NovelToon NovelToon
Cinta Dua Bersaudara

Cinta Dua Bersaudara

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Tamat
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Harapan Dan Waktu

Setelah di pasar malam itu, Abi tidak bisa tidur. Dia terbaring di kamarnya dengan perasaan resah, mata terbuka menatap langit gelap di luar jendela yang sedikit terbuka. Angin malam menyebar masuk, membawa bau daun kering yang terhembus angin. Apa yang ia lihat di pasar malam itu membuatnya tidak bisa tidur: Andini yang tersenyum lebar sampai matanya bikin kelopak mata melipat, tangannya yang terangkat memegang stylus baru dari Pramudya, dan pandangan Pramudya yang lembut seperti cahaya matahari pagi terus berputar di benaknya, tidak mau hilang.

Hatinya terasa sakit, seolah ada benda berat yang menekannya di dada, sampai dia sulit bernapas. Dia ingat semua kesalahan yang dia lakukan: terlambat ke janji, lupa ulang tahun Andini, mementingkan motor dan teman-teman lebih dulu. Dia merasa bersalah sangat bersalah karena dia yang dulu selalu mengabaikannya, sampai akhirnya ada orang lain yang datang dan membuatnya senang seperti itu. Dia meraih teleponnya, ingin menghubungi Andini, tapi kemudian ingat janjinya: "Jangan mencari aku, jangan telepon aku, cuma biarkan aku memikirkan." Dia menutup teleponnya lagi, tangannya gemetar.

Esok paginya, Abi bangun lebih awal dari biasanya. Dia mandi dengan air dingin yang menyegarkan, memakai kemeja biru tua yang jarang dia pakai, dan pergi ke kantor Pramudya. Dia menunggu di lobi yang tenang, melihat orang-orang masuk dan keluar dengan cepat. Setelah jam istirahat tiba, Pramudya keluar dari ruang kerja dengan tas di bahunya, raut wajah sibuk tapi langsung berubah menjadi khawatir ketika melihat kakaknya.

"Kak Abi? Ada apa kakak disini?" tanyanya, mendekat dengan langkah yang cepat.

Abi tersenyum pelan, tapi senyumnya terasa dipaksakan. "Pram, apa kamu punya waktu sebentar? Ada yang mau kubicarakan."

Pramudya mengangguk langsung. Dia merasakan bahwa ada sesuatu tidak biasa dengan kakaknya suaranya lirih, dan matanya terlihat lesu. "Baik kakak. Ke kafe di depan kantor aja ya tempatnya tenang, cocok buat ngobrol."

Di kafe, mereka duduk di meja pojok yang teduh, dekat jendela yang melihat jalan raya. Pramudya memesan teh hangat untuk keduanya, dan mereka berdiam sejenak sampai minuman itu datang. Abi memegang cangkir tehnya dengan kedua tangan, memutar-mutarnya tanpa berani menatap Pramudya langsung. Udara di kafe terasa dingin, dan suara orang-orang yang berbicara terasa jauh.

Setelah saling diam beberapa saat, akhirnya Abi berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar: "Kemarin sore... aku lewat pasar malam yang baru buka. Dan aku lihat kamu sama Din di situ. Dia terlihat senang banget sama kamu, Pram. Sangat senang."

Pramudya terdiam. Dia mengerti persis apa yang dimaksud kakaknya.

"Kak, Andini itu orang yang baik bahkan sangat baik," ucap Pramudya pelan. "Selama ini, aku melihat dia selalu menunggu kakak yang keluar sama teman-teman, selalu menyembunyikan rasa kecewa di hatinya biar kakak tidak kepikiran."

Abi mengangkat muka, ia mencoba menahan perasaannya. "Apa kamu punya perasaan lebih ke dia, Pram? Apa kamu suka sama dia?"

Pramudya menghela napas dalam, nafasnya terasa sesak. Dia melihat lantai kafe, kemudian kembali menatap kakaknya dan berkata: "Kak, aku tidak mau bicara tentang itu sekarang bukan karena aku mau menyembunyikan, tapi karena itu bukan yang paling penting sekarang. Yang penting, Andini sedang mencoba bangkit mencoba fokus ke dirinya sendiri, mengejar mimpinya yang dia tinggalkan karena terlalu fokus memikirkan kak Abi. Dia butuh waktu untuk memikirkan, dirinya sendiri. Dan aku cuma mau jadi orang yang bisa membantunya, tidak lebih dari itu setidaknya sampai dia benar-benar siap, dan sampai aku tahu perasaan kakaknya juga benar-benar berubah."

Abi mendengar kata-kata itu, dan hatinya merasa sedikit lega tapi juga sedih. Dia tahu bahwa Pramudya hanya menjaga perasaannya, sedang memberi dia waktu. Tapi dia juga merasa bahwa dia sudah ketinggalan waktu bahwa sementara dia sedang mencoba berubah, kehidupan Andini sudah berjalan ke arah yang lain. "Aku mengerti, Pram. Aku cuma... takut kehilangan dia sepenuhnya. Dia adalah orang yang paling berharga di hidupku, tapi aku terlalu bodoh untuk menyadarinya duluan."

Mereka terdiam lagi. Pramudya kemudian menepuk bahu Abi dengan lembut, sentuhan yang penuh kasih sayang antar saudara. "Kak, kakak masih punya kesempatan jika kakak mau benar-benar berubah. Jangan lakukan itu hanya untuk mendapatkan Andini kembali, tapi lakukan itu untuk diri kakak sendiri juga. Kakak pantas jadi orang yang lebih baik, orang yang bisa menghargai orang-orang di sekitar kakak. Aku akan selalu mendukung kakak, itu pasti."

Sementara itu di sisi lain, Andini makin sering bersama Pramudya. Setiap hari setelah kursus, mereka kadang makan siang bersama di warteg kecil yang punya nasi goreng spesial, atau jalan-jalan di taman sambil ngobrol tentang apapun. Dia merasa bahwa hidupnya makin penuh makna. Selesai kursus desain grafis dengan nilai bagus, Andini mulai menerima pesanan desain stiker dan karakter dari teman-teman dan bahkan orang asing yang melihat karyanya di media sosial. Dia juga sudah memulai menyimpan uang di tabungan, rencananya buat buka toko handmade sama Salma tempat jual boneka yang dia jahit sendiri dan stiker yang dia desain.

Setiap hari, dia merasa lebih bebas bebas dari tugas menunggu yang selalu membuatnya lelah, bebas dari harapan yang selalu hancur. Pramudya selalu ada di sisinya Pramudya tidak pernah terlambat, tidak pernah membuatnya menunggu, selalu mendengar dengan penuh perhatian. Dia mulai menyadari bahwa dia merasa nyaman bahkan sangat nyaman saat bersama Pramudya, setiap kali bersama Pramudya. Tapi di dalam hatinya, rasa bersalah kepada Abi masih ada, seperti benang yang kaku yang masih mengikatnya ke masa lalu.

Suatu hari sore, mereka berdua ke taman bunga yang baru buka di pinggiran kota, menikmati angin yang menyebar di wajah. Saat sampai, mereka melihat bunga-bunga warna-warni menyebar di semua penjuru mawar merah, melati putih, dan bunga matahari yang terpasang rapi. Udara terasa segar dengan bau harum bunga, dan suara burung yang berkicau terasa menyenangkan.

Mereka duduk di bangku kayu yang terletak di tengah taman, melihat anak-anak kecil bermain layang-layang yang berwarna-warni. Layang-layang itu terbang tinggi di langit yang biru muda, seolah bebas dari segala beban. Andini tersenyum, melihat anak-anak yang sedang bermain.

"Aku senang banget bisa jadi temen kamu temen yang bisa kamu andalkan, yang selalu ada ketika kamu butuh. Aku tidak mau memaksakan apapun ke kamu, karena aku tahu kamu masih butuh waktu untuk memikirkan banyak hal juga tentang kak Abi, tentang diri kamu sendiri, tentang masa depanmu. Tapi... aku berharap, suatu hari nanti, kamu bisa melihat aku sebagai lebih dari sekadar temen. Aku berharap kamu bisa memberi aku kesempatan untuk membuatmu bahagia, dengan cara yang benar." kata Pramudya dengan suara bergetar.

Andini terdiam. Dada nya berdebar kencang, sampai dia merasa detak jantungnya terdengar di telinganya.

"Pram, aku juga senang banget punya temen kayak kamu," ucapnya dengan suara yang tenang tapi penuh makna. "Kamu selalu membuatku merasa tenang dan diterima seolah aku bisa jadi diriku sendiri tanpa harus khawatir dihakimi. Tapi... aku bingung, Pram. Aku masih sayang sama Abi."

Pramudya mengangguk.

"Aku ngerti semuanya apa yang terjadi antara kamu dan kak Abi dan aku siap membantu kalian untuk bisa bersama lagi," kata Pramudya tulus.

Pada saat mereka asyik ngobrol, mereka tidak tahu bahwa Abi sedang berada di ujung taman, bersembunyi di balik pohon beringin yang besar. Dia datang ke taman untuk merenungkan kata-kata Pramudya, untuk berpikir tentang bagaimana dia akan berubah. Dan tidak sengaja, dia melihat Andini dan Pramudya duduk di bangku kayu.

Hatinya terasa hancur, seolah sesuatu yang penting dan telah terputus. Abi bangkit dari duduknya dan berjalan pergi tanpa disadari oleh keduanya, langkahnya terasa berat.

Sambil berjalan menuju jalan raya, Abi menghela napas panjang. Sebenarnya dia masih berharap bahwa suatu hari nanti, Andini bisa mengerti dan dia bisa menjadi orang yang layak untuk Andini. Tetapi, apakah waktu akan memberi jawaban tentang harapannya itu?

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!