NovelToon NovelToon
AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

AIR MATA SEORANG ISTRI DI BALIK KOSTUM BADUT

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Cintamanis / Patahhati / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:499.8k
Nilai: 5
Nama Author: 01Khaira Lubna

Karena sang putra yang tengah sakit, suami yang sudah tiga hari tak pulang serta rupiah yang tak sepeserpun ditangan, mengharuskan Hanifa bekerja menjadi seorang Badut. Dia memakai kostum Badut lucu bewarna merah muda untuk menghibur anak-anak di taman kota.

Tapi, apa yang terjadi?

Disaat Hanifa tengah fokus mengais pundi-pundi rupiah, tak sengaja dia melihat pria yang begitu mirip dengan suaminya.

Pria yang memotret dirinya dengan seorang anak kecil dan wanita seksi.

''Papa, ayo cepat foto aku dan Mama.'' Anak kecil itu bersuara. Membuat Hanifa tersentak kaget. Tak bisa di bendung, air mata luruh begitu saja di balik kostum Badut yang menutupi wajah ayu nya.

Sebutan 'Papa' yang anak kecil itu sematkan untuk sang suami membuat dada Hanifa sesak, berbagai praduga dan tanda tanya memenuhi pikirannya.

Yang penasaran, yuk mampir dan baca tulisan receh Author. Jangan lupa like, subscribe dan follow akun Author.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pov Setya

Dua bab akan kita kasih pov Setya ya.

Yang mampir jangan lupa like, komen, follow dan subscribe.

Hanifa.

Gadis ayu bermata teduh, bola matanya begitu jernih, wajahnya begitu lembut, menyiratkan ia gadis yang baik.

Nama gadis itu selalu tersemat di dalam doa dan terletak istimewa di dasar hatiku. Aku menyayangi nya, mencintai nya sangat.

Aku dan Hanifa tinggal satu kampung, ia merupakan kembang desa di kampung tempat kami tinggal. Banyak muda mudi seusia ku yang jatuh cinta padanya, berusaha mendapatkan hatinya.

Tapi, akulah pria beruntung yang di pilih Hanifa. Malam itu aku menyatakan rasa cinta ku kepadanya dengan rasa grogi dan takut. Takut kalau cinta ku tak bersambut. Beruntung malam itu setelah aku menyatakan cinta, wajah Hanifa yang putih bersih nampak merah merona dan ia mengangguk malu. ''Iya, aku juga mencintai kamu Mas Setya.'' begitulah jawab nya. Aku pun bersorak kegirangan. Aku tak dapat menahan rasa bahagia ku yang begitu membuncah.

Setelah itu tanpa menunda-nunda waktu, karena merasa tidak sabar lagi ingin memiliki Hanifa seutuhnya, aku memutuskan untuk melamarnya segera. Ia baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya. Iya, Hanifa baru tamat SMA. Sedangkan aku, usiaku lebih tua lima tahun darinya. Aku bekerja sebagai guru Honorer di sekolah menengah pertama di kampung halaman tempat kami tinggal, di Desa di daerah Jambi.

Hanifa adalah anak yatim piatu, kedua orang tuanya sudah lama meninggal dunia karena kecelakaan saat bekerja, ia di besarkan oleh Nenek dan Kakek nya. Bersama seorang pemuda tampan, Mas Abdillah. Kakak kandungnya. Aku dan Mas Abdillah sepantaran, kami berteman cukup dekat.

*

''Setya, apa kamu yakin ingin melamar Hanifa? Dia itu hanya anak yatim piatu, dia juga baru tamat SMA. Apa yang kamu harapkan dari wanita yang asal usulnya begitu menyedihkan! Cantik? Dia memang cantik, tapi kalau hanya bermodalkan cantik saja itu tidak cukup!'' protes Ibuku sore itu ketika aku mengutarakan niat ku untuk melamar Hanifa.

Sedangkan Ayah ku tidak terlalu ambil pusing, beliau menyetujui aku untuk menikahi Hanifa. Ayah ku merupakan pria bijaksana, beliau merupakan kepala desa di tempat kami tinggal.

''Iya Mas, pikir-pikir lagi aja. Aku juga kurang setuju Mas menikah sama Hanifa.'' timpal Adikku yang bernama Hellen. Alasannya saja tidak setuju, padahal aku tahu Hellen ada hati sama Kakak nya Hanifa, Mas Abdillah. Usia Hellen sepantaran dengan Hanifa.

''Aku sudah memikirkan dengan matang, aku harap Ibu dan Hellen merestui keputusan aku ini.'' tegas ku.

''Terserah kamu.'' Usai berkata seperti itu Ibuku berlalu ke kamar. Sedangkan Ayah, beliau menyemangati ku.

''Bersiaplah, nanti malam Ayah akan menemani kamu kerumah Hanifa.'' ucap Ayah dengan senyum simpul.

***

Malam harinya acara lamaran berjalan dengan lancar. Hanifa dan keluarganya menerima lamaran ku. Hari dan tanggal pernikahan pun sudah di tentukan.

Hari berganti hari.

Tibalah hari di mana saat aku mengucapkan ijab Kabul, Hanifa duduk di sebelah ku, ia memakai kebaya berwarna putih, ia nampak begitu anggun. Aku mengucapkan ijab kabul dengan lancar dan jelas. ''Saya terima nikah dan kawinnya Hanifa Wulandari binti Abdullah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.'' tanganku dan tangan Mas Abdillah saling menjabat. Setelah itu terdengar kata sah dari tamu yang hadir. Mas Abdillah nampak meneteskan air mata usai menjadi wali nikah Hanifa. Dia juga berpesan, ''Setya, jaga Adikku dengan baik, jangan sakiti dia, kalau seandainya suatu hari nanti kau merasa bosan dan menemukan wanita yang jauh lebih baik dari Adikku, pulangkan dia secara baik-baik ke padaku. Jangan sia-sia kan dia.'' pesan Mas Abdillah seraya menepuk pundak ku.

''Mas, Mas tenang saja. Aku akan menjaga Hanifa dengan baik, aku tidak akan mungkin menyakiti Hanifa. Percayalah.'' jawabku malam itu dengan yakin.

***

Tidak terasa sudah sebulan lamanya aku dan Hanifa menikah. Kami layaknya seperti kebanyakan pengantin biasa pada umumnya, kami menjalani hari-hari dengan bahagia, saling mengasihi dan menghargai. Tepat sebulan pernikahan kami, Mas Abdillah memutuskan untuk merantau ke negeri seberang, Malaysia. Sebelum berangkat lagi-lagi Mas Abdillah berpesan agar aku menjaga Hanifa dengan baik.

Hubungan antara Hanifa dan Ibuku begitu kaku dan dingin. Hanifa sudah berusaha untuk menjadi menantu yang baik. Tapi Ibuku terlihat acuh, begitu juga Hellen.

Memasuki usia pernikahan kami yang ketiga bulan, Hanifa di nyatakan positif hamil. Aku begitu bahagia, rasa syukur ku bertambah berkali-kali lipat.

Tapi, keadaan ekonomi kami sungguh miris. Aku yang hanya guru Honorer dengan gaji sejuta sebulan merasa stres. Kebutuhan kami setelah ini akan semakin besar, tapi gaji ku tetap begitu-begitu saja. Mengharap bantuan orang tua pun aku merasa tidak tega.

Memasuki usia pernikahan kami yang ke lima bulan, aku dan Hanifa memutuskan untuk merantau ke Ibukota Jakarta. Aku memutuskan mundur dari pekerjaan yang rasanya tak menjamin. Ibuku protes tapi apa mau di kata. Keputusan ku sudah bulat.

Saat akan menaiki bus Transjakarta, Hanifa menangis sesenggukan berpisah sama Kakek dan neneknya yang telah renta. Tapi aku berjanji, aku akan selalu menjaga Hanifa ku dengan baik, di manapun kami berada.

***

''Mas, coba kamu elus perut aku, bayi kita sudah mulai aktif Mas, dia sudah mulai nendang-nendang.'' kata Hanifa malam itu saat aku dan ia sedang berbaring di kasur tipis. Usia kandungan Hanifa sudah memasuki enam bulan. Kami tinggal di rumah petak, rumah kontrakan.

''Wah, iya. Tidak terasa anak Ayah dan Bunda udah besar. Sebentar lagi anak Ayah akan segera hadir di dunia ini.'' ujarku, tanganku mengelus perut buncit istriku.

Aku merasa sedih melihat istriku, selama mengandung tidak pernah sekalipun ia meminta apapun, aku tahu ia pasti punya banyak keinginan tentang makanan atau apa saja yang dia suka. Tapi ia hanya diam, wajahnya selalu terlihat teduh. Dia tidak pernah meminta, di kasih uang berapa saja dari ku ia terima.

Aku membeli motor dengan uang pegangan yang aku bawa dari Desa, selama di Ibukota aku bekerja menjadi tukang ojek. Setelah mencari pekerjaan kemana-mana tak kunjung aku dapat, akhirnya aku menyerah, dan fokus dengan pekerjaan aku sebagai tukang ojek.

Istriku tetap sabar dan selalu menyemangati ku. ''Aku selalu berdoa agar kamu di beri kemudahan dalam mencari nafkah untuk aku dan calon anak kita Mas.'' ucap istri saat aku hendak berangkat kerja. Selalu kata-kata itu yang ia ucapkan. Yang membuat aku semakin bersemangat.

***

Tidak terasa sekarang putra kami sudah lahir, usianya sudah memasuki satu tahun, ia sangat tampan, aku memberinya nama Arif. Berharap saat ia dewasa ia akan menjadi pribadi yang Arif lagi bijaksana.

Kami juga sudah punya rumah sendiri, rumah sedarhana yang kami beli dengan uang yang kami kumpul sedikit demi sedikit.

Kami tidak pernah pulang kampung beberapa tahun ini, mengingat ongkos yang cukup mahal.

Saat usia Arif sudah memasuki dua tahun, kami mendapat kabar duka, Kekeknya Hanifa meninggal dunia, Hanifa terlihat sangat terpukul, ia ingin pulang, tapi uang yang kami punya tidak cukup untuk ongkos serta untuk membeli buah tangan yang selalu Ibu ku pinta setiap kali kami melakukan panggilan telepon.

Jelang dua bulan setelah itu, Nenek Hanifa lagi yang meninggal, lagi-lagi kami tak bisa pulang karena keadaan ekonomi yang sulit. Hanifa hanya bisa menangis dan mendoakan dari jarak jauh.

Pernah waktu itu Mas Abdillah ingin membantu memberi biaya untuk pulang, tapi aku menolaknya karena merasa tidak enak. Aku merasa menjadi suami yang tidak berguna.

***

Memasuki usia pernikahan kami yang ke enam tahun, usia Arif pun sudah lima tahun. Putra ku tumbuh menjadi anak yang pintar, ceria dan tampan. Hanifa telah berhasil mendidik nya, Hanifa pun tak ada ubahnya, ia masih terlihat cantik dengan wajah alami tanpa polesan.

Hari itu aku pamit pergi mencari rezeki sepeti biasa. Aku pamit untuk mangkal di dekat pertigaan, berseberangan dengan taman kota.

Saat aku tengah mengobrol bersama teman-teman se profesi, seorang wanita dengan pakaian sedikit terbuka menghampiri kami.

''Ojek ya,'' tanyanya, tarikan nafasnya nampak ngos-ngosan.

''Iya Neng.'' jawab salah satu temanku.

''Baiklah, bisa antar saya pulang, mobil saya di sana, ban nya kempes.'' ucap wanita itu, jarinya menunjuk ke arah mobil yang terparkir di bawah pohon di tepi jalan raya.

Tarjo, nama temanku. Dengan cepat ia bergerak. ''Baiklah, biar saya antar cantik.'' katanya genit.

''Ah maaf, aku tidak mau diantar sama kamu, aku maunya sama Mas ini.'' kata wanita itu, dia menunjuk diriku. Akupun mengangguk sungkan, merasa tidak enak sama Tarjo.

Aku mengulur helm, wanita itupun lalu menaiki motor ku, duduk di belakang dengan tangganya bergantung pada pinggang ku. Pahanya yang terbuka begitu jelas bisa aku lihat. Wanita kota sebagian memang suka berpakaian seksi.

''Tau aja Neng sama yang tampan, awas Setya, jangan sampai lupa sama anak bini di rumah karena paha mulus itu.'' celoteh teman-teman ku saat aku melajukan motor. Mereka lalu tertawa terbahak-bahak, Mereka kalau becanda memang suka kelewatan.

Cintaku sudah aku serahkan semuanya untuk Hanifa. Aku tak mungkin berpaling kelain hati. Itu sungguh mustahil.

***

Like, komen dan kalau berkenan kasih vote dan hadiahnya, ya.

1
Haerul Anwar
halah bacot anying lu Arumi dasar govlok
Tijanud Darori Tiara
lah thorr,,
DNA ga mungkin langsung keluar gitu aja,,,😁
Herma Wati
begitu cepatnya hasil DNA keluar?/Sob//Sob/
Sutiani Sutiani
kecewa
Muhyati Umi
jodohkan Hanifah dengan Malik
Ameera sama Abdillah ya thor
Muhyati Umi
semoga aja Malik suka ke Hanifa
Dian Rahmi
Thor ..buatlah Malik berjodoh dengan Hanifa
Dian Rahmi
Thor.....Hanifa sama Malik ya
guntur 1609
llha ternyata oh ternyata
guntur 1609
dasar ayah biadab
guntur 1609
tega setya sm anaknya
guntur 1609
kok sampai diulang lagi thor bab ni
guntur 1609
,apa yg istrimu lakukan dulu akhirnya kau jalani juga akhrnya setya. ni nmnya hukum tabur tuai
guntur 1609
ameera sm abdilah saja
guntur 1609
cie..cie hakimmm gercep juga
Samsia Chia Bahir
woaaalllaaahhhh, ma2x rian bebaik2 rupax da udang dibalik U 😂😂😂😂😂😂😂 laaahhh harta pa2x rian i2 milik istri k duax loohhh ma2 😫😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Laaaaaahhhh gimana critax kong rian udh nikah ma intan 😫😫😫😫😫
Samsia Chia Bahir
Penyesalan slalu dibelakang, klo didepan namax pendaftaran 😄😄😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Haaaaahhhhh, penjara t4mu shanum N setya 😄😄😄😄😄😄
Samsia Chia Bahir
Cari gara2 kw setya, g ada tobat2x 😫😫😫😫😫
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!