NovelToon NovelToon
Bukan Dukun Beneran

Bukan Dukun Beneran

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:17.7k
Nilai: 5
Nama Author: Gerimis Senja

_Simple Komedi horor_

Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan

Udara kamar itu begitu berat. Pendingin ruangan bekerja keras, tapi bagi Demian, hawa di dalamnya justru membuat dadanya kian sesak. Ia berdiri terpaku di ambang pintu, seolah tubuhnya menolak melangkah lebih jauh. Ada rasa asing sekaligus ngeri yang membekap dari balik dinding kamar itu—dan begitu pintu terbuka, rasa itu semakin nyata.

Seorang wanita terbaring di atas ranjang lebar yang dikelilingi peralatan medis lengkap. Selang infus menusuk tangan pucatnya, selang oksigen menempel di hidungnya, dan meja di samping ranjang penuh dengan botol obat, pil, bahkan beberapa suntikan yang tampak baru digunakan.

Namun meski tubuhnya terlihat kurus dan lemah, wajahnya tetap menyimpan sisa kecantikan yang memancar tenang. Wanita itu tersenyum kecil, tipis, tapi hangat. Senyuman seorang ibu yang menolak kalah meski tubuhnya hancur perlahan.

“Masuklah, Nak…” suara itu lembut, nyaris berbisik, tapi cukup jelas menusuk telinga Demian.

Bibi ART mendorong pelan punggung Demian. Pemuda berambut keemasan itu akhirnya melangkah masuk, menelan keras-keras rasa berat di dadanya. Ia tidak hanya melihat seorang wanita sakit. Di matanya, tampak sesuatu yang lebih mengerikan: belenggu hitam sebesar tali kapal melilit tubuh si wanita dari bahu hingga kaki. Belenggu itu bergerak, berdenyut, seolah hidup, dan setiap lilitan membuat napas wanita itu semakin tersengal.

Demian sendiri ikut tercekik hanya dengan melihatnya. Ruangan yang seharusnya dingin malah terasa panas menyengat, membuat keringat dingin merembes di pelipisnya.

Mama Alsid—wanita itu—berusaha bangkit dengan perlahan, menahan sakit yang begitu nyata di wajahnya. Bibi segera menghampiri untuk menopang, namun sang mama menggeleng pelan. “Aku bisa… jangan khawatir.”

Ia akhirnya duduk bersandar dengan susah payah. Tatapannya beralih kepada Demian, penuh rasa ingin tahu. “Kamu… temannya Alsid, ya?”

Demian menelan ludah, lalu mengangguk sambil berusaha tersenyum. “Iya, Bu. Saya Demian. Saya teman satu kosannya Alsid.”

Wajah wanita itu melembut. Ia menepuk sisi ranjangnya, memberi isyarat agar Demian duduk. Meski masih gamang, Demian menurut, duduk di kursi kecil di samping ranjang.

“Bagaimana kabar Alsid?” tanya mama Alsid, suaranya lirih tapi hangat.

Demian tersenyum lebih lebar, kali ini tulus. “Alsid sehat, Bu. Dia banyak makan, meski kadang pilih-pilih makanan. Ada gadis yang suka mengantar makanan aneh ke kosan, dia sering ribut sama gadis itu. Lalu… ada juga gadis lain yang pintar masak, jadi kami sering dapat masakan enak.”

Mama Alsid terkekeh kecil, meski suara tawanya tertahan oleh batuk tipis. “Dasar anak itu… selalu keras kepala, tapi mudah sekali luluh kalau sudah urusan makanan.”

Tatapannya melembut, jauh, seolah melihat bayangan masa lalu. “Alsid itu… sejak kecil memang berbeda. Cool, berwibawa, tidak suka banyak bicara, tapi selalu ingin menjaga orang-orang di sekitarnya. Dia… duplikat ayahnya. Kaku, tapi punya wibawa alami. Bedanya, Alsid punya lelucon bapak-bapak yang… aduh, kadang konyol sekaligus garing sekali.”

Demian teringat beberapa kali Alsid melempar jokes receh dan ia otomatis tersenyum. “Iya, Bu… aku tahu maksud Ibu. Kadang jokes-nya kayak orang linglung, tapi lucu."

Mama Alsid kembali tertawa, lalu sesaat kemudian wajahnya berubah muram. Pandangannya turun ke arah selimut putih yang menutupi tubuhnya. “Dia… dulu anak yang penurut. Cita-citanya sederhana, hanya ingin meneruskan perusahaan keluarga dengan baik. Tapi beberapa tahun terakhir, semuanya berubah. Ia sering bertengkar dengan ayahnya, keras kepala, saling berteriak, dan aku tak pernah tahu pasti alasannya… sampai aku menemukan kebenaran itu sendiri.”

Demian menegakkan tubuh. Ada getaran di nada suara sang mama, seolah kalimat yang keluar berikutnya adalah sesuatu yang sangat berat.

“Suamiku…” suara wanita itu melemah, matanya berkaca. “…dia berselingkuh. Dengan asisten pribadinya." Demian terbelalak mendengarnya. "Gadis itu aku anggap anak sendiri, aku rawat, aku percaya… tapi justru dia yang menusukku dari belakang.”

Keheningan sejenak menguasai kamar. Detak mesin monitor jantung terdengar jelas, bersama suara napas pelan wanita itu yang seolah tertatih.

Demian tercekat. Ia bisa merasakan emosi yang menumpuk: kesedihan, marah, kecewa, dendam. Semua itu keluar dari tubuh mama Alsid dan berbaur dengan belenggu hitam yang melilitnya. Aura itu menekan keras dada Demian, membuat tenggorokannya nyaris tak bisa menelan udara.

“Saat aku tahu… rasanya dunia runtuh. Badanku drop, aku jatuh sakit. Dan tak lama setelah itu… Alsid meninggalkan rumah. Dia tidak pernah kembali, dan aku tahu… itu karena dia juga tahu kebenarannya. Dia kecewa, marah, dan tak sanggup lagi tinggal di bawah atap yang sama dengan ayahnya.”

Mama Alsid menahan tangis, mengusap matanya pelan dengan ujung jari yang lemah. “Sejak itu, aku semakin sakit. Dan di tengah sakitku, Kirana datang bersama ayahnya. Mereka bilang… mereka ingin menikah. Bisa kau bayangkan, Nak? Wanita yang menghancurkan rumah tanggaku, lalu datang meminta restu untuk menikah dengan suamiku. Aku… aku hancur.”

Demian memejamkan mata, hatinya bergetar hebat. Ia bisa merasakan bagaimana rasa sakit itu mengikat jiwa sang ibu. Belenggu hitam semakin jelas, semakin menekan.

“Tapi entah kenapa… aku tidak bisa menolak. Tubuhku lemah, pikiranku kacau. Aku hanya bisa memberikan satu syarat…”

Wanita itu menatap Demian dalam-dalam, air mata jatuh di pipinya. “Jika mereka ingin menikah dan meminta restuku… aku ingin Alsid kembali. Minimal… menemuiku sekali lagi. Aku hanya ingin melihat anakku. Itu saja. Mereka setuju, tentu saja. Karena pada akhirnya, yang benar-benar mereka inginkan adalah tanda tanganku untuk dokumen-dokumen perusahaan. Mereka ingin hadiah… yang seharusnya menjadi milik keluarga ini, diserahkan pada Kirana.”

Demian terdiam. Dunia seakan berputar lambat di sekelilingnya. Sekarang semuanya jelas. Semua kebaikan Kirana padanya, semua perhatian, hadiah, senyum manis itu—semua hanyalah cara untuk mendekatinya. Karena Kirana tahu, Demian adalah jalan tercepat untuk menyentuh Alsid.

Panas di dada Demian semakin kuat. Ia menunduk, mengepalkan tangannya di atas lutut. Rasanya ingin berteriak, tapi suaranya tercekat.

Mama Alsid menoleh, menatap Demian dengan senyum getir. “Aku tidak tahu, Nak… apakah aku berbuat benar atau salah. Tapi aku… hanya seorang ibu yang ingin melihat anaknya lagi, sebelum semuanya terlambat.”

Demian mengangkat kepalanya. Tatapannya bertemu dengan mata sayu wanita itu, dan di balik kesakitan, ada sinar kasih sayang yang tulus.

“Ibu…” suara Demian bergetar, “…Alsid… dia merindukan Ibu. Sangat.”

Air mata mengalir dari mata wanita itu. Ia menutup wajah dengan tangan lemah, bahunya berguncang menahan isak. Demian ingin menyentuhnya, ingin menghibur, tapi bayangan belenggu hitam itu membuatnya takut salah langkah.

Ia hanya bisa berdoa dalam hati. Ya Allah… tolong hancurkan ikatan yang membelenggu wanita ini. Jangan biarkan dia tenggelam dalam sakitnya sendirian.

Suasana kamar kembali hening. Hanya suara isak tertahan dan detik jam yang berdetak pelan.

Demian menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan diri. Kini ia tahu kebenarannya. Kini ia mengerti kenapa Alsid begitu membenci Kirana. Dan ia sadar, semua kebaikan Kirana padanya bukanlah tulus, melainkan alat untuk mencapai tujuan.

Alsid harus tahu ini, batin Demian. Aku harus memberitahunya.

Dan di balik pintu kamar, tanpa Demian sadari, seseorang berdiri diam, mendengarkan setiap kata yang terucap.

Bersambung…

1
Nana Colen
🤣🤣🤣🤣🤣ampuuuuun deh udah trgang tegangan terus ngakak gara-gara nehara 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
Ayanii Ahyana
blajar masak sama crlia kayaknya
a_
kotak hitamnya dikemanakan ya, apakah ditinggal dirumah itu
lanjut thor kerenn/Smile/
Debby_🦐
aaaaa senangnyaaa ada novel baru ..
ada kun sm agam ga ini
RY22
seruuuuuu
Ika Ratnasari
hebattt😍😍😍
Ayanii Ahyana
heran kenapa crita sebagus ini sepiiiiii ..ayo dong ramein tmen tmen biar naik novel ini
Nurindah
lanjut y kak /Heart//Heart/
Nacita
anjirlah seruuuu 😍😍😍
Nana Colen
lanjut thooooor dari yang dukun KW sekarang mulai merambat ke dukun benerean hehehe aku pada mu ka rima 😍😍😍😍
Ika Ratnasari
apa mungkin pesugihan yaa
Lisyati Supriyati
jangan2 keluarga alsid punya perjanjian gaib , pesugihan kali yak ,,,,,begini nih klo baca on going , penasaran ga jelas/Facepalm/ tebak2 buah manggis,,ga taunya meleset jauh /Casual/ semangat menanti update buat diriku and semangat up buat mu thoorrr/Drool//Angry/
Dinda Putri
lanjut
Nana Colen
laaah jadi terhubung ke alsid yaaaa... makin dbuat penasaran aja thooooor🥰🥰🥰🥰
Rere Emon
dari anak orang kaya berubah jd dukun/Facepalm/
Arlena Lena
dan sya nunggu Kun selanjutnya 😁
Arlena Lena
yg dapet nma si sid..yg usaha di deym
Lisyati Supriyati
lama2 jd dukun beneran itu alsid somplak 🤪 ,,,untung demiy sabar ya ngadepin temen ga da akhlak model alsid😂 semangat demiy
Ranucha
woooaahh ikutan tegang, lanjut kak/Grin/
Nurindah
semangat kak upnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!