundamu ini?" Tanyaku. Aku mulai membatin. 'Selalu saja nih mulut salah bicara, untung anak ini gak curiga padaku.'
"Hiks...hiks," Tangisnya.
"Eh, kenapa kamu menangis? Apa aku salah bicara? Jangan nangis dong. Nanti mereka salahin aku jika kamu nangis gini," Ucapku panik. Aku spontan memeluknya dan mengelus pelan rambutnya.
"Hiks, hiks, maafkan Saya Yang Mulia Putri," Ucapnya menangis dengan badan gemetar takut.
"Shttt, kamu gak salah. Untuk apa kamu minta maaf. Sudah jangan nagis lagi, nanti Bunda ikut nangis juga," Ucapku.
Dia terdiam mematung. Aku tambah panik dan berusaha menyadarkannya.
"Zahra...jangan bercanda, bicaralah," Ucapku panik. 'Astaga gimana nih, kenapa anak ini jadi diam kayak patung gini? Dia sebenarnya kenapa sih? Apa dia kesurupan? Aku harus mencari bantuan. Disini enggak ada orang lagi,' Batinku.
"Zahra! Zahra! Sadarlah Nak, Bunda khawatir," Ucapku.
"Hiks, hiks, hiks," Tangisnya sembari langsung memelukku.
"Cup, cup, cup, jangan nangis ya. Ada apa denganmu sayang? " Tanyaku.
"Ibu..nda," Ucapnya dengan suara bergetar.
"Ada apa, Sayang?" Tanyaku.
"Apa aku boleh panggil Ibunda?" Tanyanya memastikan.
"Iya, boleh. Tapi kamu panggil Bunda saja ya," Ucapku. 'Aku risih di panggil Ibu-ibu. Dulu mereka sering menghinaku dengan menyebutku Ibu-ibu tua. Aku sangat benci sebutan Ibu-ibu, mereka seenaknya mengataiku tanpa mengerti perasaanku. Aku nggak mau lah dibilang Ibu-ibu tua, umurku saja masih 23 tahun,' Batinku.
"Bu..nda," Ucapnya.
"Iya ada apa? Kenapa kamu gagap gitu ngomongnya?" Tanyaku.
"Hah," Dia bingung dengan bahasaku.
"Maksud Bunda, kenapa cara bicaramu terpotong-potong. Apa kamu sedang sakit? Suaramu baik-baik saja?" Tanyaku.
"Aku tidak apa, Bunda," Ucapnya. 'Aku sangat bahagia, akhirnya Ibunda mau menganggapku sebagai anak. Ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu. Terimah kasih Dewa, Engkau telah mengabulkan doa ku,' Batin Zahra.
"Sayang, Bunda tidak tau dimana letak dapur. Bunda tidak bisa mengingat jalan menuju dapur, kamu pasti sudah tau kalau Bunda hilang ingatan. Apa kamu mau mengantar Bunda ke dapur?" Tanyaku.
"Ayo, Bunda," Ucapnya.
'Huh, untung nih anak mau antarin aku ke dapur. Kalau enggak, bisa mati kelaparan aku. Aku makan cuman tadi malam, itupun makanannya di antar kekamar dari kemarin,' Batinku.
Kami berjalan menuju dapur. Sesampainya di dapur, kami bergegas masuk.
"Salam Putri Mahkota," Ucap Beberapa pelayan dapur serentak.
"Hmm."
"Ada yang bisa kami bantu Putri Mahkota?" Tanya mereka.
"Aku mau buat nasi goreng," Ucapku
"Haa?" Mereka melongo mendengar ucapanku.
"Apa disini tidak ada nasi goreng?" Tanyaku menaik turukan alis.
"Kami tidak tau, Putri Mahkota. Kami hanya tau nasi putih," Ucap Salah satu dari mereka. Sebut saja namanya Titin.
"Haa? Kalian tidak tau? Padahal membuat nasi goreng itu.....," Ucapanku terhenti, aku mulai membatin. 'Astaga....kalau disini gak ada Nasgor, gimana aku mau makan? Aku sangat pengen makan nasi goreng. Masa di kerajaan ini kagak ada yang tau Nasi goreng sih. Padahal di novel-novel yang ku baca tertulis ada nasi goreng. Kenapa ini malah enggak ada?'
"Kalian keluarlah!" Perintahku.
"Tapi, Putri Mahkota," Ucap Roza, salah satu pelayan dapur.
"Aku bilang keluar!" Ucapku dingin.
"Baik, Putri" Ucap mereka serentak.
Salah satu dari mereka bertiga, masih diam berdiri tak berkutik.
"Kamu juga keluar!" Perintahku.
"Ta..," Ucapannya ku sela.
"AKU BILANG KELUAR!" Perintahku dengan marah.
"Baik, Putri Mahkota," Ucap Alamsyah, seorang koki dapur di istana.
Aku melihat Zahra ketakutan. Ku coba meredakan amarahku akibat para pelayan itu. Aku mulai menarik nafas dan menghembuskan secara perlahan.
"Huuuhhh......kamu tidak perlu takut sama Bunda. Mereka yang nakal dan tidak mau mendengar perkataan Bunda, pasti Bunda marah. Jadi kamu jangan takut sama Bunda," Ucapku. Dia mengangguk patuh.
"Bunda akan membuat nasi goreng terenak, kamu pasti suka," Ucapku.
"Benarkah?" Tanya Zahra dengan mata berbinar.
"Iya, Bunda tidak akan bohong. Yuk bantu Bunda masak," Ucapku.
"Siap, Bunda," Ucapnya.
'Dia imut sekali, jadi pengen cubit. Jadi teringat masa lalu, saat Mama terus menyuruhku nikah. Aku jadi mau punya seorang putri yang cantik dan imut. Dan sekarang semuanya terwujud. Makasih Tuhan, Engkau telah memberiku kesempatan kedua. Aku janji akan menggunakan kesempatan ini dengan baik,' Batinku.
Beberapa menit berlalu, kini nasi goreng buatanku sudah jadi.
"Ayo Zahra, kita ke meja makan. Kita makan nasi goreng," Ucapku.
Kami melangkah menuju meja makan yang ada di sebelah ruang dapur. Meja makan dan dapur terpisah dengan dinding-dinding.
Saat memasuki ruang meja makan, ku liat banyak orang yang sedang berkumpul sembari menikmati makanan.
Aku dan Zahra berjalan mendekat.
"Salam Yang Mulia Raja. Salam Kakak-Kakakku yang cantik. Salam pangeran Bobby," Ucapku membukkukan badan. Zahra melakukan hal yang sama. Raja dan lainnya hanya mengangguk sembari terus mengunyah makanan di mulut.
Kami duduk di meja samping Putra Mahkota. Aku berada di tengah, Zahra berada di pinggir dekat kursi Putri Irha.
'Wah, ada ayam goreng sama sate. Ini pasti sate kambing,' Batinku mulai mengambil ayam goreng dan sate tusuk.
'Kok bentuknya aneh ya? Enggak kayak ayam goreng yang biasa Mama bikin dulu? Ah mungkin hanya perasaanku,' Batinku terus mengamati ayam goreng dan Sate tusuk.
Ku lihat Zahra kesusahan mengambil Sate tusuk di atas meja dengan tangannya yang pendek dan tinggi badanya yang masih terlalu kecil. Aku pun berinisiatif ingin mengambil ayam goreng dan sate tusuk untuk Zahra.
"Sayang, kamu mau tambahan apa? Ayam atau Sate kambing?" Tanyaku yang ku kira daging-danging itu adalah ayam.
"Uhuk, uhuk," Mereka terbatuk mendengar perkataanku yang memanggil Zahra dengan sebutan sayang.
'Ada apa dengan mereka? Apa aku salah manggil Zahra sayang?' Batinku.
"Sayang?" Tanya Putri Irha.
"Iya, kenapa, apa aku salah panggil Putriku dengan sebutan sayang? Menurutku itu tidak salah," Ucapku.
"Putri?" Tanya Putri Irha dan Putri Andini bersamaan.
"Iya, putriku," Ucapku.
"Semenjak dia kembali, sikapnya tambah aneh. Yang awalnya tidak menganggap putrinya tidak ada, sekarang berubah sayang," Ejek Ratu Helena.
"Sejak kapan kau memanggil putrimu dengan sebutan sayang?" Tanya Raja Dayat.
"Baru saja, Yang Mulia," Ucapku.
"Jangan panggil Yang Mulia, kau bisa memanggilku dengan sebutan ayahhanda," Ucap Raja Dayat.
"Baik, Yang...maksudku Ayah Handa," Ucapku.
"Bunda ambilkan ayam dan sate tusuk ini ya," Ucapku menaruh ayam goreng dan empat tusuk sate di atas piring Zahra.
"Ini bukan Ayam, Bunda. Ini daging Babi. Dan yang pakai tusuk itu, daging Kelinci dan yang satunya lagi daging Kucing," Ucap Zahra.
"HUEK...HUEK...HUEK," Putri Irha dan Putri Andini memuntahkan makanan yang mereka makan. Putra Mahkota langsung bangkit dari kursi dan menyerahkan segelas air ke Putri Irha, namun air tersebut di tolak.
"Sreng," Spontan aku langsung melempar piring berisi daging yang di haramkan dalam islam.
"Prang," Putri Irha dan Putri Andini melempar piring berisi makanan haram itu.
"ADA APA DENGAN KALIAN?" Ucap Raja Dayat dingin.
"Huek...huek....," Putri Irha dan Andini masih terus muntah hingga meja makan menjadi kotor.
"Maafkan kami Yang Mulia Raja, kami tidak bisa memakan makanan haram ini," Ucapku.
"Haram? Ini bukan makanan haram. Dewa Siwa dan Dewi Parwati saja memakan semua makanan ini," Ucap Pangeran Bobby.
"Haa, dewa, dewi, jadi kalian bukan beragama islam?" Ucapku, Putri Irha dan Andini bersamaan. Sejenak kami saling pandang satu sama lain.
"Jadi Raja, Ratu, Putra Mahkota, Pangeran ketiga dan Zahra beragama apa?" Tanya Putri Irha.
"Hindu," Ucap Ratu Helena.
"Kenapa kalian menganut ajaran sesat. Harusnya kalian masuk islam dan memahami Al-Qur'an. Daripada menyembah berhala yang tidak ada gunanya. Kalian membuang-buang waktu dengan merawat patung tak bernyawa itu," Ucap Putri Andini.
'Tumben dia ceramah? Apa dia sudah insyaf?' Batin Putri Irha.
'Pantas saja di kamarku ada Patung dengan bunga-bunga di leher patung itu. Bukan hanya di kamar, bahkan di dalam ruangan meja makan ini juga. Astaga....kenapa aku baru sadar. Aku harus buat mereka meminggalkan semua berhala itu. Aku mau menuntun mereka ke jalan yang Allah Ridhoi. Aku enggak mau mereka sampai masuk nereka, terutama Zahra. Zahra masih kecil dan belum paham agama. Aku harus mengenalkannya dengan Tuhan Allah SWT. Iya, harus, aku harus bisa. Lagian disini ada Putri Irha dan Putri Andini yang akan membantuku menegakkan ajaran islam,' Batinku.
"DIAM! JANGAN PERNAH MENGHINA DEWA. DEWA AKAN MENGUTUK SIAPAPUN ORANG YANG MENGHINANYA," Teriak Raja Dayat.
"Hahahaha, kutuk? Silahkan suruh dewa anda mengutuk saya. Kita lihat, apakah dewa anda bisa mengutuk saya," Ejek Putri Andini.
"Dewa dan Dewi tidak ada di dunia. Hanya Allah satu-satunya tuhan kita," Ucap Putri Irha.
"CUKUP!" Teriak Raja Dayat dan Pangeran Bobby.
"PENGAWAL, BAWA MEREKA BERDUA KE ISTANA DINGIN," Perintah Raja Dayat.
"Aku mohon, minta maaflah ke Ayah handa, Putri Irha. Ayahanda akan memafkanmu dan membebaskanmu dari hukuman," Ucap Putra Mahkota Ilyas.
"Tidak. Aku tidak mau," Ucap Putri Irha.
"Kami tidak salah, buat apa kami minta maaf," Ucap Putri Andini.
"Yang Mulia, Saya mohon maafkan Putri Irha dan Putri Andini. Mereka mengatakan yang sebenarnya, bahwa tidak ada tuhan di dunia ini selain Allah," Ucapku.
"PENGAWAL, BAWA PUTRI IRHA DAN PUTRI ANDINI KE ISTANA DINGIN. DAN BAWA PUTRI KHINA KE HALAMAN BELAKANG ISTANA DAN IKAT DIA DENGAN TALI, JANGAN ADA YANG MEMBERI MEREKA MAKAN SELAMA TIGA HARI," Perintah Raja Dayat.
"Haa, apa!" Ucapku, Irha dan Andini bersamaan. Kami terkejut dengan titah sang Raja.
...¤BERSAMBUNG¤...