Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seminggu Menjelang Ujian Nasional
Malam hari telah tiba. Senja sedang fokus belajar di kamarnya setelah sholat Magrib. Ketokan terdengar dari pintu kamar Senja. "Senja, ayo keluar makan malam dulu, Nak," ucap Ibu. "Baik, Bu," Senja langsung menutup bukunya dan segera keluar kamar.
"Ayah mana, Bu?" tanya Senja. "Oh, Ayah lagi ke rumah Pak Rus, Nak. Mau minta uang hasil dari jualan kubis kita. Alhamdulillah, kubis kita ada yang panen, dapat 5 karung," balas Ibu. "Alhamdulillah, ya Bu. Kalau gitu, kita tunggu saja Ayah, Bu. Baru kita makan bareng," ucap Senja.
"Ah, itu Ayah," kata Ibu. "Ada apa, Bu?" tanya Ayah sambil menutup pintu. "Tidak, Yah. Tadi Senja nanya Ayah kemana?" balas Ibu. "Oh, begitu. Ayah tadi barusan keluar sebentar, Sen," kata Ayah sambil duduk. "Ya, udah. Ayo kita langsung makan, mumpung nasi sudah terhidang, hehe," canda Ayah. "Iya, Yah. Mumpung ada goreng tahu, kesukaan Senja," balas Senja. Mereka tertawa bersama.
Selesai makan, Ibu dan Senja membereskan piring-piring kotor. "Ibu, Senja, ayo duduk di sini sebentar," kata Ayah. "Ya, Ayah. Ada apa?" tanya Senja. "Alhamdulillah, kubis kita telah terjual, dan dapat uang 400 ribu. Ini uang 300 ribu untuk Senja, bayar dulu uang ujian, ya.
Nanti sisanya kita bayar jika Ayah dapat rezeki lebih. Sekalian ditambah nanti bayar SPP Senja yang menunggak. Dan ini untuk Ibu 100 ribu dulu, untuk beli kebutuhan di dapur. Maafkan Ayah, ya, Ibu, Senja, karena belum bisa memberikan yang terbaik," ucap Ayah dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, Ayah, tapi sampai sekarang keputusan dari sekolah belum ada mengenai uang ujian boleh dibayar setengah dulu," kata Senja dengan nada yang sedikit kecewa.
"Kata Bu Tet, dia akan membicarakan masalah ini dengan Kepala Sekolah. Tapi sampai sekarang belum ada jawabannya," tambah Senja dengan harapan yang masih ada.
Ayah mendengarkan dengan sabar dan kemudian berkata, "Kita tunggu saja kabar dari Bu Tet, mungkin Kepala Sekolah sedang sibuk atau ada hal lain yang perlu diprioritaskan."
"Ayah merasa bersalah karena belum bisa menjadi suami dan ayah yang baik untuk istri dan anak-anaknya," ucap Ayah dengan nada yang sedih.
"Maafkan Ayah, ya Bu, Sen... Belum punya banyak uang, membuat kita makan hanya seadanya. Biaya ujian Senja yang belum cukup, makan kadang hutang beras," kata Ayah sambil menundukkan kepala, merasa tidak berdaya.
Ibu memandang Ayah dengan penuh kasih sayang dan berkata, "Ayah, kita semua tahu kamu sudah berusaha yang terbaik. Jangan terlalu keras pada diri sendiri."
Senja juga memandang Ayah dengan mata yang berbinar, "Ayah, kami semua sayang Ayah, tidak apa-apa. Kami paham keadaan kita sekarang."
"Ayah merasa Ayah telah gagal, Bu... Telah gagal membuat keluarga Ayah bahagia," ucap Ayah dengan suara yang tercekat.
"Dulu Senja minta belikan HP untuk kebutuhan sekolah saja juga tidak dapat. Baru 2 bulan dapat, itupun Rehan yang belikan dengan uang tabungannya, HP second seharga 300 ribu," kata Ayah sambil mengingat kembali kenangan pahit itu.
"Dan waktu Ayah minjam uang pada tetangga buat bayar beli buku LKS Senja, Ayah malah dicaci terus sama tetangga. 'Badan saja besar, kerja pemalas.' Padahal Ayah telah berusaha semaksimal mungkin, Bu..." Tangis Ayah pecah, air matanya mengalir deras.
Ibu memeluk Ayah erat, "Ayah, jangan menangis. Kita semua tahu Ayah sudah berusaha yang terbaik. Kita tidak menyalahkan Ayah, kita hanya ingin Ayah tahu bahwa kita semua sayang Ayah apa adanya."
Senja juga memeluk Ayah, "Ayah, kami sayang Ayah. Kami tidak peduli dengan materi, yang penting Ayah selalu ada untuk kami," kata Senja dengan suara yang lembut.
"Ibu juga hampir menangis, namun dia tahan agar tetap terlihat kuat di depan suami dan anaknya. 'Iya, Ayah, alhamdulillah. Ayah adalah suami terbaik dan ayah yang terbaik bagi Ibu dan anak-anak. Jadi, Ayah jangan merasa bersalah seperti itu. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, soal hasil kita serahkan sama Allah,' ucap Ibu dengan lembut.
'Iya, Ayah, Ayah adalah my king lovely. Cinta Ayah tidak akan terkalahkan oleh siapapun. Tanpa Ayah, mungkin Senja tidak bisa seperti saat ini. Ini semua berkat kasih sayang yang Ibu dan Ayah berikan pada Senja. Senja bersyukur sekali karena masih punya Ayah, Ibu, dan Abang. Masih punya keluarga lengkap,' ucap Senja dengan lembut dan mata berkaca-kaca.
'Alhamdulillah, Ayah juga bangga pada putri Ayah,' sambil mengusap kepala Senja.
Azan Isya terdengar.
"Kalau begitu, Ayah langsung ke mesjid saja ya, Bu, Sen. Mungkin pulang agak lama karena ada ceramah nanti setelah Isya di mesjid," ucap Ayah yang menghapus air matanya.
"Oh iya, biasanya mesjid kita ada ceramah malam, satu kali seminggu setelah Isya, ya, Yah?" balas Ibu. "Iya, Bu, ustadnya sekarang dari kota. Ayah pergi dulu, Bu.
"Iya, Yah, hati-hati," ucap Ibu dan Senja serentak.
Senja tahu ayahnya masih sedih dan merasa bersalah.
Selesai sholat Isya, Senja tidak langsung tidur. Rutinitas Senja masih ada, yaitu menulis di buku diarynya.
"Hai, diary! Apa kabar? Hehe, semoga kamu senang terus ya, dan selalu sigap terus saat aku menulis kisah-kisahku, hehe."
"Dear diary...
Malam ini penuh haru. Ayahku, pahlawanku dan cinta pertamaku, selalu memberikan yang terbaik untukku dan ibuku. Kamu tahu, diary, kenapa aku selalu menolak laki-laki yang mengungkapkan perasaannya padaku? Ya, karena aku sudah full dapat kasih sayang, cinta yang tulus dari cinta pertamaku. Yang selalu berjuang, tidak pernah menyerah, semangat, badaipun ditempuh demi aku.
Disaat dia sakit, dia selalu berusaha tetap tegar dan pura-pura sehat, padahal aku tahu dia lagi kesakitan. Dikala aku sedih, apalagi sakit, dia selalu memberikan aku semangat dan perhatian. Cintanya jujur, kasih sayangnya tulus, dan tidak ada rayuan gombalan palsu. Kamu tahu, diary, siapakah dia? Ya, dia adalah ayahku.
"Ayahku pahlawanku, tidak ada laki-laki lain yang tulus menyayangiku selain ayahku. Mungkin benar apa kata orang-orang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Kamu tahu diary, barusan ayahku dapat uang 400 ribu, di kasih sama aku 300, dan untuk Ibu 100, tidak ada tersisa untuk dirinya. Bahkan ayahku merasa dirinya belum bisa memberikan yang terbaik untukku dan ibu.
Padahal aku dan ibu tahu, kalau ayah telah memberikan yang terbaik buat kami, buat keluarga. Aku hanya bisa mengatakan, terimakasih ayah, terimakasih atas segalanya. Doakan aku, agar bisa sukses, bisa mewujudkan mimpi ayah dan ibu, yaitu pergi ke baitullah, umroh. Aamiin."
Doakan juga ya diary, semoga ada kemudahan dari pihak sekolah mengenai uang ujian ini. Aku sedih sekali diary, apalagi mengingat hinaan dan cacian yang selalu datang kepada kami.
"Ok diary, sudah larut malam, aku mau tidur dulu ya". Good night, terimakasih telah hadir selalu dalam menyaksikan kisahku. 😊🥹